Kejaksaan Agung (Kejagung)
Kejaksaan Agung (Kejagung)
RMOL. Kejaksaan Agung (Kejagung) mempromosikan jaksa M Salim dan Pohan Lasphy menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi. M Salim dipromosikan menjadi Kajati Nusa Tenggara Barat (NTB), sementara Pohan Lasphy menjadi Kajati Lampung.
Sebagai latar, M Salim saat menjabat Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung pernah dikenakan sanksi disiplin berupa teguran terkait kasus suap ArÂtalyta Suryani terhadap jaksa Urip Tri Gunawan (UTG). Salim lalu dicopot dari jabatanya pada tahun 2008 dan menjabat Staf Ahli Jaksa Agung.
Sebelumnya jabatan terakhir M. Salim sebagai Kepala Biro HuÂkum dan Hubungan Luar NeÂgeri pada Jaksa Agung Muda Pembinaan (Jambin).
Sementara Jaksa Pohan Laspy sebelum dipromosikan sebagai Kepala Kejati Lampung, menjaÂbat sebagai Direktur Tindak PiÂdana terhadap Keamanan Negara pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum. Pohan Laspy pernah terÂsandung kasus pemalsuan surat rencana tuntutan (rentut) terÂdakÂwa Gayus Tambunan.
Ia pun diÂjatuhi sanksi disiplin ringan beÂrupa teguran tertulis kaÂrena tidak teliti dalam menanÂdaÂtaÂngani renÂtut Gayus yang berÂujung pada beÂbasnya pegawai DitÂjen Pajak GoÂlongan III A itu di Pengadilan Negeri Tangerang.
Hal itulah yang membuat LSM Indonesia Corruption Watch (ICW) merasa gerah. AdaÂlah Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan IndoÂnesia Corruption Watch (ICW) Febridiansyah yang menilai Kejagung tidak serius melakukan reformasi birokrasi institusinya, sebab Kejagung masih memÂbeÂriÂkan ruang gerak promosi kepada jaksa bermasalah.
“Saya rasa kaÂlau memang ingin berubah, memperbaiki diri secara serius, maka mempertimbangkan tidak memberikan ruang gerak proÂmosi kepada jaksa bermasaÂlah,†katanya.
Febri menyatakan kedua jaksa itu sudah diberikan sanksi oleh Kejagung, termasuk penundaan promosi. Namun jika benar-benar serius ingin melakukan reformasi birokrasi, Kejagung harus tegas dan konsisten tidak memberikan promosi bagi jaksa bermasalah seperti itu. “Dalam kondisi ini, harus perlihatkan keseriusan luar biasa untuk benahi institusinya,†tandasnya.
Dia berharap agar Kejagung bisa melakukan peninjauan ulang terÂhadap promosi jaksa. MengiÂngat, ada dua nama yang diduga terlibat kasus Arthalyta dan kasus Gayus. Dua nama itu, menuÂrutÂnya, terang-terang telah menÂcoÂreng wajah kejaksaan.
â€Pernah punya masalah tapi meÂmiliki jabatan strategis, sehaÂrusnya diberikan hukuman paling berat kepada mereka untuk efek jera,†ucapnya.
Namun, Jaksa Agung Muda PeÂngaÂwasan (Jamwas) Marwan Effendy menyatakan, dua jaksa itu terbebas dari jeratan hukum apapun. Bahkan, Korps AdhyakÂsa meminta masyarakat tidak perlu meragukan kinerja kedua jakÂsa tersebut.
“Kami tidak pernah menemuÂkan kesalahan dua jaksa itu. ProÂmosi menjadi Kajati untuk mereÂka berdua adalah hal yang wajar,†katanya di Kejagung.
Marwan menambahkan, Salim yang sebelumnya terseret kasus Arthalyta Suryani (Ayin) terbukti tidak terlibat secara langsung daÂlam kasus penyuapan terhadap jaksa Urip Tri Gunawan.
Menurutnya, Salim tidak meÂngeÂtahui sama sekali perihal jaksa Urip yang akan membawa Ayin ke ruangan Salim. “MeÂmang pada saat itu, Salim ini DiÂrektur Penyidikan. Tapi masalah adanya permainan uang yang tertangkap itu, dia tidak tahu sama sekali dan itu diakui oleh jaksa Urip,†ujarnya.
