Berita

presiden sby/ist

Sementara, 89,7 Persen Minta SBY Angkat Kaki dari Partai Demokrat

RABU, 13 JULI 2011 | 11:31 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

RMOL. Matanya berkaca-kaca dan intonasi suara emosional. Dikabarkan puluhan wartawan media nasional ke seluruh penjuru Nusantara, dari Puri Cikeas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berbicara kepada ratusan juta rakyat Indonesia. Bukan tentang ancaman kemiskinan yang semakin akut mendera rakyat, bukan hal mengantisipasi kenaikan sembako, atau tentang operasi pemberantasan korupsi yang selama ini tidak punya taring, yang jadi tema konfrensi pers.

Dalam kapasitas sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, SBY yang baru saja melaksanakan pertemuan khusus dengan unsur pimpinan Demokrat, menyampaikan pernyataan dan penjelasan dia tujukan kepada seluruh kader Demokrat dan kepada masyarakat luas. Menurut SBY, dia punya alasan kuat untuk mengumbar sendiri persoalan pelik di tubuh partainya ke telinga seluruh rakyat. Pertama, karena lebih dari dua bulan ini Demokrat menjadi obyek pemberitaan media massa. Pemberitaan itu ada yang dinilainya wajar sebagai keniscayaan dan bagian dari dinamika kehidupan politik, atau sudah terlampau jauh dari batas politik yang sehat.

Kedua, dia hendak memberitahukan bahwa Demokrat sedangg mempersiapkan Rakornas pada akhir Juli dengan tujuan melakukan konsolidasi dan mengambil langkah yang diperlukan menghadapi perkembangan situasi terkini di internal Demokrat.


Ironis, bukan simpati dan rasa maklum yang timbul di hati rakyat melihat sang presiden kerepotan mengurusi partai justru kritik yang berdatangan. Mengapa di waktu 230 juta rakyat menanti kerja nyata pemerintah, SBY malah sibuk mengurusi partai yang semakin riuh diisi kader-kader indisipliner.

Sebelumnya, SBY tampak masygul atas kinerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Beberapa hari lalu secara terbuka SBY mengakui bahwa kurang setengah dari instruksi yang disampaikan kepada kementerian masih belum dilaksanakan.

Benar bahwa Indonesia kini duduk sebagai salah satu anggota kelompok G-20 tapi jadi tak berarti apa-apa manakala disadari bahwa tingkat pengangguran dan kemiskinan di dalam negeri masih cukup besar. Di sisi lain, krisis ekonomi global terus menghantui. Banyak yang memperkirakan, krisis ekonomi global di tahun 2008 tidak berakhir dengan format kurva “V” melainkan kurva “W”, yang artinya satu krisis akan diikuti dengan perbaikan jangka pendek, dan disusul dengan gelombang krisis baru yang tak kalah mematikan.

Indonesia selamat dari krisis ekonomi global 2008. Tetapi, belum tentu aman untuk beberapa saat yang akan datang, mengingat aliran uang panas dan dasa spekulasi masih lebih mendominasi infikator makro ekonomi Indonesia. Ketika pukulan gelombang krisis berikutnya tiba, Indonesia dikhawatirkan terpukul jatuh.

Beberapa waktu lalu SBY mengintrodusir Program Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2015. Sebuah program pembangunan yang ambisius mengingat pemerintahan yang dipimpin SBY tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk mengerjakannya.

Di luar dari urusan pekerjaan rumah yang sama sekali tidak remeh temeh di atas, SBY sebagai pemegang komando tertinggi di kabinet tengah menghadapi pekerjaan lain yang bagi SBY tak kalah pentingnya. Pekerjaan lain itu adalah upaya untuk membenahi Partai Demokrat yang telah mengantarkannya ke kursi presiden, yang kini babak belur.

Padahal, rakyat Indonesia yang bak anak ayam kehilangan induk, membutuhkan pemerintahan yang siap 100 persen untuk mengendalikan roda pemerintahan. Inilah mengapa belakangan ini mulai muncul suara yang mendesak agar Presiden SBY memilih: pemerintahannya atau Partai Demokrat.

Untuk lebih mendapatkan gambaran yang jelas dari kalangan pembaca, Rakyat Merdeka Online pun merasa perlu menghadirkan hal ini pada topik poling. Menggunakan metode one IP vone vote, hasil poling ini adalah gambaran dari sementara pembaca setia yang berpartisipasi.

Setujukah Anda bila Presiden SBY meninggalkan Partai Demokrat agar fokus memimpin Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II?

Dari sejak diluncurkan pada akhir pekan lalu (Jumat, 8/7) sampai detik ini, hasil poling sementara menyatakan, jauh di atas separuh pemilih yang meminta SBY segera hengkang dari Demokrat. Sedangkan hanya sedikit sekali yang masih menganggap SBY pantas duduk di teras Demokrat.

Yang meminta SBY meninggalkan Demokrat, menyentuh angka 89,7 persen. Dan yang ingin SBY tetap memimpin Demokrat cuma 6,9 persen. Sedangkan suara ragu-ragu di angka 3,4 persen.

Anda yang belum berpartisipasi, silakan, klik pilihan Anda. [ald]


Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya