RMOL. “Demokrasi harus berlandaskan kedaulatan hukum dan persamaan setiap warga negara tanpa membedakan latar belakang ras, suku agama dan asal muasal di muka undang-undang.â€
Perkataan Abdurrahman Wahid itu diabadikan dalam posÂter yang dipajang di ruang tunggu di samping lift lantai satu gedung PeÂngurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Foto pria yang akrab disapa Gus Dur yang meÂngeÂnaÂkan jas hitam dan dasi kuning tuÂrut melengkapi poster itu.
Di sebelahnya terdapat poster lain. Tampak poster Gus Dur seÂdang duduk di kursi. Di belaÂkangÂnya, berdiri tiga orang bule meÂngenakan jas.
“If today there are people calÂling Islam bad names, we will teach them that Islam is peaÂceÂful.†Kutipan pernyataan Gus Dur diletakkan di bagian atas poster.
Di atas kedua poster dipasang tuÂlisan “Pojok Gus Dur†lengÂkap dengan sketsa wajah preÂsiden keÂempat itu tengah terÂtaÂwa. Dua lampu sorot menerangi kedua poster.
Di balik ruang tunggu ini terÂdapat sebuah lorong. Ada lima ruangan di selasar ini. Ruangan yang terletak di pojok kanan agak istimewa. Di sinilah Gus Dur berÂkantor sebelum maupun sesudah lengser dari presiden.
Minggu lalu (7/8), Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj meresmikan ruang kerja Gus Dur sebagai perpustakaan umum. Perpustakaan ini diberi nama “PoÂjok Gus Durâ€. Empat putri Gus Dur turut menghadiri peresmian. Pojok Gus Dur meliputi ruang tungÂgu maupun ruang kerja cucu pendiri NU KH Hasyim Asy’ari itu.
Kemarin,
Rakyat Merdeka melihat-lihat tempat ini. Ruang tunggu menuju ruang kerja Gus Dur dilengkapi meja resepsionis dan lima kursi tamu. Tak ada orang menjaga meja itu.
Walaupun telah diresmikan, menurut Suroso, staf kantor PBNU, Pojok Gus Dur masih dibenahi. Kata dia, masih banyak buku-buku yang belum ditata.
“Mungkin dalam waktu dekat ini baru dibuka untuk umum. Kemarin baru diresmikan, jadi masih belum siap sepenuhnya.â€
Di lorong tampak lukisan berÂukuran 2x2 meter belum dipaÂsang. Lukisan yang mengÂgamÂbarÂkan Gus Dur tengah dibisiki seÂseorang yang memiliki sayap di punggungnya, disenderkan ke dinding. Lukisan itu karya DaÂnarto. Menurut Suroso, kunci ruangan dipegang anak-anak Gus Dur. “Kalau mereka ke sini baru dibuka. Pegawai di sini nggak ada yang pegang kuncinya.â€
Untuk masuk ke ruang kerja Gus Dur melalui pintu nomor dua di lorong. Berbelok ke kanan terÂdapat sebuah pintu. Begitu diÂbuka terhampar ruangan berÂukuÂran 4x5 meter.
Di sebelah kiri pintu masuk diÂtemÂpatkan meja kerja Gus Dur yang dilengkapi dengan kursi pijat warna hitam. Di meja warna krem itu diletakkan peci dan tasÂbih yang sering dipakai Gus Dur.
Di atas kursi ditempel pigura warÂna hitam dengan lambang Burung Garuda warna emas. Di samping kiri pigura diletakkan jam dinding.
Di sebelah kanan meja kerja ditemÂpatkan meja setinggi satu meter warna coklat. Di atas meja dipajang lukisan Gus Dur meÂngenakan jas dengan sorban di pundak kanan dan sajadah di tangan kiri.
Di tengah-tengah ruangan diÂtempatkan meja berukuran 1x2 meter. Enam kursi mengelilingi meja itu. Dua
microphone dilÂeÂtakkan diatas meja.
Di sekeliling dinding ruangan dipenuhi rak buku empat tingkat. Berbagai ragam buku mulai filÂsafat sampau buku-buku hasil kajian pemikiran Gus Dur diÂtempatkan di sini.