Karena itu, ujarnya, Salim tidak dikenai sanksi PP30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. MenurutÂnya, Salim tidak pernah menÂdaÂpat hukuman, melainkan hanya diÂmutasi. Apalagi, hasil pemerikÂsaan fungsionalnya juga tidak terbukti. “Ya tidak terbukti sama sekali. Jadi, dia itu bersih dari jeratan hukum,†ucapnya.
Hal yang sama juga berlaku unÂtuk jaksa Pohan. Menurut Marwan, Pohan yang pernah diÂkeÂnai sanksi terkait kasus rencana tuntutan (rentut) ganda dengan tersangka Gayus Tambunan telah mengakhiri masa hukumannya. “Apalagi, saat itu Pohan hanya diÂkenai sanksi tertulis,†tandasnya.
Marwan lantas menyebutkan duduk perkara masalah tersebut. Menurutnya, Pohan hanya meÂneruskan rentut dari Jaksa Agung Muda Pidana Khusus. Ternyata, katanya, Jampidsus menyetujui berkas tersebut.
“Kalau Jaksa Agung Muda seÂtuju, ya silakan. Ternyata setuju, ya sudah tinggal serahkan saja, dia hanya menandatangani saja,†jelasnya.
Karena itu, Marwan yakin kedua jaksa itu sama sekali tak tersentuh jeratan hukum dan laÂyak menjadi Kajati sesuai dengan daerah yang menjadi keÂweÂnaÂngannya. Marwan kembali meÂminta masyarakat agar tak curÂiga apa yang telah dia lakukan berÂsama timnya di Jamwas.
“Saya katakan tadi, promosi terhadap dua jaksa itu adalah hal yang wajar tidak ada masalah,†ucapnya.
Perlu Pertimbangan Komisi Kejaksaan
Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR
Keputusan Jaksa Agung Basrief Arief mempromosikan dua jaksa berstatus di bawah pengawasan Jamwas Kejagung, menuai kontroversi. Untuk itu, evaluasi kinerja Jaksa Agung Basrief Arief perlu dilaksaÂnaÂkan. Kiprah Komisi Kejaksaan (KK) yang selama ini bertugas memantau kinerja kejaksaan pun dinantikan.
Keterangan seputar hal terÂseÂbut disampaikan anggota KoÂmisi III DPR Desmon J MaheÂsa. Ia mempertanyakan, apakah keputusan Jaksa Agung memÂprÂoÂmosikan dua jaksa berÂmaÂsaÂlah tersebut sudah melewati pertimbangan matang.
“Artinya, kita ingin tahu apaÂkah keputusan mengusung dua jaksa sebagai Kajati sudah meÂlewati pembahasan komÂpreÂhenÂsif di internal Kejagung. Jangan sampai keputusan itu diambil haÂnya berdasarkan pertimÂbaÂngan sepihak,†ujarnya.
Dia mengingatkan, hubungan kedekatan antara pimpinan insÂtitusi dengan bawahan henÂdakÂnya tidak dibawa-bawa dalam menelurkan keputusan yang saÂngat penting. Dampak atas keÂputusan yang tidak diperÂhiÂtungÂkan secara matang juga menÂimÂbulkan polemik. Bisa-bisa, keÂpuÂtusan yang dinilai kontroÂversial tersebut justru memÂperÂburuk citra kejaksaan yang seÂlama ini berusaha keras meÂreÂformasi dirinya.
Dia menilai, tingkat kompÂeÂtiÂsi di level jaksa saat ini sangat tinggi. Jadi, jika nama jaksa berÂprestasi justru dibuang atau tiÂdak dipercaya menduduki jabaÂtan elit sebagai Kajati, kemÂungÂkinan akan berpengaruh terÂhaÂdap kinerja kejaksaan itu senÂdiri. Dia menyatakan, indikator tingkat keberhasilan kejaksaan menuntaskan perkara saat ini sangat tergantung pada kejakÂsaan di daerah. Jadi, samÂbungÂnya, jika calon kepala kejaksaan daerah tidak punya catatan prestasi prestisius, hendaknya tidak dipilih.
