RMOL. Tangan kanan I Putu Widnya menepuk-tepuk pelan sandaran sofa di ruang tunggu. Pria berkaca mata itu juga membetulkan kaos kaki yang dianggap kurang rapi.
Sambil bersandar ke sofa, Putu yang mengenakan kemeja panÂjang biru plus dasi ini mengÂgeÂrakkan kakinya ke depan dan ke belakangan.
Raut wajah Wakil Kepala PeÂngadilan Tinggi Sulawesi TengÂgara itu terlihat sedikit tegang. Sorot matanya terus memandang ke ruang auditorium di lantai emÂpat gedung Komisi Yudisial (KY).
Di ruangan besar itu sedang berlangsung seleksi wawancara calon hakim agung. Wawancara dengan para komisioner KY dan tim ahli ini terbuka untuk umum.
Seleksi wawancara dimulai kemarin hingga 29 Juli 2011, berÂtempat di gedung KY di Jalan KraÂmat Raya 57, Jakarta Pusat. Mulai pukul 9 pagi sampai 4 sore. Putu mendapat jadwal wawanÂcara pukul 14.00 sampai 15.00 WIB.
“Tidak ada persiapan apa-apa menghadapi (seleksi) ini,†aku pria yang rambutnya disisir kliÂmis ini.
Sebelum diminta naik ke lantai empat, Putu lebih dulu “diisolasi†di lantai dua gedung KY. Pukul 13.50 WIB, seorang staf KY meminta Putu naik.
Sekitar lima menunggu di lanÂtai empat, Putu dipanggil masuk auditorium. Ruang pertemuan itu suÂdah ditata sedemikian rupa unÂtuk keperluan seleksi.
Di bagian muka auditorium, meja-meja dideretkan berbentuk melengkung. Di sinilah tempat 7 komisioner dan 2 tim ahli duduk. Deretan meja ini membelakangi sebuah spanduk besar bertuliskan “Wawancara Terbuka Seleksi Calon Hakim Agung Republik Indonesia Tahun 2011â€.
Di tengah ruangan diletakkan sebuah meja dan kursi untuk caÂlon yang diwawancarai. Di belaÂkangnya terdapat tiga deret meja dan kursi. Meja-meja ini diÂperÂuntukkan bagi para undangan dan wartawan.
Meja untuk staf yang bertugas membuat notulensi dan berita acara disediakan di sisi dan kanan auditorium.
“Selamat siang,†sapa Ketua KY Eman Suparman kepada Putu yang telah duduk di tempat yang disediakan.
Eman duduk di tengah-tengah. Ia diapit anggota KY Ibrahim, SuÂparman Marzuki, Imam Anshori Shaleh dan tim ahli Arif Sidarta di sisi kiri. Sementara anggota KY Taufiqurahman Sahuri, AbÂbas Said dan Jaja Ahmad Jayus di sisi kanan. Bekas hakim konÂstitusi yang diminta jadi tim ahli, Abdul Mukhti Fajar duduk di sisi ini. “Siang juga Bapak-bapak yang terhormat,†jawab Putu.
Eman lalu menjelaskan akan dilakukan seleksi wawancara terÂhadap Putu yang diikuti koÂmiÂsioner dan tim ahli KY. SelÂanÂjutnya, dia mempersilakan koÂmiÂsioner dan tim ahli mengajukan pertanyaan.
Awalnya, pertanyaan yang dilontarkan kepada Putu seputar sistem hukum di negara ini. PerÂtanyaan mengenai hal ini banyak disampaikan dua tim ahli KY.
“Risih nggak bila besok sauÂdara jadi hakim agung kemudian diÂawasi oleh KY?†tanya Abdul Muktie Fajar. Putu menjawab tiÂdak. Ia setuju adanya pengaÂwasan lemÂbaga eksternal seperti KY. MeÂnuÂrut Putu, ini akan memÂbuat efektif.
Sepuluh menit berlalu. Giliran Eman yang mengajukan perÂtanyaan. Kali ini seputar laporan maÂsyarakat yang diterima KY. Eman hendak meminta klaÂrifikasi dari Putu mengenai tudingan-tuÂdingan miring.
“Ada laporan masyarakat yang meÂnyebutkan Anda pernah seÂlingÂkuh dengan panitera anda?†taÂnya Eman. Sontak, Putu memÂbantahnya. “Saya tidak pernah berbuat seÂperti itu.â€
“Anda juga dilaporkan banyak mempunyai rekening di bank yang nilainya ratusan juta,†tanya Eman Lagi.
Putu tak menjawab secara teÂgas. “Penghasilan saya lebih baÂnyak didukung oleh istri saya,†katanya. Ia lalu membeberkan istriÂnya bekerja sebagai perawat dengan gaji Rp 3,5 juta per bulan.
Selain itu, istrinya memiliki pekerjaan sampingan sebagai
area district manager produk obat herbal. Penghasilan dari sini Rp 20 juta per bulan. “Ini belum termasuk penghasilan istri saya yang juga menjadi manajer di Sun Live,†kata Putu.
Putu melanjutkan, sebagai haÂkim tinggi dirinya menerima gaji Rp 18 juta per bulan.
Setelah mendengar jawaban itu, para komisioner dan tim ahli KY tak menelusuri lebih jauh soal rekening gendut Putu.
Eman kembali menyampaikan informasi dari masyarakat ÂPutu. Ada yang meÂnuduhnya melaÂkuÂkan jual-beli perkara dan meÂnerima bayaran dalam bentuk dollar Amerika.
“Saya nggak pernah melaÂkuÂkan seperti yang dilaporkan maÂsyarakat itu,†bantah Putu.
