RMOL. Whistle blower kerap diserang balik. Kesalahan mereka dicari-cari. Dijebloskan ke penjara agar tak berkoar-koar. Ada yang akhirnya memilih ‘kompromi’. Tapi ada yang tak goyah meski ditekan.
Rumah megah bercat krem di Jalan Cibodas1 Nomor 7, Puri CiÂnere, Depok ini kini sepi. Sudah lebih lima bulan tak ditempati pemiliknya, Susno Duadji.
“Bapak kalau pulang kantor bukan ke rumah sini, tapi ke rumah yang lainnya. Dia pulang ke rumah ini terakhir kali waktu keÂluar penjara,†kata Dede, penÂjaga rumah.
Selepas dari tahanan pada FebÂruari lalu, Susno bisa lebih dekat deÂngan keluarganya. Ia pun meÂmutuskan pindah ke rumah anakÂnya di Jalan Abuserin, Fatmawati, Jakarta Selatan.
Rumah di Abuserin hanya berÂlantai satu, tapi cukup besar
RakÂyat Merdeka berkunjung ke ruÂmah yang dicat kuning ini keÂmaÂrin.
Menurut penjaga rumah HenÂdri, Susno ingin dekat dengan anak cucu. “Kalau rumah yang di CineÂre kan mereka tinggal berdua saja. Di sini kan ramai karena ada anak dan cucu.â€
Di dalam rumah, istri Susno, Herawati sedang istirahat setelah nyeÂkar ke makam orangtuanya di Solo, Jawa Tengah.
Lalu di mana Susno? Hendri ogah mengungkapkannya. Ia meÂngaku jarang bertemu bosnya lanÂtaran setiap hari pulang malam.
Hingga kini, Susno masih poÂlisi aktif. Masa dinas komisaris jenÂderal itu baru berakhir Juli taÂhun depan.
Setelah bebas dari tahanan FebÂruari lalu, ia diberi jabatan seÂbagai Penasihat Koordinator Staf Ahli Kapolri (Korsahli).
Jabatan itu belum pernah ada sebelumnya. Tampaknya jabatan seÂngaja dibuat khusus Susno lanÂtaran tak ada lagi jabatan strukÂturÂal untuknya.
Sebelumnya, Susno ditahan kaÂrena kasus dugaan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat dan kasus dugaan suap penÂyiÂdikan PT Salwah Arowana LesÂtari (SAL).
Kedua kasus ini disidik setelah Susno buka mulut soal praktik mafia kasus di institusinya. Gara-gara ocehannya, beberapa pejabat Bareskrim diperiksa dan keÂmuÂdiÂan dicopot.
Susno pun menyebut nama Sjahril Djohan yang memiliki keÂdekatan dengan seorang petinggi PolÂri terlibat praktik ini. Menurut dia, Sjahril-lah yang merancang skenario meloloskan Gayus TamÂbunan dari jerat hukum.
Pengakuan Susno ini membuat gegar. Sjahril lalu disidik. Ia lalu ditetapkan sebagai tersangka. TaÂpi bukan dalam kasus yang diseÂbut Susno. Melainkan kasus peÂnyuapÂan dalam penyidikan PT SAL.
Adalah pengakuan Sjahril yang menyeret Susno ke dalam kasus ini. Sjahril menyebut Susno menerima uang darinya Rp 500 juta.
Susno akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus itu. Juga terÂsangka kasus dugaan korupsi dana pengamanan pilkada saat Susno jadi kapolda Jawa Barat.
Lantaran kedua kasus itu, SusÂno dijebloskan ke Rutan Markas Korps Brimob, Kelapa Dua, DeÂpok. Ia bebas karena masa peÂnahannya habis.
Setelah bebas, Susno tak lagi banyak bicara. Perhatiannya terÂseÂdot untuk menjalani persiÂdangÂan kedua kasus yang dituduhkan kepadanya.
Pada 24 Maret 2011, PengaÂdilÂan Negeri Jakarta Selatan meÂmuÂtus Susno terbuka bersalah dalam keÂdua kasus itu. Ia pun dijatuhi hukuman 3,5 tahun penjara dan denÂda Rp 200 juta. Susno pun diÂharuskan membayar uang pengÂganti kerugian negara Rp 4 miliar.
Hukuman ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni tujuh tahun dan denda Rp 500 juta.
Kejaksaan belum bisa meÂlakÂsanakan hukuman itu karena puÂtusannya belum memiliki keÂkuatÂan tetap. Pihak Susno menolak putusan itu dan mengajukan banding.
Selama belum ada kekuatan hukum tetap, Susno berstatus “orang bebasâ€. Ia pun bisa menÂjaÂlanÂkan tugasnya sebagai PeÂnasihat Korsahli.
Kemarin,
Rakyat Merdeka meÂngunjungi kantor di lantai tiga gedung Trans National Crime Centre (TNCC) di Mabes Polri. “Setiap hari dia selalu datang ke kanÂtor,†kata petugas jaga berÂnama Dedi. Tapi Senin kemarin SusÂno absen tanpa alasan jelas.
Sejak menduduki posisi itu, Susno jarang muncul. Ia terlihat saat HUT Bhayangkara yang ke-65 di Mabes Polri pada 1 Juli lalu.
