Berita

Abdurrahman Wahid

On The Spot

Dari Pojok Itu, Gus Dur Membela Kaum Terpojok

Kantornya Diubah jadi Perpustakaan
SELASA, 09 AGUSTUS 2011 | 08:05 WIB

RMOL. “Demokrasi harus berlandaskan kedaulatan hukum dan persamaan setiap warga negara tanpa membedakan latar belakang ras, suku agama dan asal muasal di muka undang-undang.”

Perkataan Abdurrahman Wahid itu diabadikan dalam pos­ter yang dipajang di ruang tunggu di samping lift lantai satu gedung Pe­ngurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Foto pria yang akrab disapa Gus Dur yang me­nge­na­kan jas hitam dan dasi kuning tu­rut melengkapi poster itu.

Di sebelahnya terdapat poster lain. Tampak poster Gus Dur se­dang duduk di kursi. Di bela­kang­nya, berdiri tiga orang bule me­ngenakan jas.

“If today there are people cal­ling Islam bad names, we will teach them that Islam is pea­ce­ful.” Kutipan pernyataan Gus Dur diletakkan di bagian atas poster.

Di atas kedua poster dipasang tu­lisan “Pojok Gus Dur” leng­kap dengan sketsa wajah pre­siden ke­empat itu tengah ter­ta­wa. Dua lampu sorot menerangi kedua poster.

Di balik ruang tunggu ini ter­dapat sebuah lorong. Ada lima ruangan di selasar ini. Ruangan yang terletak di pojok kanan agak istimewa. Di sinilah Gus Dur ber­kantor sebelum maupun sesudah lengser dari presiden.

Minggu lalu (7/8), Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj meresmikan ruang kerja Gus Dur sebagai perpustakaan umum. Perpustakaan ini diberi nama “Po­jok Gus Dur”. Empat putri Gus Dur turut menghadiri peresmian. Pojok Gus Dur meliputi ruang tung­gu maupun ruang kerja cucu pendiri NU KH Hasyim Asy’ari itu.

Kemarin, Rakyat Merdeka melihat-lihat tempat ini. Ruang tunggu menuju ruang kerja Gus Dur dilengkapi meja resepsionis dan lima kursi tamu. Tak ada orang menjaga meja itu.

Walaupun telah diresmikan, menurut Suroso, staf kantor PBNU, Pojok Gus Dur masih dibenahi. Kata dia, masih banyak buku-buku yang belum ditata.

“Mungkin dalam waktu dekat ini baru dibuka untuk umum. Kemarin baru diresmikan, jadi masih belum siap sepenuhnya.”

Di lorong tampak lukisan ber­ukuran 2x2 meter belum dipa­sang. Lukisan yang meng­gam­bar­kan Gus Dur tengah dibisiki se­seorang yang memiliki sayap di punggungnya, disenderkan ke dinding. Lukisan itu karya Da­narto. Menurut Suroso, kunci ruangan dipegang anak-anak Gus Dur. “Kalau mereka ke sini baru dibuka. Pegawai di sini nggak ada yang pegang kuncinya.”

Untuk masuk ke ruang kerja Gus Dur melalui pintu nomor dua di lorong. Berbelok ke kanan ter­dapat sebuah pintu. Begitu di­buka terhampar ruangan ber­uku­ran 4x5 meter.

Di sebelah kiri pintu masuk di­tem­patkan meja kerja Gus Dur yang dilengkapi dengan kursi pijat warna hitam. Di meja warna krem itu diletakkan peci dan tas­bih yang sering dipakai Gus Dur.

Di atas kursi ditempel pigura war­na hitam dengan lambang Burung Garuda warna emas. Di samping kiri pigura diletakkan jam dinding.

Di sebelah kanan meja kerja ditem­patkan meja setinggi satu meter warna coklat. Di atas meja dipajang lukisan Gus Dur me­ngenakan jas dengan sorban di pundak kanan dan sajadah di tangan kiri.

Di tengah-tengah ruangan di­tempatkan meja berukuran 1x2 meter. Enam kursi mengelilingi meja itu. Dua microphone dil­e­takkan diatas meja.

Di sekeliling dinding ruangan dipenuhi rak buku empat tingkat. Berbagai ragam buku mulai fil­safat sampau buku-buku hasil kajian pemikiran Gus Dur di­tempatkan di sini.

Kenapa disebut Pojok Gus Dur? Alissa Wahid, putri sulung Gus Dur menjelaskan, ayahnya menghabiskan hidup untuk mem­bela mereka yang terpojok.

“Di sudut ini tempat beliau berkarya memberi manfaat bukan cuma NU tapi juga masyarakat In­donesia.”

