RMOL. Sugiarti duduk termenung di ruang tunggu Terminal Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Rabu siang (24/8). Kedua tangan perempuan yang bekerja di Pamulang, Tangerang Selatan ini memegang erat tiga kardus besar. Raut wajahnya sedikit gelisah.
“Busnya belum datang. Kalau sudah datang saya bisa sedikit tenang. Barang-barang bisa dimasukkan,†katanya.
Perempuan berusia 40 tahun ini sudah menunggu sejak pagi. “Saya sengaja berangkat pagi kaÂrena takut kena macet kalau beÂrangkat siang. Bisa-bisa ketingÂgalan bus,†ujarnya.
Sugiarti hendak mudik ke MaÂdiun, Jawa Timur. Ia sudah meÂngantongi tiket bus Laju Prima juÂrusan Jakarta-Madiun yang diÂbeli seÂharga Rp 360 ribu. “NaikÂnya dua kali lipat. Tapi mau giÂmana lagi daripada nggak muÂdik,†kataÂnya sambil menggerutu. Pada hari biasa harga tiket itu Rp 150 ribu.
Sugiarti yang menjadi pemÂbanÂtu rumah tangga mudik sendirian. Ia memilih mudik lebih awal agar tidak berdesak-desakan. “Tahun ini saya memaksakan diri pulang kampung karena tahun lalu tidak diperbolehkan majikan pulang karena harus mengurus rumah selama lebaran.â€
Sebenarnya, dia kurang suka beÂpergian dengan bus karena keÂrap terkena macet di jalan. “Awal puasa saya sudah ke Stasiun SeÂnen mau beli tiket kereta api keÂlas bisnis, tapi nggak kebaÂgian. Tiket habis tiket karena sudah habis,†katanya.
Kemarin, Terminal Lebak BuÂlus mulai dipadati penumpang yang hendak mudik Lebaran. RaÂtusan bus antar kota antar proÂpinÂsi (AKAP) memenuhi peÂlataran terminal. Hanya menyisakan ruangan selebar tiga meter untuk jalur keluar terminal.
Di tengah terminal terdapat bangunan dua lantai warna putih berbentuk L. Lantai bawah temÂpat loket penjualan tiket bus. PuÂluhan loket yang ada di sini diÂpeÂnuhi penumpang yang hendak membeli tiket mudik. Lantai atas digunakan sebagai kantor kepala terminal dan ruan tata usaha (TU).
Di sisi utara terminal diseÂdiaÂkan tenda berukuran 5x5 meter untuk tempat tunggu penumpang. Di bawah tenda tersedia kursi panÂjang yang bisa digunakan untuk tempat duduk. Tenda warna ungu ini dipenuhi puluhan pemudik yang membawa banyak barang bawaan.
Di atas tenda dipasang spanduk panjang warna biru yang berÂtuÂliskan imbauan “Belilah tiket di loket-loket yang tersedia. Jangan membeli tiket di luar loket. LaÂporÂÂkan kepada petugas apabila AnÂda melihat atau mengalami keÂjadian yang mengancam keseÂlaÂmatan anda selama di terminalâ€.
Di bagian barat terminal atau di belakang terminal busway diÂdirikan tenda kesehatan berÂukuÂran 4x5 meter. Bagi pemudik yang merasa tidak enak badan bisa mendatangi tenda warna putih. Di tenda tersebut tersedia berbagai macam obat-obatan.
Satu bed ditempatkan di dalam tenda untuk tempat pemeriksaan. Satu mobil ambulance juga diÂsiapkan di sini yang sewaktu-wakÂtu bisa digunakan kondisi darurat. Tenda yang didirikan Suku Dinas (Sudin) Kesehatan JaÂkarta Selatan ini dijaga empat petugas medis yang siap melaÂyani pemudik yang sakit.
Di samping kanan tenda medis berdiri tenda yang cukup besar berukuran 4x8 meter milik peÂtugas kepolisian. Pemudik yang mengalami kejadian tidak meÂngenakan bisa langsung melapor ke tenda ini.
