RMOL. Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut ada 14 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) asing belum menyelesaikan pajaknya. Total tunggakan dari tahun 1991 itu mencapai Rp 1,6 triliun. BP Migas, Direktorat Jenderal Pajak, Panitia Anggaran dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji membahas kasus ini lebih mendalam.
Anggota Komisi III DPR, Achmad Basarah, menyebutkan, kasus ini terjadi karena para pejabat Direktorat Pajak masih bermental kuli.
"Sikap birokrasi di kementerian keuangan pada perusahaan asing ini masih bermental kuli hanya tukang kutip upah untuk jangka pendek dan tidak mementingkan kepentingan negara yang terabaikan. Kasus ini sekaligus nasionalisme yang rendah," kata Basarah kepada Rakyat Merdeka Online, Rabu (20/7).
Dia juga meminta pejabat hukum yang berwenang untuk membuka nama-nama perusahaan migas asing yang diduga mengemplang penerimaan negara itu. Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Haryono Umar enggan membuka nama-nama itu ke publik.
"Kalau sudah penuhi unsur, sudah ada dugaan kuat, bukti-bukti permulaan kuat bahwa perusahaan itu menunggak pajak, buka saja biar publik tahu. Itu kolonialisme gaya baru. Sudah asing, tidak mau bayar pajak pula," ujarnya.
Sementara, Indonesia Corruption Watch mengaku menemukan 33 perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia yang belum melaksanakan kewajibannya membayar pajak mulai sampai dengan tahun 2008 hingga tahun 2010 yang total tunggakannya mencapai sekitar US$ 583 juta.
Dan, pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy, mengaku tak terkejut dengan temuan KPK tersebut.
"Angka 1,6 triliun tersebut belum seberapa. Itu temuan KPK setelah koordinasi dengan BP Migas dan Dirjen Pajak. Dari data yang saya punya, ada sekitar 64 triliun lebih tunggakan pajak menyeluruh," ungkapnya.
Noorsy mendapatkan data itu setelah memeriksa data-data 151 perusahaan yang pernah ditangani Gayus Tambunan semasa bekerja di Ditjen Pajak.
[ald]