Saat itu Susno sempat bicara soal soal perbaikan di tubuh Polri. Ia tak lagi menyinggung soal boÂrok-borok institusinya. “1 Juli baÂgus sesuai dengan temanya yakÂni meningkatkan kualitas peÂlaÂyanan yang prima sesuai program Kapolri sekarang,†katanya.
Menurut dia, perbaikan di tubuh Polri terus berlangsung. MaÂsyarakat diminta pro aktif meÂngawasi. “Masyarakat harus memÂberi masukan pada Polri. SuÂpaya polisi tahu maunya maÂsyarakat seperti apa. Sesuai program revitalisasi Polri, sejauh ini saya melihat sudah
on the track.â€
Bongkar Kasus dari Balik Penjara
“Penjara tak cukup ampuh memÂbungkam saya,†kata Tony Wong. Dari balik dinding penÂjara Lembaga Pemasyarakatan (LaÂpas) Sungai Raya, PonÂtiaÂnak, Kalimantan Barat, dia meÂnegaskan akan terus berjuang.
Siapa Tony Wong? Ia adalah naÂrasumber tayangan inÂvesÂtigasi di salah satu televisi swasÂta yang membongkar praktik illegal logging di Ketapang, KaÂlimantan Barat pada 2007 lalu.
Kayu-kayu itu lalu dijual ke Malaysia. Praktik itu bisa leÂluasa karena diduga meliÂbatÂkan banyak oknum. Tony lalu meÂlaporkan pembalakan liar itu ke Mabes Polri.
Atas laporannya, KabaÂresÂkrim saat itu, Bambang HendarÂso memÂbentuk tim penÂÂcari fakÂta. Tim turun ke turun ke Bukit LaÂwang, pusat pembaÂlakan liar. Tim menemukan bukti puluhan ribu kubik kayu hasil tebangan.
Namun saat Tony hendak kemÂbali, dia ditangkap polisi dari Polda Kalbar di Bandara SoeÂkarno-Hatta, Jakarta. Ia diÂtuduh korupsi dana Provisi SumÂber Daya Hutan/Dana ReÂboisasi (PSDH-DR).
Singkat cerita, Tony ditetapÂkan sebagai tersangka dan diÂjebÂloskan ke Lapas Ketapang. Kasus ini pun bergulir ke meja hijau. Tapi majelis hakim memÂbebaskannya karena kasus itu masuk ranah perdata. Tony pun melunasi kewajibannya.
Tiga langkah keluar dari laÂpas, polisi dari Polres Ketapang meÂnangkap Tony. Kali ini, dia dituduh sebagai pelaku illegal logÂging. Ia juga dijerat dengan UU Pencucian Uang. ReÂkeÂningnya dibekukan. “Saya tidak saja dinistakan, tetapi juga dibunuh secara ekonomi. Meski belakangan rekening saya dibuka kembali.â€
Dari balik tembok penjara, Tony terus mengirim bukti prakÂtik pembalakan liar di KeÂtaÂpang ke Mabes Polri dan media massa. Bukti itu dikumÂpulkan anak buahnya. BelaÂkangÂan, anak buahnya turut dijadikan tersangka.
Upaya Tony mengirim bukti-bukti ke Mabes Polri tak sia-sia. Pada Maret 2008, Tim Mabes Polri melakukan operasi daÂdakÂan dan berhasil meÂnangkap baÂsah puluhan kapal yang penuh deÂngan muatan kayu ilegal. Kayu itu hendak dijual ke neÂgara tetangga.
Sebanyak 24 orang diteÂtapÂkan sebagai tersangka dan diÂtahan. Di antaranya 3 pemilik sawÂmill, 15 nahkoda kapal, 6 okÂnum dinas kehutanan. Dari unsur kepolisian, 7 ditetapkan sebagai tersangka (3 dari Polres Ketapang, 4 dari Polda Kalbar).
Tony rupanya belum bebas dari kasus PSDH-DR. Sebab, jakÂsa melakukan kasasi dan dikaÂbulkan Mahkamah Agung (MA). Tony pun dihukum 4 tahun penÂjara dan denda Rp 200 juta.
Pengadilan Negeri (PN) KeÂtapang memutus Tony bersalah dalam kasus illegal logging. HuÂkumannya 10 bulan penjara. SeÂbelumnya jaksa menuntut hukuman 7 tahun penjara.
Jaksa lalu banding. Tapi PeÂngadilan Tinggi Kalbar mengÂuatÂkan vonis PN Ketapang. Tak puas jugta, jaksa kasasi ke MA.
Sehari menjelang bebas dari penjara, pada 30 Mei 2011, turun surat yang disebutkan berÂasal dari MA.
Surat yang dikirim lewat fax itu menyatakan Tony dihukum lagi lima tahun penjara.
Menurut Tony, putusan kaÂsasi itu banyak kejanggalan. Di situ disebutkan dia residivis. PaÂdahal, selama ini dia ditahan.
Tony pun sempat mengecek ternyata perkara kasasi Nomor 2280K/Pid.Sus/2009 masih diproses pemeriksaan.
â€Aparat berupaya mencari-cari kesalahan saya. Targetnya, meÂnangkap saya dan meÂmenÂjaÂrakan saya. Tak peduli benar atau tidak tuduhan yang diÂalamatkan keÂpada saya, yang penting bisa meÂnangkap dan meÂmenjarakan saya. Ini pemÂbungÂkaman yang diÂrancang,†kaÂtanya.
[rm]