RMOL. Sebagian rakyat Indonesia masih terpukau dengan label asing yang disematkan pada sosok Sri Mulyani. Sri Mulyani dinilai hebat hanya karena menjabat Managing Direktur Bank Dunia dan pernah menjabat di International Monetary Fund. Sama hebatnya dianggap, pada waktu lalu, ketika ada orang yang bekerja atau menjabat di Lehman Brothers Holdings Inc.
"Padahal kan kita tahu, mereka itulah yang menghancurkan ekonomi di Amerika dan di Eropa. Lehman Brothers itu ternyata pencuri, makanya hancur setelah 150-an tahun eksis. Jadi orang-orang seperti Sri Mulyani ini adalah orang-orang masa lalu yang mencerminkan kegagalan kapitalisme global, gito lah," kata pengamat ekonomi politik Syahganda Nainggolan kepada Rakyat Merdeka Online kemarin petang.
Soal keintegritasan Sri Mulyani yang selama ini dibesar-besarkan oleh pendukungnya, Syahganda mafhum. Karena menurut Syahganda, jargon neoliberalisme itu adalah good government. Karena itu, mereka akan mengklaim sebagai orang yang paling transparan, paling akuntabel.
"Sedangkan faktanya kan kita tahu, neolib itu lah yang paling rakus dan menghancurkan ekonomi di Amerika, Yunani, Italia, dan hampir semua negara Barat sekarang ini," katanya lagi.
Makanya, orang-orang seperti Sri Mulyani ini adalah tipikal masa lalu yang harus ditinggalkan, karena sudah jelas menghancurkan ekonomi negara. Ke depan, masih kata Syahganda, Indonesia harus memiliki cara pandang baru dengan mencontoh para pemimpin-pemimpin negara besar yang berhasil keluar dari jeratan neolib tersebut.
"Jadi Indonesia ini kalau mau selamat, harus bisa mencontoh perjalanan Brazilia dengan Lula dan sekarang Dilma (Rousseff) yang saat ini jadi presiden. Kita harus mencontoh Ahmadinejad, mencontoh Turki ada Erdogan, mencontoh keberhasilan Morales dan Chavez. Jadi kita harus keluar (dari pakem neolib). Kalau tidak, kita akan mengikuti kehancuran negara Barat sekarang," tegasnya.
Selain itu Syahganda menambahkan, China dan India juga layak untuk dicontoh. Di dua negara besar itu market tidak dibiarkan sebebas-bebasnya, tapi tetap dikendalikan. Begitu juga dengan kebebasan demokrasi, harus dilihat dari kepentingan negara bangsa. Karena, kata Syahfanda,
free market democracy yang dianut para neolib hanya memuja kebebasan, tapi tidak menjamin kesejahteraan.
[zul]