Kepala Terminal Lebak Bulus, Jakarta Selatan, FK Wowor meÂngatakan, menghadapi mudik Lebaran 2011 pihaknya meÂningÂkatkan jumlah personel keÂamaÂnan sejak H-7 atau 23 Agustus 2011 sampai H+7.
“Dari polisi sebanyak 100 perÂsonel, petugas keamanan internal 60 orang, TNI 10 orang, anggota pramuka 20 orang, Satpol PP enam orang. Jadi totalnya hampir 200 orang yang jaga di sini setiap hari,†kata Wowor. Selain peÂngaÂmanan, pihaknya menyiapkan tim medis yang berasal dari Sudin Kesehatan Jakarta Selatan dan Puskesmas Cilandak.
Tim medis bertugas melakukan pemeriksaan terhadap penumÂpang maupun sopir bus yang melayani trayek antar kota antar propinsi.
Wowor menjelaskan, tes urine untuk supir bus mulai dilakukan sejak Selasa 23 agustus 2011. Ada 42 supir yang diperiksa.
Hasilnya, tak ditemukan supir yang menggunakan alkohol, narÂkoba dan zat-zat lain yang memÂbahayakan perjalanan. “Hanya ditemukan kondisi supir yang meÂngalami hipertensi dan tidak diÂtemukan supir yang mengÂkomÂsumsi alkohol,†katanya.
Tim medis lalu memberikan vitamin untuk memperkuat daya tahan tubuh para supir. “Kalau yang punya riwayat darah tinggi akan diberikan obat penurun hipertensi,†katanya.
Namun bila dikemudian hari ditemukan pengemudi bus yang menenggak alkohol dan berÂpoÂtenÂsi membahayakan penumÂpang, pihak terminal akan berÂkoordinasi dengan pemilik bus untuk mengganti supir itu.
Wowor menjelaskan ada 260 bus reguler yang siap meÂngangÂkut pemudik dari Terminal Lebak Bulus ke sejumlah daerah. Bila masih kurang, pihaknya akan menambah 140 bus lagi.
Pada H-7 sudah ada kenaikan jumlah pemudik yang berangkat dari terminal ini. “Jumlahnya menÂcapai 2 ribu orang atau naik 40 persen dari hari biasa,†kaÂtaÂnya.
Wowor mengungkapkan, maÂyoÂÂritas pemudik menuju ke kota-kota di Jawa Barat dan JaÂwa TeÂngah. “Ada 1.130 penumÂpang yang menuju Jawa Barat dan 624 peÂnumÂpang ke Jawa Tengah,†katanya
Ia memprediksi lonjakan penumpang sampai 5 ribu orang pada H-4 dan H-3. Jumlah pemudik lewat terminal ini juga diperkirakan naik dua sampai lima persen dibandingkan tahun lalu. Tahun lalu, jumlah pemudik mencapai 109.354 orang.
Pakai Doping Biar MelekSebagai supir bus, Budi SaÂnÂjaya harus kuat melek semalam suntuk demi sampai tujuan tepat waktu. Agar tetap terjaga, dia meÂnenggak kopi hitam selama perÂjalanan. “Saya anti mengÂgunaÂkan alkohol ataupun obat-obatan.
Walaupun banyak teman sesame sopir yang menggunakan obat E-10 untuk menghilangkan rasa ngantuk,†kata supir jurusan Jakarta-Tulungagung ini.
Obat E-10, jelas Budi, cukup manjur untuk menghilangkan ngantuk. Tapi, memiliki efek buÂruk yaitu ketagihan. “Kalau nggak minum obat itu, bisa ngantuk terus selama perjalanan,†katanya. Selain itu
dopping ini dapat menyebabkan tulang keÂropos bila diminum orang yang usianya di atas 40 tahun.
Untuk mengusir kantuk, Budi pun menyiapkan rokok. TemÂbaÂkau gulung itu hanya diisap bila bus masuk
rest area atau tempat istirahat.“Sambil mengecek konÂdisi kendaraan saya gunakan unÂtuk merokok agar tidak nganÂtuk di jalan,†katanya.
Selama mengemudikan bus, Budi harus mengekang nafsu untuk merokok. Perusahaan tempat bekerja, PO Harapan Jaya melarang keras supir merokok dalam perjalanan karena mengÂganggu penumpang. “Kalau peÂnumpang dilarang merokok, soÂpir juga dilarang,†katanya.
