RMOL. Operasi Patuh Jaya 2011 yang digelar Polda Metro Jaya dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta bukan hanya menyasar pengemudi kendaraan, tapi juga pejalan kaki yang menyeberang jalan sembarangan. Mereka yang tertangkap akan dikenakan sanksi denda Rp 250 juta. KTP mereka juga akan ditahan sementara.
Menyeberang jalan semÂbaÂrangan bukan hanya memÂbaÂhaÂyaÂkan pejalan kaki itu sendiri juga pengendara. Apakah sanksi denÂda ini bakal membuat warga mengÂgunakan fasilitas jembatan penyeberangan orang (JPO) mauÂpun zebra cross?
Pemantauan
Rakyat Merdeka masih banyak warga yang malas menggunakan fasilitas penyeÂbeÂrangan. Seperti terlihat di JPO di depan Pasar Jaya, Jalan Pramuka, Jakarta Timur.
Pejalan kaki memilih meÂnyÂeÂbeÂrangi jalan sambil melewati pemÂbatas jalan menuju sisi lain Jalan Pramuka. Arus lalu lintas yang padat dan laju kendaraan yang kencang tak mengurungkan membuat nyali mereka ciut.
Pengendara yang datang dari arah Rawamangun melewati
underpass di depan Pasar Jaya haÂrus ekstra hati-hati terhadap peÂnyeberang jalan. Beberapa peÂngeÂndara terlihat merem menÂdaÂdak lantaran kaget di depannya ada orang menyeberang. Teguran dan makian yang dilontarkan tak dihiraukan oleh pejalan kaki.
Mengapa banyak warga yang menyeberang di sini? Ternyata ada bagian pagar pembatas yang hilang. Posisi pagar pemÂbatas yang bolong itu persis di bawah JPO.
Besi di pagar pembatas seÂtingÂgi satu meter setengah ini seÂÂperÂtinya sengaja dicopot orang yang tidak bertanggung jaÂwab. Namun, tak semua pejaÂlan yang neÂkat. Ada beberapa yang mengÂgunakan jembatan peÂnyeberangan.
Kondisi sama bisa kita lihat di Jalan Mampang Prapatan Raya, Jakarta Selatan. Di sepanjang jalan ini banyak dibangun JPO. Tapi hanya sedikit yang mengÂguÂnakannya. Pejalan kaki memilih menyeberang jalan dengan melintasi dua sisi jalur
busway.Di Bunderan Hotel Indonesia (HI) yang merupakan salah satu
landmark ibu kota, juga bisa teÂmuÂkan pejalan kaki yang menyeberang jalan bukan pada tempatnya.
Kendati sudah disediakan JPO di depan Hotel Nikko, pada jam-jam masuk dan pulang kantor baÂnyak pejalan yang memilih meÂnyeberang di samping Bunderan HI. Padahal, pada jam-jam itu arus lalu lintas sangat padat.
Pemantauan
Rakyat Merdeka, jangankan ditilang penyeberang jalan “nakal†itu tak sedikitpun diÂtegur. Padahal, di situ ada beÂberapa polisi dan anggota Satpol Pamong Praja yang berjaga.
Kenapa warga malas mengÂguÂnakan jembatan penyeberangan?
Rakyat Merdeka mencoba menaÂpaki jembatan penyeberangan di Jalan Asia Afrika. Letaknya tak jauh dari pusat perbelanjaan elite, Senayan City dan Plasa Senayan.
Di kejauhan tampak jembatan penyeberangan ini sangat nyaÂman karena memiliki kanopi. PeÂjalan kaki bisa terhindar dari paÂnas dan hujan. Juga bisa dijadikan tempat berteduh bila hujan.
Menaiki jembatan penyeÂbeÂrangan langsung tercium bau peÂsing yang menyengat. Sepertinya ada orang yang kencing di sini. Kondisi jembatan penyeberangan yang sepi dimanfaatkan oleh orang yang kebelet buang hajat. Selain bau, kondisi jembatan penyeberangan juga kotor. KarÂdus dan sampah plastik berserakan.
Beberapa pejalan kaki yang ditemui enggan menggunakan jembatan penyeberangan karena kotor dan bau. “Pernah pakai jemÂbatan tapi dulu. Sekarang-sekarang udah nggak pernah lagi, nggak tahan ama baunya. BaÂwaÂannya mau muntah kalau lewat atas. Belum lagi banyak samÂpahÂnya,†tutur Dedi (22) penjaga counter HP di Senayan City.
Reni (24), karyawan stand kosÂmetika di Plasa Senayan meÂngungkapkan hal sama. Ia merasa jijik dengan bau pesing di jemÂbaÂtan itu. “Saya nggak nyaman lewat atas. Udah kotor, bau pula. Terus kalau malam kurang peÂnerangan, jadi saya takut lewat situ. Biar dikata berbahaya, menÂding lewat bawah aja.â€
Sebagian besar jembatan peÂnyeÂberangan tak dilengkapi lamÂpu peÂnerangan. Lantaran gelap, tempat ini rawan tindak kejahaÂtan. Salah satu jembatan penyeÂbeÂrangan yang rawan kejahatan terletak di Jalan Bekasi Timur Raya, Jakarta Timur. Lokasi perÂsisnya di samping perlintasan rel kereta Pisangan.
Penerangan jembatan peÂnyeÂberangan ini hanya menganÂdalÂkan lampu PJU. Lampu itu diÂpaÂsang setelah warga mengeluhkan banyaknya aksi penodongan di tempat itu.
