Berita

Komjen Susno Duadji

On The Spot

Kini, Komjen Susno Duadji Nilai Polri On The Track

Nasib Sang Peniup Peluit (2/Selesai)
SELASA, 26 JULI 2011 | 06:43 WIB

RMOL. Whistle blower kerap diserang balik. Kesalahan mereka dicari-cari. Dijebloskan ke penjara agar tak berkoar-koar. Ada yang akhirnya memilih ‘kompromi’. Tapi ada yang tak goyah meski ditekan.

Rumah megah bercat krem di Jalan Cibodas1 Nomor 7, Puri Ci­nere, Depok ini kini sepi. Sudah lebih lima bulan tak ditempati pemiliknya, Susno Duadji.

“Bapak kalau pulang kantor bukan ke rumah sini, tapi ke rumah yang lainnya. Dia pulang ke rumah ini terakhir kali waktu ke­luar penjara,” kata Dede, pen­jaga rumah.

Selepas dari tahanan pada Feb­ruari lalu, Susno bisa lebih dekat de­ngan keluarganya. Ia pun me­mutuskan pindah ke rumah anak­nya di Jalan Abuserin, Fatmawati, Jakarta Selatan.

Rumah di Abuserin hanya ber­lantai satu, tapi cukup besar Rak­yat Merdeka berkunjung ke ru­mah yang dicat kuning ini ke­ma­rin.

Menurut penjaga rumah Hen­dri, Susno ingin dekat dengan anak cucu. “Kalau rumah yang di Cine­re kan mereka tinggal berdua saja. Di sini kan ramai karena ada anak dan cucu.”

Di dalam rumah, istri Susno, Herawati sedang istirahat setelah nye­kar ke makam orangtuanya di Solo, Jawa Tengah.

Lalu di mana Susno? Hendri ogah mengungkapkannya. Ia me­ngaku jarang bertemu bosnya lan­taran setiap hari pulang malam.

Hingga kini, Susno masih po­lisi aktif. Masa dinas komisaris jen­deral itu baru berakhir Juli ta­hun depan.

Setelah bebas dari tahanan Feb­ruari lalu, ia diberi jabatan se­bagai Penasihat Koordinator Staf Ahli Kapolri (Korsahli).

Jabatan itu belum pernah ada sebelumnya. Tampaknya jabatan se­ngaja dibuat khusus Susno lan­taran tak ada lagi jabatan struk­tur­al untuknya.

Sebelumnya, Susno ditahan ka­rena kasus dugaan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat dan kasus dugaan suap pen­yi­dikan PT Salwah Arowana Les­tari (SAL).

Kedua kasus ini disidik setelah Susno buka mulut soal praktik mafia kasus di institusinya. Gara-gara ocehannya, beberapa pejabat Bareskrim diperiksa dan ke­mu­di­an dicopot.

Susno pun menyebut nama Sjahril Djohan yang memiliki ke­dekatan dengan seorang petinggi Pol­ri terlibat praktik ini. Menurut dia, Sjahril-lah yang merancang skenario meloloskan Gayus Tam­bunan dari jerat hukum.

Pengakuan Susno ini membuat gegar. Sjahril lalu disidik. Ia lalu ditetapkan sebagai tersangka. Ta­pi bukan dalam kasus yang dise­but Susno. Melainkan kasus pe­nyuap­an dalam penyidikan PT SAL.

Adalah pengakuan Sjahril yang menyeret Susno ke dalam kasus ini. Sjahril menyebut Susno menerima uang darinya  Rp 500 juta.

Susno akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus itu. Juga ter­sangka kasus dugaan korupsi dana pengamanan pilkada saat Susno jadi kapolda Jawa Barat.

Lantaran kedua kasus itu, Sus­no dijebloskan ke Rutan Markas Korps Brimob, Kelapa Dua, De­pok. Ia bebas karena masa pe­nahannya habis.

