RMOL. Jati berdiri tegap di belakang pintu masuk Rumah Tahanan (Rutan) Salemba di Jalan Percetakan Negara Nomor 88, Jakarta Pusat, Rabu siang (10/8). Kedua tangannya memegang kunci pintu masuk. Ia akan membuka pintu bila ada orang yang ingin membesuk keluarganya yang mendekam di situ.
Pria yang berprofesi sebagai petugas jaga Rutan ini matanya selalu awas bila ada pengunjung.
Jati mengatakan, bila ingin masuk ke dalam Rutan Salemba harus melapor telebih dahulu ke petugas pendaftaran. Setelah mendapat nomor antrean baru bisa masuk ke dalam.
Namun, bila ingin meliput ke dalam Rutan atau bertemu deÂngan narapidana, kata Jati, harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Kepala Kantor Wilayah KeÂmenterian Hukum dan HAM DKI Jakarta atau ke Direktur Jenderal Pemasyarakatan. “Kalau sudah dapat izin dari mereka, baru diperbolehkan masuk,†katanya.
Akan tetapi bila ingin waÂwaÂnÂcara dengan kepala rumah tÂaÂhaÂnan (karutan), kata Jati, bisa langÂsung menuju ke ruangannya tanÂpa harus ada izin terlebih dahulu. “Tapi sekarang Karutan sedang tiÂdak ada di sini (Rutan) karena ada acara di Kanwil (Kemenkum dan HAM Jakarta),†katanya.
Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan larangan peÂliputan di dalam penjara. LaraÂngan ini dituangkan dalam surat edaran Direktur Jenderal PeÂmaÂsyarakatan (Dirjenpas) Nomor PAS.HM.01.02.16 tertanggal 10 Mei 2011.
Edaran ini berisi.
Pertama, seÂtiap narapidana atau tahanan tiÂdak diperkenankan diwawancara baik langsung maupun tidak langsung, melalui media cetak muÂpun elektronik antara lain beÂrupa wawancara,
talkshow, teleconference, maupun rekaman.
KeÂdua, setiap lapas atau rutan tidak diperbolehkan sebagai temÂpat peliputan dan pembuatan film. Karena selain mengganggu kegiatan pembinaan dan merusak ketentraman penghuni, juga akan berdampak pada gangguan siÂsÂtem keamanan Lapas atau Rutan.
Ketiga, peliputan untuk keÂpenÂtingan pembinaan dan doÂkuÂmentasi negara dapat dilakukan seÂcara selektif setelah mendapat izin dari Dirjenpas atau bila perlu dari Menteri Hukum dan HAM.
Sebagai petugas jaga, keÂluarnya larangan bagi peliputan di rutan tak mengagetkan Jati. SeÂbab, kata dia, selama ini untuk liÂputan di rutan ini harus mendapat izin dari Kanwil. “Bila belum ada izin, maka tidak diperbolehkan masuk.†Surat edaran ini memÂperÂkuat aturan yang telah diteÂrapkan di Rutan Salemba.
Di depan Rutan Salemba yang berdiri sejak 1918 dengan luas seÂbesar 42.132 meter persegi ini berÂdiri tenda semi permanen berÂukuran 4x3 meter.
Di bawah tenda warna biru diletakkan enam kursi panjang diperuntukkan bagi pengunjung yang antre masuk ke dalam.
Sebelum masuk ke dalam, peÂngunjung lebih dahulu meÂngamÂbil formulir di loket yang berada di depan tenda. Loket yang diÂbatasi kaca dengan lubang kecil di bagian bawah itu dijaga dua petugas.
Di bagian depan loket ditempel papan pengumuman waktu berÂkunjung. Waktunya Senin samÂpai Minggu mulai pukul 09.30-15.30 WIB, dengan waktu istiÂraÂhat mulai pukul 12.00-13.00 WIB.
Untuk hari Jumat tidak ada jadwal kunjungan. Di bawah pengumuman waktu kunjungan ditulis peraturan berkunjung. Yakni maksimal selama 30 menit, kunjungan tidak dipungut biaya dan dilarang berkunjung malam hari. Di dinding sebelah kanan loket pendaftaran, ditempel papan pengumuman yang tak terlalu besar.
“Pelayanan kunjungan tidak dipungut biaya. Pengunjung diÂlarang memberikan suap kepada petugas dengan bentuk dan keÂpenÂtingan apapun. Petugas juga dilarang melakukan pungutan liar dengan bentuk dan kepenÂtiÂngan apapunâ€. Demikian tulisan di papan itu.
Setelah mengambil formulir kunÂjungan, pengunjung kemuÂdian mengisinya. Sebagai tempat menulis disediakan meja setinggi perut orang dewasa yang bisa diÂguÂnakan empat orang sekaligus.
Bagaimana dengan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) CiÂpiÂnang? Apakah juga telah meneÂrapkan larangan itu? Menurut Kepala Lembaga PeÂmaÂsyaÂraÂkatan (Kalapas) Cipinang, Wayan Sukerta, surat edaran Dirjenpas yang melarang media untuk meliput kegiatan di lapas sudah diterapkan di LP Cipinang sejak lama.
Bahkan sebelum adanya peÂraÂturan, kata Wayan, Lapas CiÂpiÂnang juga memberlakukan aturan bahwa wartawan yang ingin meliput ke dalam harus dapat izin dari Dirjen Pemasyarakatan atau Kantor Wilayah Kementerian HuÂkum dan HAM DKI Jakarta.
Kenapa surat edaran itu tak ditempel? Wayan beralasan, wartawan pasti sudah mengetahui aturan baru itu.