Ramai Kaki Lima dan Uang JagoBeberapa jembatan peÂnyeÂberangan dijadikan tempat berÂjualan oleh pedagang kaki lima. Ini bisa kita lihat di jembatan penyeberangan yang dekat pusat perdagangan. Misalnya, Pasar Mester, Jatinegara, Jakarta Timur dan Blok M, Jakarta Selatan.
Di jembatan penyeberangan yang menghubungkan Blok M Plasa dengan terminal bus, terÂlihat 20 pedagang yang mengÂgelar lapak mulai dari anak tangÂga hingga ke badan jembatan.
Berbagai jenis barang ditaÂwarÂkan kepada orang yang melintas. MuÂlai kacamata, jam tangan, kaos, sandal hingga aksesoris handphone.
Makin sore, pedagang yang berÂjualan di sini makin ramai. Sehingga nyaris memakan semua badan jembatan. Hanya tersisa seÂdikit ruang untuk orang melintas.
Beberapa pejalan kaki yang tertarik dengan barang yang diÂjajakan terlihat berhenti. Langkah pejalan kaki di belakang jadi terÂhambat karena ada yang berhenti. Untuk melintas, perlu berbagi ruang dengan pejalan kaki yang datang dari arah depan.
Walaupun menggelar dagÂaÂngan di fasilitas umum tak berarti gratis. SeÂtiap hari para pedagang wajib menyetor “uang jago†agar boleh berÂÂdagang di situ. Minimal Rp 5 ribu.
“Sekarang mana ada yang gratis? Ke WC umum aja harus bayar
seceng (Rp 1.000),†kata seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya. Kalau tidak mau membayar akan diusir. Mau tidak mau peÂdagang itu meÂnyiÂsihÂkan seÂbagian hasil berdagangnya unÂtuk uang jago.
Razia Digelar hanya Pagi Hari
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Royke LuÂmowa menegaskan pejalan kaki harus menyeberang di titik-titik yang telah disediakan. Yakni, jembatan penyeberangan orang (JPO), zebra cross, persimÂpaÂngan jalan yang ada lampu meÂrahnya serta underpass.
“Kalau dia menyeberang bukan pada tempat peÂnyeÂbeÂraÂngan, bisa disalahkan,†kata dia. Pejalan kaki yang tidak tertib akan ditilang. Sanksinya memÂbayar denda Rp 250 juta. KTP-nya disita sebagai jaminan.
Tilang diperlakukan di kawaÂsan yang sudah terdapat fasilitas penyeberangan. Tapi, bila tidak ada, pejalan kaki boleh meÂnyeberang di jalan umum.
“Sepanjang (jalannya) meÂnuÂrut kepatutan dan kelaÂyakan aman untuk diseberangi, itu boleh. Tapi, ketika dia meÂnyeÂberang dan di tempat itu ada temÂpat penyeberangan atau zebra cross, itu bisa ditilang kaÂrena melanggar,†kata Royke.
Ia mengatakan razia bagi penyeberang jalan dilakukan pagi hari. “Tidak kami tongÂkrongi 24 jam.†Sejauh ini peÂjalan kaki yang melanggar hanya diberi teguran.
Royke menjelaskan JPO atau zebra cross penting bagi keÂsÂeÂlaÂmatan penyeberang jalan mauÂpun pengendara. Bila peÂjalan kaki tertib bisa menguÂraÂngi angka kematian akibat tertabrak saat menyeberang jaÂlan. “Oleh karenanya, gunakan fasilitas JPO dan zebra cross yang ada,†imbaunya.
Royke bisa memahami keÂengÂganan pejalan kaki mengÂguÂnakan fasilitas penyeberangan lantaran tak memadai. Sebab itu, dia meminta pemerintah daerah memperbaiki.
Royke juga menemukan di sejumlah ruas jalan yang baÂnyak pejalan kakinya justru tak tersedia jembatan penyeÂbeÂraÂngan. Akibat pejalan kaki meÂnyeberang di jalan umum yang menyebabkan kemacetan.
“Tentunya pemerintah bisa menambah sarana tersebut, miÂsalnya di situ banyak keruÂmuÂnan orang yang mau nyeberang tapi di situ tidak ada tempat peÂnyeberangan jalan,†tuturnya.
Sementara, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono mengerahkan anak buahnya untuk merazia penyeÂbeÂrang jalan nakal dalam OpeÂrasi Patuh Jaya 2011.
“Kami terÂlibat di dalam opeÂrasi Ini. Kami mengerahkan angÂgota DisÂhub dari enam suku dinas wilayah kotamadya untuk memÂbantu operasi ini.â€
Menurut Pristono, keberaÂdaan JPO di DKI sudah cukup. Namun pemerintah daerah teÂrus membangun. Setiap tahun miÂnimal lima jembatan dibaÂngun. “Tapi, JPO tidak optimal digunakan karena banyak peÂdagang kaki lima atau jauh. Itu bukan berarti alasan untuk tidak dilewati, sebab keselamatan leÂbih penting,†katanya.
Pristono berharap dengan opeÂÂrasi ini para pejalan kaki meÂmiliki kesadaran untuk meÂnyeÂberang pada tempat yang telah ditentukan. “Karena kalau meÂnyeÂberang sembarangan dan terÂjadi kecelakaan yang terkena muÂsibah bukan saja pejalan kaki, tetapi juga pengemudi kenÂdaraan. Padahal dia sudah sesuai dengan jalurnya,†ujarnya.
[rm]