Berita

ilustrasi/ist

On The Spot

Jaringan Sering Ngadat, Program E-KTP Molor

Di Kelurahan Senen Baru 42 Orang Terdata
KAMIS, 15 SEPTEMBER 2011 | 04:48 WIB

RMOL.Eva duduk gelisah di kursi tunggu Kelurahan Senen di Jalan Pasar Senen Dalam VI, Jakarta Pusat, Rabu siang (14/9). Begitu seorang pegawai kelurahan dari ruangnya, wanita 35 tahun ini menghampiri.

“Saya mencari Lurah,” kata Eva. Ia hendak meminta tanda tangan pejabat itu di KTP yang sudah jadi. “Dari tadi menunggu lurah tapi nggak datang-datang. Saya jadi kecewa jadinya,” katanya.

Pukul 09.00 WIB, Eva bersama suami datang ke kelurahan untuk membuat KTP reguler. Prosesnya cepat. Pukul 14.00 dia diminta kembali untuk mendapatkan tanda tangan lurah di KTP yang sudah jadi. Menunggu sejam, Lurah belum datang.

Untuk keperluan ini, suami Eva sampai mengambil cuti. “Po­kok­nya hari harus selesai. Saya nggak mau datang lagi besok karena suami masuk kerja,” katanya.

Eva memilih membuat KTP re­guler karena pembuatannya lebih mudah, praktis dan tidak bertele-tele. Ia butuh KTP baru se­ce­patnya sebagai bukti identitas.

Kelurahan Senen sudah mela­yani pembuatan e-KTP. Tapi, layanan pembuatan KTP reguler tetap dipertahankan.

Pelayanan pembuatan e-KTP di DKI Jakarta sudah dimulai sejak 1 Agustus 2011. Namun pro­yek yang menelan dana sam­pai triliunan rupiah tak berjalan mulus berbagai masalah, seperti pengadaan perangkat dan ja­ringannya.

Bahkan di Jakarta, ada bebe­rapa kelurahan yang baru mela­yani pembuatan e-KTP beberapa hari terakhir. Misalnya, Kelu­rahan Senen.

Kepala Pelayanan Administrasi Kependudukan Kelurahan Senen, G Purba mengatakan, pelayanan pembuatan e-KTP dibuka Selasa lalu (13/9). Perangkat pembuatan e-KTP sudah diterima pert­e­nga­han Agustus lalu. Namun belum bisa dipergunakan karena ken­dala jaringan.

Antusiasme masyarakat mem­buat e-KTP juga masih minim. Eva, salah satu contohnya. Ini di­akui Purba. “Dua hari dibuka, kami melayani 42 orang. Hari Se­lasa ke­marin 35 orang dan hari ini (Ra­bu—red) ) tujuh orang,” katanya.

Menurut Purba, minimnya war­­ga yang membuat e-KTP kare­na layanan dibuka pada hari dan jam kerja. Layanan buka dari Senin sampai Jumat mulai pukul 08.00 sampai 17.00. Pada saat itu banyak warga yang bekerja.

Di Kelurahan Senen, peme­gang KTP sekitar 5 ribu orang. Dari jumlah itu, baru 161 orang yang diundang untuk membuat e-KTP. “Setiap hari, kami me­ngun­dang warga dua RW sampai semuanya mendapatkannya,” kata Purba.

Pelayanan pembuatan e-KTP berlangsung selama 100 hari se­jak dibuka. Posisi kelurahan, tandas Purba, hanya mendaftar dan memproses identitas warga. Pencetakannya ditangani Ke­menterian Dalam Negeri.

“Saya tidak tahu berapa lama jadinya e-KTP, kami hanya ber­tugas mengumpulkan data.”

Kepala Suku Dinas Kepen­du­dukan dan Catatan Sipil Jakarta Pusat, Muhammad Hatta menga­takan, di wilayahnya terdapat 44 kelurahan yang harus melayani pembuatan e-KTP. “Dari 828.000 wajib KTP, baru 28.208 warga di Jakarta Pusat yang merekam data,” katanya.

Agar semua penduduk wajib KTP bisa terdata semua, pihak­nya melakukan jemput bola. Layanan ini diprioritaskan bagi yang berusia lanjut maupun sedang sakit.

Hatta mengakui ada keter­lam­batan pembuatan e-KTP. Ini ter­jadi karena kendala jaringan atau server. Persoalan ini ditangani Pemerintah DKI Jakarta.

Hatta juga mempersoalkan lambannya pencetakan e-KTP yang dilakukan Kemendagri. “Seringkali warga mendatangi kelurahan untuk meminta KTP nya, tapi belum jadi.”

