RMOL. Ziarah kubur marak menjelang Ramadhan. Bagi sebagian muslim, rasanya kurang afdol melaksanakan ibadah puasa bila belum nyekar ke makam leluhur maupun sanak keluarga.
Tiga hari menjelang puasa, suaÂsana TPU Menteng Pulo, CasaÂblanca, Jakarta Selatan mendadak ramai. Pemantauan Rakyat MerÂdeka kemarin, salah satu pemaÂkaman besar di ibukota ini telah diÂpenuhi orang sejak pagi. RibuÂan penziarah datang silih berÂganti. Kebanyakan mengajak keÂluarga. Tapi ada juga yang datang sendirian.
Deretan makam yang tertata raÂpi penuh warna-warni kembang yang ditaburkan peziarah. Bau waÂngi bunga melati pun tercium beÂgitu memasuki areal pemakaman.
Di salah satu makam, satu keÂluarga tampak khusyuk membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan melaÂfalÂkan doa-doa. Mata mereka terÂpejam sambil menengadahkan keÂdua tangan menghadap langit.
Beberapa peziarah terlihat meÂnitikkan air mata. Sayup-sayup terdengar suara isak tangis. Orang yang berada di sampingnya menÂcoba menenangkan sambil mengÂusap lembut punggungnya.
“Saya datang ke sini mau lihat makam ibu. Rasanya rindu sekali, karena ibu baru meninggal dua buÂlan lalu,†ujar Septiani (30). MaÂÂtanya masih berkaca-kaca seÂperti habis menangis. Ia datang ke sini bersama keluarganya.
Sebelum memasuki areal peÂmaÂkaman, keramaian sudah terÂlihat di sekitar pintu masuk TPU. Deretan mobil terparkir rapi di jalan Casablanca. Di atas trotoar di depan pemakaman berjejer rapi puluhan pedagang bunga tabur. Jarak meja pedagang yang satu dengan lainnya berdekatan. Di atas meja dipajang bungkusan bunga tabur, bunga melati, dan air kembang.
Tak hanya ramai para peziarah dan pedagang kembang tabur, peÂdagang makanan dan minuman pun ngumpul di sini. Mereka henÂdak mengais rezeki dari tradisi nyeÂkar menjelang Ramadhan. PeÂdagang bakso, sate, bakpao, kue cubit, kerak telor dan lainnya berÂjejer di kanan dan kiri jalan peÂmaÂkaman.
Para pembersih makam, pemÂbaca doa, tukang payung, dan juÂru parkir juga tak menyia-siakan keÂsempatan. Para pembersih maÂkam langsung menawarkan jaÂsanya kepada peziarah yang datang.
Ada juga yang langsung memÂbersihkan makam tanpa diperinÂtah lebih dulu. Bermodalkan sapu lidi dan gunting rumput mereka membersihkan makam yang terÂlihat kurang terawat.
Daun-daun kering dan sampah yang berserakan dipungut. RumÂput di sekitar makam yang sudah panjang dipangkas sehingga terÂlihat rapi. Nisan yang sudah berÂdebu pun dibersihkan dengan kaÂin lap basah. Dalam sekejab nisan yang terbuat dari marmer itu kembali.
Itu dilakukan untuk mengharap imbalan dari peziarah yang leÂluhur maupun sanak saudaranya dimakamkan di situ. Uang yang diterima dari peziarah lalu dibagi rata. Bukan orang dewasa, bebeÂrapa bocah ikut-ikutan jadi pemÂbersih makam dadakan ini.
Sama seperti tukang bersih maÂkam, tukang payung pun mengÂhampiri peziarah untuk menaÂwarÂkan jasa memayungi dari terik matahari. Makin banyak jumlah keluarga peziarah, makin banyak pula tukang payung yang menaÂwarÂkan jasa.
Tukang payung ini dengan saÂbar menunggu hingga para peÂziarah selesai berdoa dan menaÂburkan bunga. Sama halnya deÂngan tukang bersih makam, meÂreka pun mengharapkan imbalan uang dari peziarah.