Alissa menceritakan, ruang itu pernah dikunjungi para pemuka dari berbagai macam agama, po­litikus, aktivis, demonstran sam­pai rakyat biasa. “Bahkan pernah seorang pendeta yang patah se­ma­ngat kembali bangkit sema­ngatnya untuk melakukan pela­yanan setelah bertemu Gus Dur di pojok itu.”

Ia berharap dengan dibuka Po­jok Gus Dur bisa memberikan ins­pirasi bagi perjuangan men­jaga persatuan dan kesatuan bang­sa seperti yang dilakukan Gus Dur. “Semoga lahir pemikir kritis yang dapat meneruskan pemikiran Gus Dur.”

Inspirasi itu bisa diperoleh dari koleksi sebagian buku, audia books, kaset, foto, dan CD milik Gus Dur yang tersimpan di ruang kerjanya.

Pojok ini juga menjadi sti­mu­lan pembukaan pojok-pojok lain di seluruh Nusantara, “Semakin beraneka, semakin baik bagi kita,”katanya Selain menjadi per­pustakaan, Pojok Gus Dur dih­a­rapkan jadi pusat dokumentasi dan kenangan.

“Di sini akan d simpan ko­leksi buku-buku, kaset-kaset wa­yang, ce­ramah, artikel-artikel dan 150 buku-buku tentang Gus Dur yang ditulis oleh orang lain,” ujarnya.

Sumpek Tapi Dikunjungi Orang Hebat

Ketua Umum Pengurus Be­sar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj setuju bekas ruang kerja Gus Dur dijadikan perpustakaan dan pusat dokumentasi umum.

“Ketika Mbak Inayah Wahid datang ke rumah dan mengutarakan niatnya tentang Pojok Gus Dur ini, saya lang­sung setuju. Mengapa? Agar semangat Gus Dur tetap hidup di PBNU,” katanya. Inayah adalah putri bungsu Gus Dur.

Said menegaskan akan tetap mempertahankan prinsip per­juangan Abdurrahman Wahid melalui Pojok Gus Dur.

“Gus Dur merupakan sosok yang vi­sio­ner yang memiliki wawa­san keislaman dan ke­bangsaan tinggi,” katanya. Tan­pa bermaksud menga­gung­kan, Said Aqil menyebut pre­si­den keempat ini memiliki ke­miripan dengan pendahulunya.

“Kata pojok ini menarik, Rasulullah berjuang dari po­jok Gua Hira. Mbah Hasyim (Asy’ari), Kyai Wahid (Hasyim) juga. Nah Gus Dur juga memiliki pojok PBNU. Tapi dahulu kala ruangannya sumpek, tapi tamu­nya luar biasa,” ungkapnya.

Hasyim Asy’ari adalah pendiri NU. Ia kakek Gus Dur. Sedang­kan Wahid Hasyim yang pernah duduk sebagai menteri agama di era Soekarno adalah ayah Gus Dur.

Selama gedung PBNU masih berdiri, lanjut Said Aqil, selama itu pula Pojok Gus Dur akan tetap ada. “Di ruangan itu saya bertemu pertama kalinya dengan banyak orang dari segala macam lapisan masyarakat. Ruangan itu sangat bersejarah,” katanya.

Menurutnya, Gus Dur meru­pa­kan tokoh yang hingga saat ini be­lum tergantikan, baik di ling­ku­ngan NU atau Indonesia. “Pe­mi­kiran Gus Dur masih yang ter­baik, meski terkadang di luar nalar ma­nusia pada umumnya,” katanya.

Selain itu, kata Said Aqil, Gus Dur juga memiliki sifat dan ke­pri­badian yang layak diteladani ma­syarakat. “Ketulusannya, ke­ju­jurannya, welas asihnya, dan ma­sih banyak lagi sederet sifat-si­fat Gus Dur yang harus kita teladani,” katanya.   [rm]

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

UPDATE

Butuh Sosok Menteri Keuangan Kreatif dan Out of the Box

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:44

KPK Masih Usut Keterlibatan Hasto Kristiyanto di Kasus Harun Masiku dan DJKA

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Kesan Jokowi 10 Tahun Tinggal di Istana: Keluarga Kami Bertambah

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Segini Potensi Penerimaan Negara dari Hasil Ekspor Pasir Laut

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:22

Main Aman Pertumbuhan 5 Persen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:19

Gagal Nyagub, Anies Makin Sibuk

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:08

Predator Seks Incar anak-anak, Mendesak Penerapan UU TPKS

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:41

Dukung Otonomi Sahara Maroko, Burundi: Ini Solusi yang Realistis

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:39

Digelar Akhir Oktober, Indocomtech 2024 Beri Kejutan Spesial

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:29

WTO Perkirakan Perdagangan Global Naik Lebih Tinggi jika Konflik Timteng Terkendali

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:15

Selengkapnya