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta, Purba Hutapea mengatakan se­bagian besar kelurahan sudah bisa melayani pembuatan e-KTP. Walaupun layanan dibuka dengan satu komputer.

 â€œSemakin banyak jumlah ke­lurahan yang telah memiliki satu perangkat komputer untuk pem­buatan e-KTP, tentunya akan semakin banyak lagi warga yang terdata,” katanya.

Program e-KTP sudah berjalan se­bulan. Menurut Purba, di bebe­rapa kelurahan belum bisa mem­buka layanan e-KTP karena ken­dala aplikasi. Diharapkan, per­soalan ini cepat tertangani se­hingga pendataan bisa diteruskan.

Sulistyo Prabowo, Kepala Bi­dang Teknologi dan Informasi Dinas Kependudukan dan Ca­tatan Sipil DKI Jakarta, me­ngungkapkan, 110.314 warga di 252 kelurahan telah terdata.

“Kelurahan itu rata-rata baru memiliki satu set perangkat untuk perekam. Padahal ideal­nya, tiap kelurahan dapat dua set perang­kat,” ucanya. Pihaknya akan me­ngupayakan agar setiap ke­lu­ra­han mendapat dua pe­rangkat untuk mempercepat pendataan.

Ia memaparkan, satu perangkat bisa merekam data 80-100 orang sehari. Bila dua perangkat bisa 160-200 orang sehari.

“Kalau perangkat di 267 ke­lurahan sudah lengkap, mudah-mudahan program e-KTP dapat selesai sesuai target, yakni akhir tahun 2011. Untuk itu, kami terus melakukan koordinasi dengan Kemendagri,” kata dia.

Tak Biasa Pegang Alat Canggih

Kepala Pusat Penerangan Ke­menterian Dalam Negeri (Ka­puspen Kemendagri) Reydon­n­yzar Moenek optimistis proyek e-KTP akan tuntas sesuai jadwal. “Kita masih punya cu­kup waktu. Pasti dapat terlak­sana,” katanya.

Menurutnya, Kemendagri merencanakan untuk menye­le­saikan pengadaan 67 juta wajib e-KTP di 197 kabupaten dan kota dalam periode Agustus  sam­pai dengan Desember 2011. Selanjut­nya, pada tahun 2012 akan dituntaskan sebanyak 105 juta lagi e-KTP di 300 kabupaten dan kota. Saat ini, proses itu su­dah mulai berjalan.

Reydonnyzar mencontohkan sebanyak 267 kantor kelurahan di DKI Jakarta telah menerima peralatan e-KTP.  “Sudah didis­tri­busikan semua peralatan, sudah ada pelayanan. Soal ada ham­batan setting mung­kin saja. Ini pro­gram baru, tidak semua ope­rator di kantor ke­lurahan familier dengan peralatan yang sangat canggih,” jelasnya.

Reydonnyzar mengatakan, ma­sih ada persoalan dis­tribusi peralatan ke sejumlah daerah. Tapi, itu murni faktor geo­grafis dan jarak tem­puh. Ia menegaskan tidak ada permai­nan uang dalam tender e-KTP.

Nazar Ikut Ngoceh, DPR Mau Bergerak

Aroma tak sedap me­nye­ruak dari program e-KTP yang menghabiskan dana triliunan rupiah. Mulai dari dugaan suap, rekomendasi KPK yang tak digubrik hingga pelak­sa­naan tender yang bermasalah.

Bekas bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin saat diperiksa Komite Etik KPK menye­but­kan, Chandra M Hamzah me­nerima uang darinya berkaitan de­ngan proyek e-KTP dan pe­ngadaan baju hansip yang bernilai Rp 7 triliun.

Tapi pernyataannya dibantah Ketua Komite Etik KPK, Abdullah Hehamahua. Menurut dia, kepada Komite Etik, Nazaruddin me­ngatakan batal memberikan uang kepada Chandra yang di­beri inisial CDR. “Nggak jadi uang itu, nggak jadi dikasih, sekitar 100.000 US dolar.”

KPK memang pernah mem­berikan enam rekomendasi terkait program e-KTP. Me­nurut Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, rekomendasi su­dah disampaikan Februari lalu, sebelum tender dibuka. Tapi tak digubris. “Kita be­rencana lapor ke presiden karena reko­mendasi kita tidak dijalankan secara menye­luruh,” ujarnya.

Menteri Dalam Negeri (Men­dagri) Gamawan Fauzi membantah pihaknya tak me­ng­gubris rekomendasi KPK. “Dari 6 itu sudah 5 kita tin­daklanjuti. Satu yang ng­gak. Tapi pernah nggak KPK nanya sudah ditin­daklanjuti atau belum.”

Ia tak ambil dengan langkah KPK yang akan me­ngadu ke presiden. “Apanya yang mau dilaporkan. Pernah nggak di­tanyakan dulu ke kita sebelum disampaikan ke pre­siden.”

