RMOL. Tersangka kasus suap dan penyelewengan penyidikan, AKBP Achmad Rivai diperiksa tiga tim dari Direktorat Reserse Kriminal Umum, Direktorat Kriminal Khusus serta Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Metro Jaya.
Hal tersebut disampaikan KeÂpala Bidang Humas (KaÂbidÂhuÂmas) Polda Metro Jaya Kombes Baharuddin Djafar, kemarin. NaÂmun, kemana saja Rp 8,2 miliar yang diduga masuk lewat rekeÂning anak buah Rivai belum terÂurai. Padahal, bekas Kepala SatuÂan Remaja, Anak dan Wanita (KaÂsat Renakta) itu diduga hanya keÂbagian Rp 500 juta.
Keterlibatan Ajun Komisaris BeÂsar Polisi (AKBP) Achmad RiÂvai dalam kasus PT Sarana PerÂdana Indoglobal (SPI) bermula pada 2007. Kala itu, Rivai menÂjadi kepala penyidik kasus pengÂgelapan uang nasabah PT SPI. Tak tanggung-tanggung, 3.401 orang menjadi korban dalam kaÂsus investasi bodong ini.
Penanganan kasus PT SPI menÂjadi panjang lantaran dana hasil penjualan asetnya, yang seÂmesÂtiÂnya digunakan untuk mengganti uang para korban penggelapan tersebut, diduga diselewengkan okÂnum-oknum penyidik kepolisian.
Dari hasil penyidikan sementaÂra, diduga ada upaya pencucian uang hasil penjualan aset PT SPI yang mengalir ke rekening priÂbadi penyidik Aiptu Anang SuÂsanÂto, sebesar Rp 8,2 miliar. KeÂpada penyidik, Anang meÂngaÂku membuka rekening tersebut atas perintah atasannya, Rivai. Padahal, informasi aliran dana yang masuk kocek Rivai diduga hanya Rp 500 juta.
Kemana saja Rp 8,2 miliar itu meÂngalir? Direktur Reserse KriÂminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Sufjan Syarif menolak memberikan penjelasan. Dia hanya menyatakan, jajarannya tengah menghimpun data dan bukÂti-bukti kasus tersebut.
Saat dikonfirmasi mengenai pemerikÂsaan sederet nama bekas atasan maupun bekas bawahan Rivai yang diduga terlibat kasus ini, Sufjan memilih bungkam.
Kendati begitu, sumber
Rakyat Merdeka di lingkungan Dit ResÂkrimsus Polda Metro Jaya mengÂinÂformasikan, koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai aliran duit itu sudah membuahkan hasil. Menurut perwira menengah yang enggan disebut namanya ini, BI telah memblokir rekening Rivai dan rekening bekas anak buahnya itu.
Namun, sumber ini menolak menyebutkan berapa saldo di rekening Rivai dan Anang yang telah diblokir itu, berikut kapan transaksi antar rekening terjadi.
Menurut sumber ini, jajaran Krimsus tengah mendalami hal terÂÂsebut. Sejumlah pemilik reÂkeÂning yang angka transaksinya dianggap mencurigakan, samÂbungnya, telah dipanggil untuk dimintai keterangan. “Sedang diÂcek satu-satu. Untuk kepenÂtiÂngan apa transaksi itu dilÂaÂkuÂkan,†ucapnya.
Dia menambahkan, uang terÂsebut diduga transferan hasil penÂjualan aset PT SPI. Uang itu seÂdianya dipakai untuk mengÂganÂti uang nasabah yang digelapkan PT SPI. Namun entah meÂngaÂpa, untuk menampung dana hasil penjualan aset PT SPI, Rivai meÂmeÂrintahkan Anang untuk memÂbuka rekening.
Alhasil, tegas sumber ini, reÂkeÂning atas nama pribadi penyidik itu diduga menjadi tempat penÂcucian uang hasil penjualan aset PT SPI. “Akibat tindakannya, Rivai diperiksa tiga tim. Tim KrimÂsus, Krimum dan Propam. Dia diduga melanggar pidana umum, pidana khusus dan pelanggaran profesi. Otomatis ancaman hukuÂmannya berlapis,†tegasnya.
Ancaman hukuman berlapis terÂhadap Rivai ini, dibenarkan Kabid Humas Polda Metro Jaya BaÂharuddin Djafar. Menurut BaÂharuddin, setelah proses piÂdaÂnaÂnya tuntas di pengadilan, BidproÂpam akan menentukan sanksi atau hukuman atas pelanggaran kode etik dan profesinya.
“Kalau pengadilan menghuÂkum tersangka, dia bisa langsung dicopot dari kepolisian secara tidak hormat,†katanya.
Sementara itu, perwira pertama yang tak mau disebutkan namaÂnya bercerita tentang kondisi Rivai selama menghuni sel isolasi di Markas Polda Metro Jaya. MeÂnurut dia, bekas Kapolsek Tanah Abang, Jakarta Pusat itu hanya pasrah. Soalnya, kata dia, tiapkali menjalani pemeriksaan, Rivai sama sekali tidak didampingi pengacara, baik pribadi ataupun dari institusi.
“Ia belum mengajukan perÂmintaan untuk didampingi peÂngacara. Katanya sih, dia siap salah saja, siap menjalani semua proses kasus ini.â€
Hendaknya Diusut Sampai TuntasEva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPRKasus-kasus besar, apalagi yang merugikan masyarakat luas, hendaknya diusut secara tuntas. Tidak boleh ada perkara yang dimasukkan peti es, apaÂlagi dijadikan ajang untuk meÂngeruk keuntungan pribadi. Peringatan itu dilontarkan angÂgota Komisi III DPR Eva KuÂsuma Sundari, kemarin.