Selama wawancara tak seÂkalipun Putu menyentuh air miÂnum yang disediakan di atas meÂja. Ia sibuk menjawab perÂtaÂnyaan-pertanyaan yang diajukan.
Tepat pukul 15 wawancara diakhiri. Putu dipersilakan keluar auditorium. Sebelum keluar, dia diminta menandatangani berita acara wawancara. Calon berikut MaÂde Rawa Aryawan. Ia calon terÂakhir yang diwawancara Rabu kemarin.
Seleksi hari pertama diikuti enam calon. Selain Putu dan MaÂde, empat calon yakni SyafriÂnaldi, Taqwaddin, Mahdi SyahÂbanÂdir, Muhammad Yamin Awie lebih dulu “disidang†KY.
Sebelum mengikuti seleksi waÂwancara, seluruh calon hakim agung ditempatkan di ruang tungÂgu di lantai dua.
Di depan ruangan berukuran 2x6 meter yang berdinding kaca diletakkan sebuah meja. Meja ditunggui petugas keamanan berÂseragam safari hitam dan celana warna sama. Para calon mengisi daftar hadir di sini.
Di dinding kaca ruang tunggu itu ditempel kertas A4 yang bertuliskan “Ruang Tunggu CaÂlon Hakim Agung Republik InÂdonesia Tahun 2011â€.
Sebuah sofa panjang warna biru, tiga kursi hitam dan dua meÂja kaca disediakan untuk para calon yang menunggu dipanggil ke lantai empat. Di atas meja diÂseÂdiakan jamuan makanan kecil dan air minum.
Di dinding di belakang sofa maÂÂsih terpasang spanduk saat proÂÂses pendaftaran dulu. Spanduk itu bertuliskan “PenÂdafÂtaran Seleksi Calon Hakim Agung Republik Indonesia tahun 2011â€.
15 Calon Bakal Dicoret DuluanWawancara terbuka meruÂpaÂkan seleksi paling akhir yang diÂlakukan Komisi Yudisial terÂhadap para calon hakim agung.
Wawancara diikuti 45 orang yang lolos tahap penulisan karÂya ilmiah. Seleksi wawanÂcaÂra dimulai 20 hingga 29 Juli. “SeÂtiap hari rata-rata enam orang,†kata Juru Bicara KY, Asep Rahmat Fajar.
Wawancara dilakukan langÂsung komisioner KY dengan dibantu dua orang dari tim ahli.
Menurut Asep, KY hanya akan meloloskan 30 nama dalam seleksi ini. Nama-nama yang lolos diserahkan ke DPR. “Kami akan menyerahkannya awal Agustus,†katanya.
Selanjutnya, proses seleksi dilakukan di gedung parlemen. DPR akan memilih 10 nama untuk ditetapkan sebagai hakim agung. Ini sesuai dengan permintaan Mahkamah Agung (MA) yang hanya butuh 10 hakim agung baru tahun ini.
Asep mengatakan, walaupun KY diminta menyetor 30 nama ke DPR, belum tentu jumlahnya akan segitu. “Tidak menutup kemungkinan yang tersaring dan dikirim ke DPR kurang dari 30 orang.â€
Kenapa? Kata Asep, proses seleksi yang dilakukan piÂhaknya bukan didasarkan kuota. Tapi mempertimbangkan faktor kualitas dan integritas. Calon yang tak memenuhi faktor itu bakal dicoret.
Sebelum mengikuti seleksi waÂwancara, para calon menÂdapat pembekalan di Pusat PenÂdidikan dan Latihan (Pusdiklat) Mahkamah Agung di Mega MenÂdung, Bogor pada 18-19 Juli 2011. “Pembekalan untuk penÂdalaman kode etik, hukum acara, dan filsafat hukum,†jelas Asep.
Ada Hakim Doyan ke Panti PijatKetua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto HasiÂbuÂan mengatakan telah menganÂtongi lima nama calon hakim agung yang dinilai tidak layak.
Penilaian ini didasarkan pada putusan yang pernah dibuat haÂkim itu serta perilakunya seÂlama ini. “Ada salah satu angÂgoÂta Peradi yang menyebut meÂliÂhat seorang calon hakim agung berada di panti pijat. ApaÂkah itu pantas?†katanya.
Peradi, kata Otto, akan meÂnginvestigasi lebih lanjut terÂhadap calon hakim tersebut dan meminta data informasi dari perÂwakilan Peradi di daerah.
Terkait seleksi hakim agung ini, Peradi telah menyampaikan seÂjumlah usulan. Misalnya, caÂlon yang berasal dari hakim kaÂrier harus ditelusuri putusan-putusan yang pernah dibuatnya.
“Contohnya kalau putusÂanÂnya ada 10, tapi 9 dibatalkan oleh MA, tentunya tidak pantas orang ini menjadi hakim,†tandas Otto.
Dari putusan inilah bisa diÂketahui apakah hakim itu meÂnguasai perkara atau tidak. “BiÂla hakim menjatuhkan putusan tidak menguasai perkaranya dan kemudian menimbulkan keÂsalahan yang luar biasa, ini kan dahsyat akibatnya,†kata dia.
Usulan berikutnya, rekrutÂmen harus melihat integritas dan kemampuan masing-maÂsing calon. “Kalau keahliannya piÂdana, maka hakim yang diÂpilih pun harus ahli pidana,†ujar Otto. Dengan pola seperti ini, bisa terbangun sistem kamar di MA.
Usulan ketiga yang disamÂpaiÂkan Peradi adalah para calon hakim agung harus menjelaskan motivasinya melamar posisi tersebut “Kalau dia sudah perÂnah menjabat suatu jabatan yang tinggi kemudian mau jadi hakim agung, pertanyaannya motivasinya apa, jangan-jangan tidak baik,†katanya.
[rm]