Wayan meminta jangan meÂlihat surat edaran itu dengan cara yang kaku. “Bisa saja wartawan yang ingin meliput ke dalam LP Cipinang izin melalui saya daÂhulu, kemudian saya yang meÂneruskannya ke Dirjen bila ingin meliput sesuatu yang penting,†katanya. Yang penting, kata Wayan, semua peliputan bertuÂjuan positif untuk membangun Lapas agar lebih baik ke depan.
Wayan menjelaskan, unsur pemÂbinaan kepada narapidana yang ada didalam Lapas bisa berÂjalan dengan baik bila dilakukan oleh tiga eleman. Yaitu, petugas. Kedua, narapidana dan ketiga, masyarakat.
Dengan adanya dukungan dari masyarakat termasuk di daÂlamÂmya pers, lanjut dia, pembinaan naraÂpidana yang ada di dalam Lapas akan berjalan dengan baik.
Peraturan Internal Tak Boleh Langgar UUKetua Komisi Pengaduan MaÂsyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers Agus Sudibyo meÂngatakan, larangan peliputan di rumah tahanan ataupun di lemÂbaga pemasyarakatan berleÂbiÂhan. Penerapan aturan itu mengÂhamÂbat akses wartawan memperoleh informasi.
“Kenapa hanya berlaku untuk wartawan, harusnya untuk seÂmua orang,†katanya. MenuÂrutnya, harusnya aturan-aturan seperti itu diperuntukkan bagi semua orang, bukan hanya unÂtuk wartawan. “Mestinya ada perlakuan yang simetris,†ujarnya.
Agus mengungkapkan, kasus serupa bukan hanya di lapas. Kata dia, saat ini Dewan Pers juga teÂngah memantau larangan liputan di sebuah sekolah di PuÂloÂgadung. Di situ, wartawan haÂnya bisa meÂliput jika menganÂtongi izin terÂlebih dahulu dari Dinas Pendidikan.
Dewan Pers, tegas Agusm daÂlam waktu dekat Dewan Pers akan mengundang Kementerian HuÂkum dan HAM untuk meminÂta penjelasan atas terbitnya surat edaran itu.
Tetapi sebelum itu, Dewan Pers akan mempelajari terlebih dahulu aturan internal yang dibuat oleh kementerian yang terkait.
“Kita mau cari dulu peratuÂrannya seÂperti apa. Kita pelajari, lalu kita undang pihak KeÂmenÂterian ke Dewan Pers,†katanya.
Menurut Agus, sebetulnya seÂtiap lembaga memiliki hak unÂtuk membuat peraturan di intÂerÂnalÂnya. Asal saja tidak bertenÂtangan dengan Undang-undang Pers dan Undang-Undang KeÂbebasan InÂformasi Publik. “Yang penting tiÂdak melanggar itu,†katanya.
Menkumham: Tidak Tertutup Sama SekaliMenteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum dan HAM) Patrialis Akbar meÂngatakan, surat edaran DiÂrektorat Jenderal PemÂasÂyaÂraÂkatan Kementerian Hukum dan HAM yang melarang wartawan tidak boleh meliput di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dimaksudkan untuk menjaga kenyamanan semua pihak yang berada di dalam penjara.
“Oh, tidak mengekang keÂbebasan pers, justru untuk menjaga kenyamanan semua piÂhak, termasuk juga kenyaÂmaÂnan pegawai yang bekerja disitu,†kata politisi PAN.
Patrialis menjelaskan, awak media masih tetap bisa melaÂkuÂkan aktifitas peliputannya di dalam penjara. Namun, setiap aktifitas yang dilakukan harus seizin Dirjen PemaÂsyaÂrakatan (Dirjenpas).
“Tapi boleh masuk ada saatÂnya, kan disitu ada pengÂeÂcuÂaÂlian, kecuali atas izin DirÂjenÂPas. Jadi tidak tertutup juga, tapi terkoordinir lebih baik. Istilahnya teman-teman mau kesana, ya udah maksudnya apa mau ketemu siapa, nanÂtikan bisa koordinasi, sudah izin sama DirjenPas, sehingga kawan-kawan yang bekerja di Lapas pun merasa tenang,†ungkapnya.
Menurut Patrialis, kehaÂdiran pers secara intens tanpa disadari justru bisa mengganggu aktivitas petugas di dalam lemÂbaga pemasyarakatan (lapas) atau rumah tahanan (rutan).
Intensitas pers memberitakan informasi yang berhubungan dengan narapidana atau tersangka yang ditahan dari dalam tahanan, lanjutnya, juga berpotensi mengÂganggu proses penyidikan kasus.
“Ya pasti ada plus minusnya, ada saatnya wartawan boleh maÂsuk, tapi tidak sebebas-bebasnya. Karena itu juga akan mengÂgangÂgu orang-orang yang ada di daÂlam. Yang jadi pikiran juga jaÂngan nanti adanya pikiran bahwa wawancaranya ada unsur-unsur politik,†katanya.
Ditegaskan Patrialis, perÂnyÂÂaÂtaan pelarangan media tersebut yang dilontarkan sebagian pihak justru tidak akan bermanfaat. Pasalnya, melarang pers melakuÂkan tugas peliputan, sama saja melanggar hukum. Kalau ada ungkapan seperti itu, justru akan membuat sesuatu yang tidak bermanfaat.
“Kan sekarang zaman sudah terÂÂbuka, tapi kan juga tidak mungÂkin melarang teman-teman pers untuk memberitakan sesuaÂtu, karena itukan juga melanggar hukum kan,†katanya.
[rm]