Momen nyekar ini juga memÂbawa keuntungan bagi pembaca doa. Di sekitar makam, terlihat puÂluhan orang pembaca doa. MeÂngenakan peci, baju koko, sarung dan buku yasinan mereka keliling makam menawarkan jasanya.
Umumnya, peziarah mengguÂnaÂkan jasa mereka agar lebih khuÂsÂyuk saat nyekar. Beberapa peÂziarah langsung memanggil pemÂbaca doa begitu tiba di sini. Para pembaca doa ini tak memaÂtok tarif. Berapa pun uang dibeÂriÂkan akan diterima.
Sayangnya, para peziarah yang datang kurang menjaga kebersiÂhan. Plastik pembungkus kemÂbang tabur berserakan di hampir semua areal pemakaman. PadaÂhal, pengelola makam sudah meÂnyediakan beberapa tempat samÂpah yang diletakkan di pinggir jalan.
Suasana ramai juga terlihat di TPU Karet Bivak di Jalan PenjerÂnihan Raya, Jakarta Pusat. RatuÂsan orang datang ke sini untuk berÂziarah menjelang Ramadhan.
Di sekitar pintu masuk pemaÂkaÂman dipenuhi pedagang bunga tabur. Suasana yang sama juga suÂdah terlihat di sepanjang trotoar Jalan Penjernihan Raya. SempitÂnya lahan parkir yang disediakan, memaksa peziarah yang tak keÂbagian tempat untuk memarkir kendaraannya di jalan. Dari tiga lajur yang tersedia, satu lajur diÂpakai untuk parkir mobil. AkiÂbatnya arus lalu lintas di jalan itu menjadi tersendat.
Rahmat (35), warga Pasar RumÂput, Manggarai, Jakarta SeÂlatan memilih berziarah ke maÂkam ayahnya menjelang RamaÂdhan. Menurut bapak tiga anak ini, ini sudah dilakukan sejak laÂma. Tak hanya ke makam orang tua, dia juga ziarah ke makam leÂluhur untuk berdoa.
“Setiap tahun kita selalu meÂnyempatkan ziarah, apalagi kalau sudah dekat puasa pasti ke sini (TPU Karet). Di sini jadi ramai seÂkali karena sudah tradisinya seÂperti itu,†ujarnya.
Hal yang sama juga dilakukan Dewi (32). Warga Tanah Abang ini menuturkan, tradisi nyekar suÂdah diajarkan orangtuanya sejak masih kanak-kanak. Selain untuk berdoa, nyekar sebelum RamaÂdhan dipercaya dapat menenangÂkan arwah mereka yang sudah tiada.
“Ya, kami doakan semoga meÂreka tenang di sisi Tuhan. Dengan begitu, kami anak-anaknya juga didoakan biar sehat-sehat dan dilimpahi rezeki yang banyak,†ujarnya.
Penjual Kembang Dan Pembaca Doa dapat UntungBanyak orang yang kecipraÂtan rezeki dari tradisi nyekar menjelang Ramadhan. Para peÂdagang kembar, tukang bersih makam, pembaca doa, tukang payung, pedagang makanan dan minuman hingga juru parkir.
Sutini (42), pedagang bunga tabur mengungkapkan hingga pukul 15.00 WIB bisa mengumÂpulkan uang Rp 400 ribu. “SeÂbeÂÂnarnya minggu lalu suÂdah raÂmai. Tapi mulai ramai laÂgi JuÂmat samÂpai Minggu. SeÂlama beÂberapa hari pendapatan saya baÂnyak. AlÂhamdulillah,†kata dia kepada Rakyat MerdeÂka, kemarin.
Satu kantong plastik bunga tabur dijual seharga Rp 5 ribu. BeÂgitu juga bunga melati dan air kembang. “Hari biasa kemÂbang tabur dijual Rp 2 ribu, kaÂlau sekarang dijual Rp 5 ribu. Ada juga yang jual 10 ribu tiga bungkus,†jelasnya.
