RMOL.Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan imbauan kepada para pejabat agar menolak kiriman parcel menjelang hari raya Lebaran. Sebab, bingkisan itu bisa menjadi gratifikasi.
Apakah imbauan ini dipatuhi para pejabat Kejaksaan Agung? Berikut liputan Rakyat Merdeka.
Kertas ukuran A3 ditempel pos jaga di depan rumah bernomor A6 di Kompleks Adhyaksa, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Tanpa mengurangi rasa horÂmat Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan tidak menerima bingkisan dalam bentuk apapun dan dari siapapun oleh internal maupun eksternal kejaksaan baik yang di antar langsung maupun dikirim lewat ekspedisi. DeÂmiÂkian tulisan di kertas itu.
Rumah berlantai satu yang berdiri di tanah seluas 700 meter persegi itu adalah rumah dinas Jaksa Agung Muda Bidang PeÂngawasan (JAM Was), Marwan Effendy.
Dua petugas jaga terlihat sibuk menyiram tanaman yang berada di halaman depan rumah. HalaÂman itu dipenuhi pohon-pohon besar. Cuaca panas pada Jumat siang lalu (8/8) membuat perÂcikan air di tanah cepat menguap.
Di depan pagar rumah terdapat taman kecil yang ditumbuhi berÂaneka tanaman setinggi dua meter menciptakan suasana asri.
Di depan taman kecil ini terÂdaÂpat pagar warna putih setinggi 165 centimeter yang menutupi seluruh bagian depan rumah. UnÂtuk masuk ke dalam rumah ini terdapat dua pintu yang terletak di samping kanan dan kiri pagar.
Pintu sebelah kanan selebar tiga meter untuk masuk mobil menuju garasi. Pintu masuk sebelah kiri juga memiliki lebar sama, tapi diperuntukkan bagi jalan orang.
Di samping kiri pagar terdapat pos jaga 2x3 meter. Pos itu dipaÂsangi kaca hitam di bagian yang menghadap jalan. Pos ini diÂlengkapi televisi 14 inci. PeralaÂtan lainnya yang ada di sini adaÂlah senter.
Di depan pos disediakan bangÂku panjang dari kayu untuk duÂduk-duduk. Di bagian belakang dijadikan tempat parkir sepeda motor milik petugas jaga.
Tempat parkir dinaungi atap dari polycarbonate hijau. Jalan meÂnuju teras rumah terletak perÂsis di depan pos jaga. Jalan itu diÂlapisi cone block. Sebuah kaÂraÂngan bunga diletakkan di situ. IsiÂnya ucapan selamat ulang tahun keÂpada Marwan Effendy. PengiÂrimÂnya Asisten Intelijen KejakÂsaan Tinggi Bengkulu, Soeprihanto.
Teras rumah dilindungi kanopi yang terbuat dari dak beton yang dicat hitam dipadu warna cream. Di depan teas terdapat taman yang ditumbuh tanaman bonsai dan pedang-pedang. Hamparan rumput tampak menghijau kaÂrena dirawat.
Di tengah taman dipasang tiang bendera warna putih lengkap deÂngan tali pengerek untuk meÂnaikkan bendera.
Di teras rumah tersedia dua kursi yang dilengkapi meja kecil bulat. Pintu masuk rumah terletak di sisi kanan teras. Pintu dengan dua anak daun itu dicat warna cokÂlat tua. Di samping pintu ruÂmah terdapat jendela besar deÂngan kaca transparan dan gorden putih di baliknya.
Garasi yang bisa memuat dua mobil terletak di bagian kanan rumah. Pintunya model lipat. Tak terlihat ada mobil yang parkir di situ.
Melihat kedatangan Rakyat MerÂdeka, seorang pria mengÂhamÂpiri. Ia mengaku bernama SuÂripÂto, penjaga rumah dinas itu. MeÂnurut dia, Marwan selalu meÂwanÂti-wanti semua petugas jaga agar menolak kiriman bingkisan. “Ini sudah perintah Bapak untuk seÂlalu menolak parcel yang diÂbeÂriÂkan dari siapapun,†katanya.
Suripto mengungkapkan, sebeÂlumnya hampir setiap bulan ada orang yang mengirim bingkisan ke sini. “Tapi sejak tiga bulan terÂaÂkhir ini sudah tidak ada yang kiÂrim parcel ke sini. Mungkin kaÂrena ada pengumuman jadi meÂreÂka sudah tahu,†katanya. BiasaÂnya bingkisan yang dikirim berisi buah-buahan dan makanan.
Tapi, menurut Suripto, MarÂwan tak menolak bila dikirimi kaÂrangan bunga. “Kalau karangan bunga kan hanya ucapan saja dan tidak ada kepentingan apa-apa,†katanya. Karangan bunga dari Asintel Kejati Bengkulu menjadi buktinya.
Suripto mengungkapkan, MarÂwan hanya menempati rumah diÂnas Senin sampai Jumat. “Di sini Bapak tinggal sendirian hanya ditemani pembantu,†katanya.
