RMOL Ingat janji utama Anas Urbaningrum ketika deklarasi pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat jelang Kongres di Bandung, 2010 lalu. Dia tegaskan bahwa sangat mungkin menjauhkan Partai Demokrat dari ketergantungan pada SBY dan keluarganya.
Padahal banyak kalangan di dalam maupun di luar partai itu mengkhawatirkan pernyataan Anas akan menjadi "bumerang". Dipastikan, untuk satu periode ini, pengaruh SBY dan keluarganya masih sangat dominan.
Anas adalah satu-satunya calon yang tidak terlalu kasak-kusuk dalam perjalanannya menuju Kongres II di Bandung. Klaim-klaim dukungan Cikeas justru berasal dari kubu-kubu lawan. Serangan udara yang gencar dilancarkan kubu lawannya, terutama dari lawan yang dibekingi lembaga konsultan politik Fox Indonesia. Kampanye hitam juga mendarat ke dirinya melalui isu Centurygate yang lolos dari kawalan Fraksi Partai Demokrat yang dipimpinnya di DPR. Tapi Anas tetap juara lewat "revolusi sunyi" yang digalangnya.
Sayang, sekarang kemenangan "revolusi sunyi" Anas dinodai celotehan eks koleganya, Muhammad Nazaruddin.
Tadi malam, aparat hukum ternganga dibikin mantan Bendahara Umum Demokrat itu ketika secara marathon diwawancara stasiun televisi dari petang hingga malam. Seorang buronan internasional bisa-bisanya berkoar-koar menuding kanan kiri tentang korupsi di tubuh Demokrat.
Nazaruddin membanggakan prestasinya, meraup 20 juta dolas AS hanya dalam hitungan empat bulan untuk pemenangan Anas Urbaningrum. Dia mengaku masih menyimpan semua bukti transaksi haram untuk agenda Anas. Nah, kisruh di Demokrat menjadi kian larut.
Anas Urbaningrum menang di Kongres Bandung tahun lalu dengan kekuatan money politics? Itu biasa. Semua pertarungan politik di negeri ini membutuhkan logistik besar, dari RT sampai tingkat pimpinan tertinggi negara.
"Jangankan kongres parpol, peÂmilihan lurah saja tidak terlepas dari masalah politik uang. Jadi kalau ada uang di kongres itu adaÂlah sesuatu yang wajar saja. Kalau tidak ada uang, kongres tidak bisa jalan," ujar pejabat teras Demokrat, Max Sopacua, enteng.
Tapi, kalau logistiknya diambil dari kas negara melalui permainan anggaran, bagaimana? Nazaruddin bilang sumber uang Anas adalah permainan proyek pembangunan negara. Sejauh ini yang mencolok, Rp 100 miliar di Hambalang, Jawa Barat dan wisma atlet di Palembang, Rp 16 miliar.
Menurut pengamat politik yang wajahnya jadi langganan layar kaca belakangan ini, Burhanuddin Muhtadi, ada persoalan di internal partai yang membuat kursi yang diduduki Anas saat ini begitu panas dan menarik banyak pihak untuk terlibat dalam menyongsong 2014.
Panasnya kursi yang diduduki Anas Urbaningrum bukan semata-mata karena besarnya partai Demokrat, tapi karena Partai Demokrat sampai saat ini belum punya putra atau putri mahkota untuk didukung pada 2014. Jadi banyak pihak yang menginginkan kekuasaaan itu. Anas Urbaningrum harusnya sadar, kursi yang ia duduki panas, tiap celah yang membuat lawan politiknya menyerang itu harus ditutup dari awal.
Bukan rahasia umum, di antara kader Demokrat sendiri masih sarat faksionalisasi. Nuansa pertarungan 2010 masih melekat sampai sekarang. Masih ingat SMS Marzuki Alie ke Ketua Dewan Pembina, SBY? Marzuki tidak bisa ngeles ketika SMS itu bocor. Tidak perlu analisa tajam untuk menyimpulkan, jelang Rakornas Demokrat 23-24 Juni ini, penuh aroma pendongkelan. Kabar burung Kongres Luar Biasa begitu memikat.
Anas Urbaningrum dihantam tsunami. Kasus Sesmenpora yang ditangani KPK jadi bola liar. Isu perubahan rezim di Demokrat semakin panas. Nazaruddin membangkang, menyerang, menghancurkan nama baiknya.
Dan SBY, tetaplah juaranya. Sebagai Ketua Dewan Pembina, inilah momen dimana SBY punya alasan kuat untuk lebih lebih dalam lagi menancapkan kukunya.
Salah satu agenda utama dalam Rakornas nanti adalah pengarahan dari Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, dan menurut rekan dekat Anas, Saan Mustopa, itu merupakan momen luar biasa bagi Partai Demokrat.
Saan pun yakin, tidak ada satu pun pihak yang ingin menggiring terjadinya Kongres Luar Biasa untuk mendongkel duet Anas Urbaningrum-Edhie Baskoro Yudhoyono. Menurut dia, seluruh kader Demokrat pasti tunduk dengan arahan yang disampaikan dalam pidato SBY beberapa waktu lalu bahwa soliditas partai harus dijaga dan menjamin kepengurusan Anas-Ibas harus dipertahankan.
Ternyata, si "SBY Kecil" belum sedahsyat mentornya. Bisa dipastikan untuk saat ini tidak mungkin menghapus ketergantungan Partai Demokrat pada SBY, seperti yang dijanjikannya ketika berkampanye untuk memenangkan Kongres.[ald]