Dia menjanjikan, akan memÂpertanyakan persoalan tersebut dalam rapat dengar pendapat deÂngan pimpinan Kejagung. “Saya akan pertanyakan hal tersebut pada Jaksa Agung,†tuÂturnya. Selebihnya ia menÂgÂhaÂrapÂkan, Komisi Kejaksaan lebih intensif memantau kinerja Jaksa Agung dan jajarannya.
Persoalannya ucap politisi PartÂai Gerindra ini, Komisi KeÂjaksaan selama ini cenderung berÂsikap pasif. Padahal, meÂnurut Desmon, Komisi KeÂjakÂsaan memiliki kompetensi untuk memberikan penilaian terhadap seorang calon Kajati.
“Komisi Kejaksaan pasti punya catatan tentang track reÂcord jaksa-jaksa. Semestinya mereka dilibatkan dalam meÂnentukan calon Kajati. Saya yaÂkin mereka punya kapabilitas memberikan masukan positif,†imbuhnya.
Tanggung Jawab Jaksa Agung
Arsil, Peneliti LSM MaPPI
Jaksa Agung mengantongi hak menunjuk calon Kajati. Selama penunjukan didasari prinÂsip bahwa calon adalah kader terbaik, keputusan Jaksa Agung bisa dianggap hal yang wajar. Dengan situasi yang deÂmikian, keputusan Jaksa Agung tak perlu dipertentangkan atau diperdebatkan.
“Pada prinsipnya, penentuan calon Kajati bisa diambil oleh Jaksa Agung. Jaksa Agung meÂmiliki otoritas untuk itu,†ujar peneliti LSM Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI), Arsil.
Namun demikian, dia berÂpenÂdapat, sebaiknya pencaÂloÂnan Kajati dibahas melalui mekanisme yang ada. Petinggi kejaksaan seperti Jamwas dan Jamintel dinilai mempunyai cataÂtan prestasi para jaksa. “Tak hanya prestasi. Catatan hitam jaksa pun pasti ada.â€
Pencalonan dua jaksa yang masih di bawah pengawasan JamÂwas, lanjut Arsil, memang bisa menjadi preseden buruk bagi Kejagung. Namun, konseÂkuensi atas pemilihan dan peÂnunÂjukan jaksa tersebut nanÂtinya menjadi tanggung jawab Jaksa Agung.
Jika jaksa itu terÂnyata melemÂpem melÂakÂsaÂnaÂkan tugas seÂbaÂgai Kajati, maka dapat dipasÂtikan hal itu akan mencoreng citÂra Jaksa Agung dan korps Adhyaksa secara umum.
Arsil mengingatkan kembali, untuk menghindari terjadinya hal yang tak diinginkan, sebaikÂnya Kejagung memiliki arsip jaksa yang tersusun secara rapi. Dengan begitu, tiap catatan presÂtasi atau sanksi terhadap jaksa terekam dengan jelas.
“Ini akan memudahkan daÂlam membuka rekam jejak para jaksa. Yang mempunyai prestasi bagus akan kelihatan. Demikian juga dengan jaksa yang memÂpuÂnyai catatan buruk,†katanya.
Dengan terbukanya arsip berÂisi rekam jejak tersebut, maka keÂputusan Jaksa Agung menenÂtuÂkan calon Kajati bisa lebih muÂdah dievaluasi oleh jajaÂrannya. Nantinya, hal tersebut sedikit banyak membantu Jaksa Agung menentukan calon jaksa yang dipilih. “Hal ini juga bisa meminimalisir adanya sikap saling cemburu antar para jakÂsa,†tuturnya.
Selebihnya, dia meminta penunjukkan calon Kajati oleh Jaksa Agung bisa diselesaikan secara arif. Artinya, sikap Jaksa Agung mengenai hal ini tak perlu diperdebatkan secara berlebihan.
“Kita lihat saja apakah para Kajati tersebut mampu melakÂsanakan tugasnya dengan baik atau tidak,†imbuhnya. [rm]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
UPDATE
Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52
Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43
Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32
Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13
Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26
Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52
Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24
Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41