Setelah bebas, Susno tak lagi banyak bicara. Perhatiannya ter­se­dot untuk menjalani persi­dang­an kedua kasus yang dituduhkan kepadanya.

Pada 24 Maret 2011, Penga­dil­an Negeri Jakarta Selatan me­mu­tus Susno terbuka bersalah dalam ke­dua kasus itu. Ia pun dijatuhi hukuman 3,5 tahun penjara dan den­da Rp 200 juta. Susno pun di­haruskan membayar uang peng­ganti kerugian negara Rp 4 miliar.

Hukuman ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni tujuh tahun dan denda Rp 500 juta.

Kejaksaan belum bisa me­lak­sanakan hukuman itu karena pu­tusannya belum memiliki ke­kuat­an tetap. Pihak Susno menolak putusan itu dan mengajukan banding.

Selama belum ada kekuatan hukum tetap, Susno berstatus “orang bebas”. Ia pun bisa men­ja­lan­kan tugasnya sebagai Pe­nasihat Korsahli.

Kemarin, Rakyat Merdeka me­ngunjungi kantor di lantai tiga gedung Trans National Crime Centre (TNCC) di Mabes Polri. “Setiap hari dia selalu datang ke kan­tor,” kata petugas jaga ber­nama Dedi. Tapi Senin kemarin Sus­no absen tanpa alasan jelas.

Sejak menduduki posisi itu, Susno jarang muncul. Ia terlihat saat HUT Bhayangkara yang ke-65 di Mabes Polri pada 1 Juli lalu.

Saat itu Susno sempat bicara soal soal perbaikan di tubuh Polri. Ia tak lagi menyinggung soal bo­rok-borok institusinya. “1 Juli ba­gus sesuai dengan temanya yak­ni meningkatkan kualitas pe­la­yanan yang prima sesuai program Kapolri sekarang,” katanya.

Menurut dia, perbaikan di tubuh Polri terus berlangsung. Ma­syarakat diminta pro aktif me­ngawasi. “Masyarakat harus mem­beri masukan pada Polri. Su­paya polisi tahu maunya ma­syarakat seperti apa. Sesuai program revitalisasi Polri, sejauh ini saya melihat sudah on the track.”

Bongkar Kasus dari Balik Penjara

“Penjara tak cukup ampuh mem­bungkam saya,” kata Tony Wong. Dari balik dinding pen­jara Lembaga Pemasyarakatan (La­pas) Sungai Raya, Pon­tia­nak, Kalimantan Barat, dia me­negaskan akan terus berjuang.

Siapa Tony Wong? Ia adalah na­rasumber tayangan in­ves­tigasi di salah satu televisi swas­ta yang membongkar praktik illegal logging di Ketapang, Ka­limantan Barat pada 2007 lalu.

Kayu-kayu itu lalu dijual ke Malaysia. Praktik itu bisa le­luasa karena diduga meli­bat­kan banyak oknum. Tony lalu me­laporkan pembalakan liar itu ke Mabes Polri.

Atas laporannya, Kaba­res­krim saat itu, Bambang Hendar­so  mem­bentuk tim pen­­cari fak­ta. Tim turun ke turun ke Bukit La­wang, pusat pemba­lakan liar. Tim menemukan bukti puluhan ribu kubik kayu hasil tebangan.

Namun saat Tony hendak kem­bali, dia ditangkap polisi dari Polda Kalbar di Bandara Soe­karno-Hatta, Jakarta. Ia di­tuduh korupsi dana Provisi Sum­ber Daya Hutan/Dana Re­boisasi (PSDH-DR).

Singkat cerita, Tony ditetap­kan sebagai tersangka dan di­jeb­loskan ke Lapas Ketapang. Kasus ini pun bergulir ke meja hijau. Tapi majelis hakim mem­bebaskannya karena kasus itu masuk ranah perdata. Tony pun melunasi kewajibannya.

