ilustrasi/ist
ilustrasi/ist
RMOL.Pemerintah melakukan perampingan postur birokrasinya melalui Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN dan RB) dengan menghapus empat Lembaga Non Struktural (LNS), dan menggabung enam LSN lainnya.
Empat LNS yang dihapus adaÂlah Komite Antar Departemen BiÂdang Kehutanan, Dewan Buku NaÂsional, Badan Kebijakan dan Pengendalian Perumahan dan PerÂmukiman Nasional, dan LemÂbaga Koordinasi dan PengenÂdaÂlian Peningkatan KesejahÂteÂraan Sosial Penyandang Cacat.
Sedangkan enam LNS yang diÂleÂbur atau dialihkan pada kemenÂterian atau lembaga yang berseÂsuaÂian tugasnya adalah Komite Aksi Nasional Penghapusan BenÂtu-bentuk Pekerjaan Terburuk paÂda Anak dialihkan ke KemenÂteÂrian Tenaga Kerja dan TransmiÂgrasi (Kemenakertrans). Komisi HuÂkum Nasional dialihkan ke KeÂmenterian Hukum dan HAM, Dewan Gula Indonesia dialihkan ke Kementerian Pertanian (KeÂmentan), dan Badan PengemÂbaÂngÂan Kawasan Ekonomi Terpadu diÂalihkan ke Kementerian PekerÂjaan Umum (Kemen PU). Dewan Penerbangan dan Antariksa NaÂsional dialihkan ke Lembaga PeÂÂnerbangan dan Antariksa NaÂsioÂnal (Lapan), Dewan PengemÂbaÂngÂan Kawasan Timur Indonesia dialihkan ke Kementerian PemÂbangunan Daerah Tertinggal (KeÂmen PDT).
Menpan dan RB, Evert Erenst Mangindaan mengungkapkan, LNS merupakan lembaga di luar struktur organisasi instansi peÂmerintah yang bersifat indeÂpenÂden serta memiliki otonomi daÂlam menjalankan mandatnya seÂsuai peraturan perundangan yang berlaku.
Keanggotaan LNS tersebut berÂÂsifat ad hoc, dan terdiri dari berÂbagai unsur. Kecenderungan semakin berkembangnya jumlah LNS dan semakin bervariasinya dasar hukum, tujuan pembenÂtukannya, serta tugas dan fungsiÂnya sering menimbulkan dupliÂkasi pelaksanaan tugas kemenÂterian/lembaga pemerintah.
“Keempat LNS tersebut sudah tidak melakukan tugas dan fungsi sebagaimana diamanatkan, dan tidak ada dukungan anggaran, SDM maupun sarana dan prasaÂrana. Sedangkan keenam LNS terÂsebut memiliki tugas dan fungÂsi yang tumpang tinding deÂngan kementerian atau lembaga terÂkait,†ungkap Mangindaan dalam riÂlisnya yang diterima Rakyat MerÂdeka, belum lama ini.
Menurut Mangindaan, jumlah LNS yang melebihi jumlah keÂmenÂterian/lembaga juga berimÂpliÂkasi terhadap besarnya beban angÂgaran Negara. Berdasarkan data dari kementerian Keuangan pada tahun 2010, APBN yang telah dialokasikan untuk pemÂbiaÂyaan LNS sebesar Rp 14,9 triliun. “HaÂsil evaluasi, tidak seluruh LNS memiliki kontribusi signiÂfiÂkan terhadap proses penyelengÂgaÂraan negara,†kata ManginÂdaan.
Selain disebabkan karena fungÂsi dan tugas yang tumpang tinÂdih serta pembebanan angÂgaÂran, muncul beberapa pertimÂbaÂngan yang berujung penghapusan serta peleburan LNS tersebut.
Selain itu, kata Mangindaan, dasar hukum pembentukan LNS sudah tidak sesuai lagi dengan UnÂdang-undang Kementerian Negara. Kemudian, kinerja pada seÂbelas LNS yang dibentuk berÂdasarkan Keppres dan Perpres itu tidak efektif.