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencium ada praktik korupsi dalam proyek penga­dan e-KTP. Peneliti ICW Tama S Lang­kun, dugaan pertama saat pro­yek tersebut masih dalam tahap uji petik di enam wilayah. Hanya satu daerah yang berhasil melakukan uji coba. Lainnya gagal.

Saat proyek berjalan, Ke­jak­­saan Agung mencium prak­tik korupsi. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Ad­minis­trasi Ke­pendudukan Kemen­terian Da­lam Negeri, Irman, su­dah dite­tapkan sebagai tersangka.

Irman, yang saat itu men­jabat Direktur Pendataan Ke­pen­du­dukan, bersama Setian­tono, ketua panitia pengadaan barang, dija­dikan tersangka  lantaran diduga meng­ge­lem­bungkan nilai proyek. Ter­sangka lain adalah dari rekanan proyek.

Tama merasa aneh proses uji coba bermasalah dan ditemukan adanya korupsi, tapi proyek tetap berjalan. “Kenapa maksain lagi di 190 wi­layah? Padahal di enam wila­yah kemarin cuman berhasil satu.”

Government Watch (GOWA) juga mencium hal sama. Hasil audit organisasi itu menemukan tak kurang dari 11 kejanggalan dalam tender proyek e-KTP, mu­lai sebelum, penyelenggaraan hingga pelaksanaan pekerjaan.

“Indikasi itu tercium kuat de­ngan adanya pengaturan agar penyelenggaraan lelang e-KTP diarahkan dan dimenangkan oleh satu konsorsium,” kata Andi W Syahputra, direktur eksekutif GOWA saat melapor ke KPK, Selasa lalu.

Ada lima konsorsium yang ikut tender. Yakni Konsorsium PNRI, Konsorsium Astra, Konsorsium Mega Global, Konsorsium Lintas Perusi dan Konsorsium Telkom. Pada perjalanannya, hanya 3 kon­sorsium yang menang yakni Kon­sorsium PNRI, Konsorsium Astra dan Konsorsium Mega Global.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sugiarto dan Ketua Panitia Tender Drajat Wisnu Setiawan kena getah. Keduanya dilaporkan pihak Konsorsium Lintas Peruri Solusi ke Polda Metro Jaya

“Ada dugaan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menyalah­gunakan wewenang saat proses masa sanggah,” kata Handika Honggowongso, kuasa hukum Konsorsium Lintas Peruri Solusi kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa.

Handika menjelaskan konsor­sium Peruri mengajukan pena­wa­ran Rp 4,75 triliun. Lebih rendah dari pemenang tender, kon­so­r­sium PNRI yang mengajukan penawaran Rp 5,84 triliun.

Konsordium Lintas Peruri digugurkan karena masalah <I>power supply di produk HSM Safenet. Sedangkan Konsorsium Telkom karena spesifikasi produk seperti signature pad posiflex dan spesifikiasi power supply adaptor produk LG IRIS.

 Konsorsium Peruri memiliki pengalaman pengerjaan proyek yang sama di lima wilayah pada 2009. “Kita pernah mengerjakan e-KTP di Yogyakarta, Denpasar, Buleleng, Sumatera Barat dan Cirebon,” kata Handika.

Kisruh ini membuat DPR turun tangan. Beberapa anggota Ko­mi­si II akan mengusulkan pem­ben­tukan panitia kerja (Panja). “Kami mengusulkan pembentu­kan Panja e-KTP untuk memoni­tor pelaksanaan proyek raksasa ini. Karena KPK juga banyak keluhan,” tutur anggota Komisi II DPR dari FPKB, Abdul Malik Haramain. [rm]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

UPDATE

Butuh Sosok Menteri Keuangan Kreatif dan Out of the Box

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:44

KPK Masih Usut Keterlibatan Hasto Kristiyanto di Kasus Harun Masiku dan DJKA

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Kesan Jokowi 10 Tahun Tinggal di Istana: Keluarga Kami Bertambah

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Segini Potensi Penerimaan Negara dari Hasil Ekspor Pasir Laut

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:22

Main Aman Pertumbuhan 5 Persen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:19

Gagal Nyagub, Anies Makin Sibuk

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:08

Predator Seks Incar anak-anak, Mendesak Penerapan UU TPKS

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:41

Dukung Otonomi Sahara Maroko, Burundi: Ini Solusi yang Realistis

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:39

Digelar Akhir Oktober, Indocomtech 2024 Beri Kejutan Spesial

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:29

WTO Perkirakan Perdagangan Global Naik Lebih Tinggi jika Konflik Timteng Terkendali

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:15

Selengkapnya