Stasiun Gambir Masih LengangDi Stasiun Gambir belum terÂlihat adanya lonjakan peÂnumÂpang kemarin. Beberapa kursi untuk tempat menunggu yang berada di lantai dua dan tiga maÂÂsih kosong. Hanya ada beÂberapa orang saja yang duduk-duduk samÂbil menunggu kereta jarak penÂdek seperti Bekasi dan Bogor.
Kepala Stasiun Gambir Edy Kuswoyo mengatakan, pada H-6 penumpang di sini masih normal seperti hari biasa, yaitu sekitar 6.000 orang.
Edy memperkirakan puncak arus terjadi pada H-4 atau Jumat mendatang (26/8), dengan jumÂlah pemudik diperkirakan seÂbanyak 12.000 orang.
Menurut Edy, untuk meÂnguÂrangi kepadatan penumpang, PT Kereta Api akan menambah lima kereta tambahan yang diÂoperasikan mulai 25 Agustus menÂdatang yang bisa meÂngangkut sekitar 5.000-6.000 orang tambahan penumpang.
Edy menuturkan, kondisi pada H-10 hingga H-8, arus peÂnumÂpang masih normal, seÂhingga semuanya dapat diangÂkut deÂngan kereta yang ada. “Tapi pada puncaknya nanti kita siapkan kereta tambahan,†ujar Edy.
Edy mengungkapkan, hingga senin (22/8) jumlah penumpang yang berangkat dari Stasiun Gambir sudah mencapai 12.900 orang, meningkat dibanding LeÂbaran tahun lalu yang mencapai 11.048 orang.
Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, kata Edy pihaknya telah menyiapkan pengamanan selama 24 jam untuk memberikan rasa aman kepada pemudik.
“Petugas keamanan dari TNI dan Polri ada 100 orang, seÂmenÂtara dari petugas keamanan interÂnal ada 60 orang, mereka akan berjaga setiap hari,†katanya.
Masinis Jalani Tes Bau NafasKepala Humas PT KAI Daop I Mateta Rizalulhaq mengaÂtaÂkan, sebanyak 200 masinis beÂserÂta asistennya menjalani peÂmeriksaan kadar gula darah dan alkohol di Stasiun Jatinegara. Pemeriksaan ini dilakukan guna memastikan kesehatan masinis dalam menjalankan tugas selama musim mudik lebaran.
Pemeriksaan dilakukan tim dokter PT KAI. Pemantauan terhadap kesehatan para masinis dilakukan selama 24 jam dan dilakukan bergantian oleh tiga dokter. “Bila dalam pemerikÂsaÂan nanti ada temuan pengÂguÂnaan alkohol, maka juru mudi kereta tersebut dinontugaskan seÂmentara,†katanya.
Pemantauan alkohol samÂbung Mateta dilakukan dengan menggunakan
alcohol breath detector. Pasien harus mengÂhemÂbuskan nafasnya di alat terÂsebut guna menghitung atau meÂngetahui apakah yang berÂsangÂkutan mengonsumsi alÂkohol atau tidak. “Kalau diteÂmuÂkan ada alkohol, mereka berarti tidak laik bertugas dan diistirahatkan,†jelas Mateta.
General Manajer Unit KeseÂhatan PT KAI, Rahadi Sulistyo, menuturkan, pemantauan keÂseÂhatan ini merupakan kegiatan rutin untuk menjaga kelaikan masinis dalam menjalankan tuÂgasnya. “Ini hanya pemeriksaan lanjutan saja. Sebenarnya peÂmeriksaan dilakukan 6 bulan sekali,†katanya.
Rahadi memaparkan, pola kerja masinis sudah diatur sedeÂmikian rupa oleh PT KAI. MesÂki dalam Undang-undang PerÂkeretaapian disebutkan maksÂiÂmum jam kerja masinis 8 jam per hari, PT KAI tidak mau amÂbil risiko. “Maksimum kerja yang kita pakai 4 jam untuk seÂtiap masinis,†tutupnya.
[rm]