Hal itu bertentangan dengan prinsip-prinsip reformasi biroÂkrasi, yang antara lain meneÂkanÂkan pentingnya penataan orgaÂnisasi yang proporsional, efektif, dan efisien dalam mewujudkan good governance dan pelayanan public yang lebih baik.
“Saat ini, terdapat 88 LNS yang dasar hukum pembenÂtuÂkanÂnya bervariasi. Sebanyak 39 LNS dibentuk atas dasar undang-unÂdang, 8 LNS dibentuk berdasarÂkan peraturan pemerintah, dan 41 LNS dibentuk berdasarkan KeÂputusan Presiden,†tuturnya.
Mangindaan menambahkan, piÂhaknya beserta DPR tidak serÂta-merta menentukan sebuah LNS tidak efektif, melainkan melakukan pembahasan berbagai forum pandangan pakar dari 14 PTN yang kompeten soal LNS.n
Dijelaskan, dalam rangka menÂjaga semangat reformasi biroÂkrasi perlu dilakukan evaluasi keÂpada LNS secara berkesinamÂbuÂngÂan. Kedepan, evaluasi kinerja LNS yang memble juga dilakuan bagi LNS yang dibentuk berdaÂsarÂkan peÂraturan yang lebih tingÂgi dibanÂding Keppres dan PerÂpres. “PenaÂtaan LNS harus dapat dilaksanaÂkan secara proporsioÂnal, efektif, dan efisien,†ucapÂnya.
Sejauh ini langkah-langkah yang telah dilakukan adalah, MenÂteri Sekretaris Negara memÂbentuk Tim Antar Kementerian, deÂngan anggota dari wakil dari Kementerian Keuangan, KemenÂteÂrianpan dan RB, Sekretariat KaÂbinet, LAN, dan BKN.
Tim ini bertugas melakukan kaÂjian lebih lanjut dan menyaÂmakan persepsi mengenai jumlah LNS yang didasarkan keangÂgoÂtaan, anggaran, dan status keseÂkretariatan, sehingga disepakati ada 85 LNS. “Dalam perkemÂbaÂnganÂnya sampai tahun ini berÂtamÂbah 3 LNS baru dengan dibenÂtuknya Komisi Inovasi Nasional, KoÂmisi Ekonomi Nasional, dan DeÂwan Nasional Kawasan EkoÂnomi Khusus (KEK), sehingga jumlah seluruhnya menjadi 88 LNS,†tuturnya.
Pada tanggal 21-22 Juni 2010, Tim Antar Kementerian ini melaÂkukan verifikasi data dengan maÂsing-masing LNS yang akan diÂtata. Hasilnya, kinerja 11 LNS suÂdah tidak efektif, sebagian tugas dan fungsinya tumpang tindih dengan kementerian/lembaga, daÂsar hukum pembentukan beÂberapa LNS tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor. 39 Tahun 2008 Tentang KemenÂteÂrian Negara, dan untuk bebeÂrapa LNS tidak ada lagi alokasi angÂgaran.
“Akhirnya, melalui surat MenÂsesneg No. B-925/M.Sesneg/D-3/08/2010 tanggal 4 Agustus 2010, hasil kajian tersebut disamÂpaikan kepada Menteri Negara PAN dan RB,†tandasnya.
Politisi Demokrat ini mengÂungapkan, hasil kajian itu sudah diketahui oleh beberapa LNS, seÂhingga mereka berupaya meÂnunÂjukkan eksistensinya. “Ada yang meminta audiensi, ada yang meÂminÂta kami sebagai narasumeber dalam berbagai seminar yang meÂreka selenggarakan. Karena itu kami memandang perlu dilaÂkuÂkan verifikasi kembali terhaÂdap LNS yang akan ditata terseÂbut unÂtuk menghindari keresahan atauÂpun hal-hal yang tidak diÂinginkan,†ujarnya.
Dari verifikasi ulang itu, mengÂhasilkan 4 LNS direkomenÂdasiÂkan untuk dihapus dan 6 LNS diÂleÂbur. Namun masalahnya belum selesai sampai disini. Pekerjaan Rumah (PR) selanjutnya setelah terjadi penghapusan dan peleÂburan LNS masih cukup berat. Diantaranya menyangkut pengÂalihan Pegawai, Perlengkapan, Pembiayaan dan Dokumentasi/Arsip (P3D). “Kesepakatan tenÂtang penataan P3D nanti akan dimatangkan bersama DPR,†pungkasnya.