Tiga langkah keluar dari la­pas, polisi dari Polres Ketapang me­nangkap Tony. Kali ini, dia dituduh sebagai pelaku illegal log­ging. Ia juga dijerat dengan UU Pencucian Uang. Re­ke­ningnya dibekukan. “Saya tidak saja dinistakan, tetapi juga dibunuh secara ekonomi. Meski belakangan rekening saya dibuka kembali.”

Dari balik tembok penjara, Tony terus mengirim bukti prak­tik pembalakan liar di Ke­ta­pang ke Mabes Polri dan media massa. Bukti itu dikum­pulkan anak buahnya. Bela­kang­an, anak buahnya turut dijadikan tersangka.

Upaya Tony mengirim bukti-bukti ke Mabes Polri tak sia-sia. Pada Maret 2008, Tim Mabes Polri melakukan operasi da­dak­an dan berhasil me­nangkap ba­sah puluhan kapal yang penuh de­ngan muatan kayu ilegal. Kayu itu hendak dijual ke ne­gara tetangga.  

Sebanyak 24 orang dite­tap­kan sebagai tersangka dan di­tahan. Di antaranya 3 pemilik saw­mill, 15 nahkoda kapal, 6 ok­num dinas kehutanan. Dari unsur kepolisian, 7 ditetapkan sebagai tersangka (3 dari Polres Ketapang, 4 dari Polda Kalbar).

Tony rupanya belum bebas dari kasus PSDH-DR. Sebab, jak­sa melakukan kasasi dan dika­bulkan Mahkamah Agung (MA). Tony pun dihukum 4 tahun pen­jara dan denda Rp 200 juta.   

Pengadilan Negeri (PN) Ke­tapang  memutus Tony bersalah dalam kasus illegal logging. Hu­kumannya 10 bulan penjara. Se­belumnya jaksa menuntut hukuman 7 tahun penjara.

Jaksa lalu banding. Tapi Pe­ngadilan Tinggi Kalbar meng­uat­kan vonis PN Ketapang. Tak puas jugta, jaksa kasasi ke MA.

Sehari menjelang bebas dari penjara, pada 30 Mei 2011, turun surat yang disebutkan ber­asal dari MA.

Surat yang dikirim lewat fax itu menyatakan Tony dihukum lagi lima tahun penjara.

Menurut Tony, putusan ka­sasi itu banyak kejanggalan. Di situ disebutkan dia residivis. Pa­dahal, selama ini dia ditahan.

Tony pun sempat mengecek ternyata perkara kasasi Nomor 2280K/Pid.Sus/2009 masih diproses pemeriksaan.

”Aparat berupaya mencari-cari kesalahan saya. Targetnya, me­nangkap saya dan me­men­ja­rakan saya. Tak peduli benar atau tidak tuduhan yang di­alamatkan ke­pada saya, yang penting bisa me­nangkap dan me­menjarakan saya. Ini pem­bung­kaman yang di­rancang,” ka­tanya.    [rm]

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

UPDATE

Butuh Sosok Menteri Keuangan Kreatif dan Out of the Box

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:44

KPK Masih Usut Keterlibatan Hasto Kristiyanto di Kasus Harun Masiku dan DJKA

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Kesan Jokowi 10 Tahun Tinggal di Istana: Keluarga Kami Bertambah

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Segini Potensi Penerimaan Negara dari Hasil Ekspor Pasir Laut

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:22

Main Aman Pertumbuhan 5 Persen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:19

Gagal Nyagub, Anies Makin Sibuk

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:08

Predator Seks Incar anak-anak, Mendesak Penerapan UU TPKS

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:41

Dukung Otonomi Sahara Maroko, Burundi: Ini Solusi yang Realistis

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:39

Digelar Akhir Oktober, Indocomtech 2024 Beri Kejutan Spesial

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:29

WTO Perkirakan Perdagangan Global Naik Lebih Tinggi jika Konflik Timteng Terkendali

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:15

Selengkapnya