Kenapa disebut Pojok Gus Dur? Alissa Wahid, putri sulung Gus Dur menjelaskan, ayahnya menghabiskan hidup untuk memÂbela mereka yang terpojok.
“Di sudut ini tempat beliau berkarya memberi manfaat bukan cuma NU tapi juga masyarakat InÂdonesia.â€
Alissa menceritakan, ruang itu pernah dikunjungi para pemuka dari berbagai macam agama, poÂlitikus, aktivis, demonstran samÂpai rakyat biasa. “Bahkan pernah seorang pendeta yang patah seÂmaÂngat kembali bangkit semaÂngatnya untuk melakukan pelaÂyanan setelah bertemu Gus Dur di pojok itu.â€
Ia berharap dengan dibuka PoÂjok Gus Dur bisa memberikan insÂpirasi bagi perjuangan menÂjaga persatuan dan kesatuan bangÂsa seperti yang dilakukan Gus Dur. “Semoga lahir pemikir kritis yang dapat meneruskan pemikiran Gus Dur.â€
Inspirasi itu bisa diperoleh dari koleksi sebagian buku,
audia books, kaset, foto, dan CD milik Gus Dur yang tersimpan di ruang kerjanya.
Pojok ini juga menjadi stiÂmuÂlan pembukaan pojok-pojok lain di seluruh Nusantara, “Semakin beraneka, semakin baik bagi kita,â€katanya Selain menjadi perÂpustakaan, Pojok Gus Dur dihÂaÂrapkan jadi pusat dokumentasi dan kenangan.
“Di sini akan d simpan koÂleksi buku-buku, kaset-kaset waÂyang, ceÂramah, artikel-artikel dan 150 buku-buku tentang Gus Dur yang ditulis oleh orang lain,†ujarnya.
Sumpek Tapi Dikunjungi Orang HebatKetua Umum Pengurus BeÂsar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj setuju bekas ruang kerja Gus Dur dijadikan perpustakaan dan pusat dokumentasi umum.
“Ketika Mbak Inayah Wahid datang ke rumah dan mengutarakan niatnya tentang Pojok Gus Dur ini, saya langÂsung setuju. Mengapa? Agar semangat Gus Dur tetap hidup di PBNU,†katanya. Inayah adalah putri bungsu Gus Dur.
Said menegaskan akan tetap mempertahankan prinsip perÂjuangan Abdurrahman Wahid melalui Pojok Gus Dur.
“Gus Dur merupakan sosok yang viÂsioÂner yang memiliki wawaÂsan keislaman dan keÂbangsaan tinggi,†katanya. TanÂpa bermaksud mengaÂgungÂkan, Said Aqil menyebut preÂsiÂden keempat ini memiliki keÂmiripan dengan pendahulunya.
“Kata pojok ini menarik, Rasulullah berjuang dari poÂjok Gua Hira. Mbah Hasyim (Asy’ari), Kyai Wahid (Hasyim) juga. Nah Gus Dur juga memiliki pojok PBNU. Tapi dahulu kala ruangannya sumpek, tapi tamuÂnya luar biasa,†ungkapnya.
Hasyim Asy’ari adalah pendiri NU. Ia kakek Gus Dur. SedangÂkan Wahid Hasyim yang pernah duduk sebagai menteri agama di era Soekarno adalah ayah Gus Dur.
Selama gedung PBNU masih berdiri, lanjut Said Aqil, selama itu pula Pojok Gus Dur akan tetap ada. “Di ruangan itu saya bertemu pertama kalinya dengan banyak orang dari segala macam lapisan masyarakat. Ruangan itu sangat bersejarah,†katanya.
Menurutnya, Gus Dur meruÂpaÂkan tokoh yang hingga saat ini beÂlum tergantikan, baik di lingÂkuÂngan NU atau Indonesia. “PeÂmiÂkiran Gus Dur masih yang terÂbaik, meski terkadang di luar nalar maÂnusia pada umumnya,†katanya.
Selain itu, kata Said Aqil, Gus Dur juga memiliki sifat dan keÂpriÂbadian yang layak diteladani maÂsyarakat. “Ketulusannya, keÂjuÂjurannya, welas asihnya, dan maÂsih banyak lagi sederet sifat-siÂfat Gus Dur yang harus kita teladani,†katanya.
[rm]