“Setiap kasus yang terkait duÂgaan penyelewengan penegak huÂkum juga tidak boleh dihenÂtikan. Pengusutannya pun harus dilakukan cepat agar tidak terÂkontaminasi kepentingan lain. Sehingga, kasus seperti itu bisa tuntas menyeluruh, tidak tebang pilih,†tandas anggota Fraksi PDIP ini.
Menurut Eva, penindakan terÂhadap oknum penegak huÂkum yang melanggar hukum tenÂtu harus lebih berat. Soalnya, sebagai orang yang mengerti huÂkum, hendaknya memÂbeÂriÂkan contoh baik kepada masyaÂrakat. Bukan sebaliknya, meÂmanÂfaatkan pemahaman huÂkumÂnya untuk melanggar huÂkum. “Hukumannya bisa dua kali lebih berat dengan tindak kejahatan yang dilakukan orang biasa atau sipil. Biar ada efek jera,†tandas politisi asal Jawa Timur ini.
Dia juga mengingatkan, anÂcaÂman hukuman yang lebih beÂrat diharapkan dapat membuat oknum petugas lain, dalam hal ini penyidik kepolisian lebih berÂhati-hati menangani perkara. Prinsip kehati-hatian ini, meÂnurut Eva, masih sangat minim atau kurang. Dia melihat, masih ada gejala aparat kerap meÂmanÂfaatkan kasus yang ditaÂngaÂninya untuk mendapat keÂunÂtungan pribadi.
Dari gejala tersebut, Eva meÂngaÂjak seluruh komponen maÂsyarakat mengawasi kinerja penyidik. Selain itu, dia meÂnyaÂtakan, pembinaan mental dan pengawasan yang intensif saÂngat dibutuhkan guna menjaga kredibilitas hasil penyidikan.
Sementara itu, menurut KeÂpala Bidang Humas Polda MetÂro Jaya Kombes Baharuddin Djafar menyatakan, setelah proses pidananya tuntas di peÂngadilan, Bidang Propam Polda Metro Jaya akan menentukan sanksi atau hukuman atas peÂlanggaran kode etik dan profesi terhadap AKBP Achmad Rivai. “Kalau pengadilan mengÂhuÂkum tersangka, dia bisa langÂsung diÂcopot dari kepolisian seÂcara tiÂdak hormat,†katanya.
Tidak Mungkin Jeruk Makan JerukNeta S Pane, Koordinator LSM IPW Dugaan keterlibatan bekas ataÂsan dan bekas bawahan AKBP Achmad Rivai dalam kasus ini, menurut Koordinator LSM Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, perlu disoÂrot. Menurut dia, jika kepolisian serius menuntaskan kasus ini, maka keraguan masyarakat tentang tidak independennya polisi bisa berkurang.
Menurut Neta, usaha meÂningÂkatkan kepercayaan publik kepada kepolisian harus dibukÂtikan melalui penindakan okÂnum internalnya lebih dulu. “Jika ada dugaan pelanggaran oleh oknum kepolisian, maka haÂrus ditindak sesuai dengan proÂsedur. Jangan malah dilinÂduÂngi,†ujarnya, kemarin.
Kalau Korps Bhayangkara justru memberikan kesan meÂlindungi oknum kepolisian yang salah, maka keraguan maÂsyarakat terhadap kepolisian akan semakin tebal. Dengan sendirinya, tandas dia, ungÂkaÂpan tidak mungkin “jeruk maÂkan jeruk†terus melekat di kepolisian. “Nah, Polri seÂkaÂrang sudah harus berubah. TingÂgalkan kultur lama yang sudah usang,†saran dia.
Lantaran itu, Neta menegasÂkan, siapapun yang terlibat, baik bekas atasan maupun beÂkas bawahan tersangka AKBP Achmad Rivai mesti diperiksa. Pemeriksaan pun hendaknya dilakukan secara transparan atau disampaikan kepada maÂsyaÂrakat, meski materi peÂmeÂriksaannya tidak dibeberkan seÂcara detail. Keterbukaan itu perÂlu agar masyarakat tidak curiga pada kepolisian yang mengusut kasus ini. Agar tidak timbul keÂsan tebang pilih dalam penaÂngaÂnan kasus tersebut.
“Jika bekas atasan tersangka terlibat, hendaknya disampÂaiÂkan apa peran mereka. SebaÂlikÂnya, jika memang tidak terlibat, harus ada penjelasan supaya nama mereka tetap bersih,†kaÂtanya seraya menambahkan agar kasus ini kelak dibawa ke Pengadilan Tindak Pidana KÂoÂrupsi (Tipikor).
Dari hasil penyidikan semenÂtara, diduga ada upaya penÂcuÂcian uang hasil penjualan aset PT SPI yang mengalir ke rekeÂning priÂbadi penyidik Aiptu Anang SuÂsanto, sebesar Rp 8,2 miliar.
Kepada penyidik, Anang meÂngaku membuka rekening terÂseÂbut atas perintah atasannya, RiÂvai. Padahal, informasi aliran dana yang masuk kocek Rivai diduga hanya Rp 500 juta.
Kemana saja Rp 8,2 miliar itu mengalir? Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Sufjan SyaÂrif meÂnolak memberikan penjelasan. Dia hanya menyatakan, jajaÂranÂnya tengah menghimpun data dan bukti-bukti kasus tersebut.
Saat dikonfirmasi mengenai pemeriksaan sederet nama beÂkas atasan maupun bekas baÂwahan Rivai yang diduga terÂlibat kasus ini, Sufjan memilih bungkam.
[rm]