Pada akhir pekan, Marwan pulang ke rumah pribadinya di Bandung, Jawa Barat. “Semua keluarganya di Bandung,†kata Suripto.
Selain di rumah dinas, Marwan Effendy juga memasang larangan menerima barang maupun suap di kantornya. Gedung JAM Was beÂrada di sebelah utara Kompleks Kejaksaan Agung. Bangunannya berlantai empat.
Larangan itu ditempel di kertas di samping pintu masuk Gedung JAM Was. Larangan ini bukan hanya berlaku bagi Marwan, tapi semua pegawai JAM Was mauÂpun kejaksaan.
“Tanpa mengurangi rasa hormat, siapapun dilarang keras memberi uang atau barang atau menjanjikan sesuatu dalam bentuk apapun kepada jaksa atau pegawai pada jaksa agung muda pengawasan termasuk dari internal kejaksaan.†Demikian isi laranganya.
Sebuah kertas berisi penguÂmuÂman juga ditempel di bawahnya. “Pemberitahuan apabila sauÂdaÂra menerima telepon atau pesan yang mengatasnamakan Jaksa Agung Muda Pengawasan dan atau pejabat laiannya di lingÂkuÂngan pengawasan diminta untuk berhati-hati dan tidak melayani permintaannya serta mengÂkonÂfirÂmasikan melalui telepon nomor 021.7208748â€. Demikian isi peÂnguÂmuman itu.
Kembalikan Atau Kena Sanksi
Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (JAM Was) Marwan Effendy menegaskan jaksa di pusat maupun daerah dilarang menerima parsel lebaran.
“Dilarang karena itu sama dengan gratifikasi,†kata bekas Jaksa Agung Muda Tindak PiÂdana Khusus (JAM Pidsus) ini.
Marwan mengatakan larangan ini sesuai dengan imbauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Pasalnya, tindakan meÂnerima parsel atau bingkisan apapun untuk PNS itu termasuk gratifikasi,†ujarnya.
Menurut Marwan, jaksa hanya boleh menerima parsel yang diÂkirim kantornya sendiri atau sanak famili yang tak memiliki kepentingan apa-apa.
Jika jaksa menerima parsel dari pihak luar, kata Marwan, dia haÂrus mengembalikannya. “Jika tiÂdak dikembalikan akan diÂkeÂnaÂkan sanksi disiplin. Penanganan hukuman lebih lanjut tergantung motif dan nilai pemberian.â€
Marwan mengaku sudah meÂmaÂsang larangan kepada pihak luar untuk mengiriminya bingÂkisan. “Di rumah dinas saya maÂlah (pengumumaman tak meÂnerima parsel) dipasang di peÂnÂjagaan,†katanya.
Nilainya Tak Boleh Lebih Rp 500 Ribu
Komisi Pemberantasan KoÂrupsi (KPK) mengimbau keÂpada semua pejabat negara baik yang berada di pusat maupun yang ada di daerah tidak meÂnerima kiriman parsel selama Lebaran.
Menurut Kepala Humas KPK Johan Budi SP, pihaknya telah mengirim surat imbauan itu ke seluruh instansi pemerintah.
Johan mengatakan, setiap taÂhun KPK rutin mengirimkan suÂrat edaran yang berisi himbauan tidak menerima parsel kepada instansi pemerintahan. “BiaÂsaÂnya kami mengirimkan dua kali selama setahun. Dua minggu seÂbelum lebaran dan setiap akÂhir tahun,†katanya.
Johan menyarankan kepada pihak yang hendak mengirim parsel kepada pejabat agar meÂngurungkan niatnya. SebaikÂnya, bingkisan itu dikirim keÂpaÂda orang yang lebih memÂbutuhkan. Misalnya dikirima ke panti asuhan atau anak yatim-piatu.
KPK tak mempermasalahkan pejabat atas yang memberikan parÂcel atau bingkisan kepada baÂwahannya. “Tapi bila baÂwahan memberi atasan itu baru bermasalah karena tentu ada maksud tertentu,†kata Johan.
Bagi pejabat negara yang sudah telanjur menerima parcel harus melapor KPK terlebih dahulu untuk diketahui berapa besar nilainya.
“Kalau nilainya di bawah Rp 500 ribu akan menÂjadi milik penerima. Tapi bila nilainya di atas itu akan disita untuk diÂlelang,†katanya.
Apakah pejabat yang terima parcel akan diproses hukum? MeÂnurut Johan, KPK tak akan langÂsung memprosesnya. Perlu dilihat dulu tingkat kesalahannya.
“Bila mereka menerima parÂcel terus tidak melaporkan ke KPK dan ada unsur gratifikasi daÂlam pemberian tersebut, kami akan memproses lebih lanjut secÂara pidana,†katanya. [rm]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
UPDATE
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:44
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:22
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:19
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:08
Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:41
Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:39
Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:29
Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:15