Keberadaannya Bak Benalu
Hampir semua daerah tidak seÂnang dengan berdirinya lembaga nonstruktural, karena keberadaan lembaga itu mirip benalu yang haÂnya membebani pemerintah daerah (Pemda).
Apalagi pemÂbiayaan lembaga nonstruktural itu tidak ada kejeÂlasan apakah itu uruÂsan pusat atau daerah. “Ini yang harus dibenahi, karena seÂmua daerah mengeluh,†kata SeÂkretaris Jenderal KemenÂdagri Diah AngÂgraini
Diah memberi contoh, bila KoÂmisi Penyiaran Indonesia (KPI) atau Ombudsman membuka caÂbang di daerah. Berdasarkan pengÂalamannya, lembaga terseÂbut tidak pernah berkoordinasi deÂngan pemda setempat atau KeÂmendagri. Tapi saat sudah diresÂmikan dan organisasi berjalan tiba-tiba pemda harus memÂbiaÂyaiÂnya.
Hal itu menimbulkan kebiÂnguÂngan di daerah. Sehingga tak jaÂrang kepala daerah maupun DPRD setempat sering mendaÂtangi Kemendagri untuk mengÂajukan protes. “Harusnya jelas dong koordinasinya. Lembaga terÂÂsebut cukup di pusat saja. Jika diÂbiayai APBN tidak masalah,†ucapnya.
Sebelumnya pembiayaan lemÂbaga itu diambilkan dari angÂgaran hibah APBD. Namun hal itu berimplikasi pada penyedotan keuangan daerah yang besar. PaÂdahal APBD sebagian besar diÂguÂnakan untuk membiayai peÂgaÂwai.
“Ini yang harus jadi cataÂtan lembaga yang ingin buka caÂbang di daerah,†tukasnya.
Yang Melalui Perpres Duluan Direformasi
Basuki Tjahaya Purnama, Anggota Komisi II DPR.
Dari 88 Lembaga Nonstruktural (LNS) ada yang dibentuk berdaÂsarkan Undang-undang (UU), PeÂraturan Pemerintah (PP), dan ada juga dari Peraturan Presiden (Perpres).
Namun yang akan direformasi terlebih dahulu adalah LNS yang diÂbentuk dari Perpres. Lantaran LNS tersebut dinilai tumpang tinÂdih dengan lembaga kementerian yang ada.
“Setelah kami melakukan pengÂÂkajian, ada 10 LNS yang menÂjadi prioritas untuk ditata. RinÂciannya adalah 4 LNS dihaÂpus dan 6 LNS dialihkan pada kementerian atau lembaga lain yang berkesesuaian tugasnya,†kata anggota Komisi II DPR, BaÂsuki Tjahaya Purnama, belum laÂma ini.
Politisi Golkar ini menyatakan dukungan terhadap dilakukannya perampingan jumlah LNS, kaÂreÂna selama ini banyak yang kurang efektif, sehingga hanya menjadi beban negara.
“Masalah pengurangan ini meÂruÂpakan salah satu masalah yang mendapat perhatian serius dari Komisi II DPR RI sebagai KoÂmisi yang menangani permaÂsaÂÂlaÂhan pemerintahan dalam neÂgeri,†tuturnya.
Dijelaskan, LNS adalah lemÂbaÂga negara di Indonesia yang diÂbentuk untuk melaksanakan fungÂsi sektoral dari lembaga peÂmeÂrintahan yang sudah ada. LNS bertugas memberi pertimbangan kepada Presiden atau Menteri, atau dalam rangka koordinasi atau pelaksanaan kegiatan tertenÂtu atau membantu tugas tertentu dari suatu kementerian.
Anggota DPR dari daerah peÂmilihan Bangka Belitung ini meÂnyatakan, evaluasi terhadap LNS ini sendiri merupakan tindak lanÂjut hasil rapat kerja Komisi II DPR pada tanggal 2 Desember 2009 lalu, yang mengamanatkan Kemensesneg, KemenPan-RB dan LAN untuk menyusun roadÂmap penataan LNS.