Dalam sehari keuntungan bersih yang diperoleh Sutini menÂcapai Rp 150 ribu. Ia tak bisa memperbesar keuntungan lantaran harga bunga juga naik menjelang Ramadhan.
“Modalnya lumayan besar, kaÂrena harga kembang dinaikÂkan saÂma penjualnya. Biasalah, meÂreÂka juga coba cari untung. Ini kan cuma setahun sekali,†ujarnya.
Sutini adalah salah satu pedaÂgang kembang dadakan. Ia meÂmanfaatkan tradisi nyekar seÂbelum Ramadhan untuk memÂpeÂroleh rezeki lebih. Sehari-hari perempuan yang tinggal di CitaÂyeum, Bogor ini hanyalah ibu rumah tangga. “Saya hanya jualan kembang musiman setiap mau Ramadhan saja. Semua yang dagang kemÂbang di sini rata-rata penjual musiman.â€
Hal yang sama dirasakan AsÂri, pedagang bunga tabur lainÂnya. Dia menuturkan, penjuaÂlanÂnya meningkat sampai 50 persen beberapa hari terakhir lantaran banyak warga yang ziarah di TPU Menteng Pulo menjelang Ramadan. “Minimal dapat Rp 1 juta sehari. Biasanya tidak sampai segitu.â€
Asri mengungkapkan, pada hari biasa pendapatannya hanya Rp 200 ribu. “Karena di hari biaÂsa, warga yang berziarah umumÂnya daÂtang Sabtu-Minggu saja.â€
Pedagang bunga tabur lainÂnya, Mimin juga mengalami peÂningkatan omzet hingga 30 perÂsen. “Kemarin dapat sampai Rp 800 ribu.â€
Tak hanya pedagang bunga tabur, Wawan Awih (40), tuÂkang bersih makam turut meÂraup rejeki selama beberapa haÂri belakangan. Dalam sehari, ia bisa mengantongi uang sebesar Rp 30-40 ribu dari menawarkan jasa membersihkan makam.
“Dari jam 12 siang saya suÂdah ngantongin 15 ribu. Kalau kemarin rada mendingan dapat 30 ribu. Kalau hari-hari biasa paÂling dapat 15 ribu. Itu juga kaÂlau ada yang nguburin atau ada yang mau gali,†tuturnya.
Tak seperti pedagang bunga tabur, tukang bersih makam tiÂdak mematok tarif atas jasa meÂreka. Wawan menerima berapaÂpun uang yang diberikan peÂziarah.
“Kita dikasih seikhlasnya. KaÂdang cuma seribu, paling geÂde 5 ribu. Berapa aja mah kita amÂbil,†ujar pria yang sehari-hari bekerja sebagai buruh ini.
Sementara itu, Karyoto (48), pembaca doa menuturkan diriÂnya bisa mengantongi Rp 50 riÂbu setiap hari. Ayah tiga anak ini datang ke TPU Menteng PulÂo sejak Jumat lalu.
“Kalau Sabtu kemarin dapat 11 makam. Kalau hari ini hamÂpir 20. Jumat total Rp 80 ribu. Sabtu menurun jadi Rp 60 ribu. Kalau hari ini sampai Maghrib nanti mungkin dapat lebih Rp 100 ribu,†ungkapnya.
Pria yang sehari-hari jadi guru ngaji di daerah Klender, JaÂkarta Timur ini juga tak meÂnentukan tarif bagi setiap peÂziarah yang menggunakan jasaÂnya. “Cuma seÂikhlasnya para pemÂberi, beÂraÂpapun dikasih saya terima. RaÂta-rata ngasihÂnya Rp20 ribu, ada yang ngasi 200 ribu tapi diÂbÂagi 4 orang pemÂbaca doa. KeÂbetulan maÂkamnya Mama LauÂren yang diÂdoain,†ujarnya.
[rm]