“Dalam hasil Raker tersebut, diÂputuskan empat LNS yang direÂkomendasikan untuk dihapus, yaitu Komite Antar Departemen BiÂdang Kehutanan, Dewan Buku NaÂsional, Badan Kebijakan dan Pengendalian Perumahan dan PerÂmukiman Nasional, serta LemÂbaga Koordinasi dan PeÂngenÂdalian Peningkatan KeÂsejahteraan Sosial Penyandang Cacat,†jelasnya.
Selain LNS yang dihapus, terÂdaÂpat juga enam LNS yang diÂalihÂkan pada kementerian atau lemÂbaga lain, yaitu Komite Aksi NaÂsional Penghapusan Bentu-benÂtuk Pekerjaan Terburuk pada Anak dialihkan ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). lalu Komisi Hukum Nasional dialihkan ke Kementerian Hukum dan HAM, Dewan Gula Indonesia dialihkan ke Kementerian Pertanian (KeÂmentan), dan Badan PengemÂbangÂan Kawasan Ekonomi TerÂpadu dialihkan ke Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU).
LNS lainnya yang dilebur adaÂlah Dewan Penerbangan dan AntaÂriksa Nasional dialihkan ke Lembaga Penerbangan dan AnÂtariksa Nasional (Lapan), serta DeÂwan Pengembangan Kawasan TiÂmur Indonesia dialihkan ke KeÂmenterian Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemen PDT) i.
“LNS yang dialihkan ini kaÂrena tugas dan fungsinya tumÂpang tinÂdih dengan kementerian/lembaga terkait. Sehingga, SDM, anggaran, serta sarana dan praÂsarananya juga menempel pada kementerian/lembaga lain,†tamÂbahnya.
Basuki berharap, penataan lemÂÂbaga ini bisa memperbaiki sisÂÂtem reformasi kelembagaan dan pemerintahan sehingga dapat berjalan dengan lebih baik, dan mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada seluruh rakÂyat Indonesia.
“Kita mengharapkan ada hasil positif yang didapat dari peÂmangÂkasan ini. Kemudian menyangkut pengalihan pegawai, perlengÂkaÂpan, pembiayaan dan dokuÂmenÂtasi, itu menjadi pekerjaan rumah dari pemerintah untuk menyeÂleÂsaikannya.
Kami hanya bisa menunggu, dan mengawasi penyelesaianÂnya,†pungkasnya.
Kementerian Juga Perlu Ditata Ulang
Andrinof Chaniago, Pengamat Kebijakan Publik UI
Semestinya penataan ulang keÂberadaan lembaga negara baik yang struktural maupun yang non struktural sudah dilaÂkukan sejak terbentuknya KabiÂnet Indonesia Bersatu (KIB) I.
“Meskipun belum terlambat. Tapi hal ini sudah dilakukan sejak KIB I terbentuik. Bahkan semestinya Kementerian juga perÂÂlu ditata ulang. Ini penting, kaÂrÂeÂna semakin banyak lemÂbaÂga, maka birokrasi akan seÂmaÂkin rumit dan tidak efektif,†kata pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) AnÂdriÂnof Chaniago, belum lama ini.
Soal kemungkinan bertamÂbahÂnya pengangguran akibat pengÂhapusan atau peleburan beÂberapa LNS merupakan konseÂkuenÂsi yang tidak bisa dihindari. â€PeÂgawainya kan bisa ditamÂpung ke lembaga lain atau dibeÂrikan pensiun dini. Tapi perlu diÂingat tidak bisa menampung peÂgawai hanya untuk mencegah pengangÂguran, dan tidak boleh peneriÂmaannya asal-asalan, kaÂrena bisa merusak,†tandasnya.
Menurutnya, pembubaran atau perampingan terhadap LNS dilakukan karena keberaadaanÂnya banyak yang tidak berfungsi deÂÂngan baik, dan membebani angÂgaran negara.
â€Ini ide yang baik dan harus seÂgera dilaksanakan pemerintah. HaÂrus ada penataan ulang dan evaÂluasi terhadap semua lemÂbaÂga-lembaga yang tidak berÂfungsi lagi yang dihidupi oleh uang neÂgaÂra. Eksistensinya tidak sebanÂding anggaran APBN yang dibeÂriÂkan negara,†katanya.
Sepertiga Jumlah LNS Dibiayai APBN
Sekilas LNS
Lembaga nonstruktural (diÂsingÂkat LNS) adalah lembaga neÂgara di Indonesia yang dibenÂtuk untuk melaksanakan fungsi sektoral dari lembaga pemerinÂtaÂhan yang sudah ada. LNS berÂtuÂgas memberi pertimbangan kepada presiden atau menteri, atau dalam rangka koordinasi atau pelaksanaan kegiatan terÂtentu atau membantu tugas terÂtentu dari suatu kementerian.
LNS bersifat nonstruktural, dalam arti tidak termasuk dalam struktur organisasi kementerian ataupun lembaga pemerintah nonkementerian. Kepala LNS umumnya ditetapkan oleh preÂsiden, tetapi LNS dapat juga diÂkeÂpalai oleh menteri, bahkan waÂkil presiden atau presiden senÂdiri. Sedangkan nomenklatur yang digunakan antara lain adaÂlah “dewanâ€, “badanâ€, “lemÂbaÂgaâ€, “timâ€, dan lain-lain.
Pembentukan LNS mulai maÂrak pasca reformasi. Ada yang diÂbentuk melalui UU, PP, perÂpres, ataupun keppres. PeningÂkaÂtan jumlah LNS setiap tahunÂnya dapat menyebabkan tugas dan fungsi tumpang tindih dengÂan lembaga yang sudah ada dan dapat menambah pengeluaran anggaran belanja negara, walau ada beberapa LNS yang tidak meÂmerlukan anggaran besar.
Selain itu, tidak adanya deÂfiÂnisi secara formal mengenai LNS mempersulit para pakar mauÂpun lembaga dalam mengÂidentifikasikan LNS. AkibatÂnya, terjadi perbedaan opini tenÂtang jumlah LNS yang ada di Indonesia. Pertengahan tahun 2009, LAN mengindentifiÂkasiÂkan jumlah LNS mencapai 92 lembaga.
Posisi LNS dalam konteks keuaÂngan negara juga menjadi soÂrotan. Sepertiga dari jumlah LNS dibiayai oleh APBN. PenÂdanaan kegiatannya bergabung dengan pendanaan kegiatan keÂmenterian/lembaga, bukan seÂbaÂgai satuan kerja tersendiri. Hal ini dapat berimplikasi pada tumÂpang tindihnya tugas dan weÂwenang antara kementerian/lemÂbaga dengan LNS yang nantinya dapat menyebabkan inefisiensi anggaran.
Pertanggungjawaban pelaksaÂnaan APBN, baik untuk laporan keÂuangan maupun laporan kinerÂja yang berada di kementerian/lemÂbaga, bukan dilakukan oleh LNS sebagai lembaga. Karena tidak adanya laporan kinerja dan laporan keuangan yang mandiri, audit kinerja dan audit keuangan akan kesulitan untuk menilai akuntabilitas LNS bersangkutan
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Setneg bekerjaÂsaÂma dengan 14 perguruan tinggi dan melibatkan beberapa pakar melalui kegiatan penelitian, disÂkusi dan seminar, muncul rekoÂmendasi untuk menata ulang keÂbeÂradaan LNS. Dari 92 lemÂbaÂga, 13 diusulkan dihapus, seÂÂdangÂkan 39 lainnya akan diÂgaÂbungkan.
Lembaga yang akan dihapus dan digabungkan tersebut hanyaÂlah lembaga yang dibentuk deÂngÂan keppres dan perpres, seÂdangkan yang dibentuk dengan UU akan dilakukan penelaahan leÂbih komprehensif. Penataan ini akan dilakukan dalam waktu 5 taÂhun. [rm]
Populer
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
UPDATE
Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55
Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40
Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13
Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55
Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32
Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08
Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45
Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27
Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09
Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54