Berita

Jembatan Penyeberangan

On The Spot

Bau Pesing, Banyak Sampah Juga Rawan Kejahatan

Menelusuri Jembatan Penyeberangan di Ibu Kota
RABU, 13 JULI 2011 | 08:44 WIB

RMOL. Operasi Patuh Jaya 2011 yang digelar Polda Metro Jaya dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta bukan hanya menyasar pengemudi kendaraan, tapi juga pejalan kaki yang menyeberang jalan sembarangan. Mereka yang tertangkap akan dikenakan sanksi denda Rp 250 juta. KTP mereka juga akan ditahan sementara.

Menyeberang jalan sem­ba­rangan bukan hanya mem­ba­ha­ya­kan pejalan kaki itu sendiri juga pengendara. Apakah sanksi den­da ini bakal membuat warga meng­gunakan fasilitas jembatan penyeberangan orang (JPO) mau­pun zebra cross?

Pemantauan Rakyat Merdeka masih banyak warga yang malas menggunakan fasilitas penye­be­rangan. Seperti terlihat di JPO di depan Pasar Jaya, Jalan Pramuka, Jakarta Timur.

Pejalan kaki memilih me­ny­e­be­rangi jalan sambil melewati pem­batas jalan menuju sisi lain Jalan Pramuka. Arus lalu lintas yang padat dan laju kendaraan yang kencang tak mengurungkan membuat nyali mereka ciut.

Pengendara yang datang dari arah Rawamangun melewati underpass di depan Pasar Jaya ha­rus ekstra hati-hati terhadap pe­nyeberang jalan. Beberapa pe­nge­ndara terlihat merem men­da­dak lantaran kaget di depannya ada orang menyeberang. Teguran dan makian yang dilontarkan tak dihiraukan oleh pejalan kaki.

Mengapa banyak warga yang menyeberang di sini?  Ternyata ada bagian  pagar pembatas yang hilang. Posisi pagar pem­batas yang bolong itu persis di bawah JPO.

Besi di pagar pembatas se­ting­gi satu meter setengah ini se­­per­tinya sengaja dicopot orang yang tidak bertanggung ja­wab.  Namun, tak semua peja­lan yang ne­kat. Ada beberapa yang meng­gunakan jembatan pe­nyeberangan.

Kondisi sama bisa kita lihat di Jalan Mampang Prapatan Raya, Jakarta Selatan. Di sepanjang jalan ini banyak dibangun JPO. Tapi hanya sedikit yang meng­gu­nakannya. Pejalan kaki memilih menyeberang jalan dengan melintasi dua sisi jalur busway.

Di Bunderan Hotel Indonesia (HI) yang merupakan salah satu landmark ibu kota, juga bisa te­mu­kan pejalan kaki yang menyeberang jalan bukan pada tempatnya.

Kendati sudah disediakan JPO di depan Hotel Nikko, pada jam-jam masuk dan pulang kantor ba­nyak pejalan yang memilih me­nyeberang di samping Bunderan HI. Padahal, pada jam-jam itu arus lalu lintas sangat padat.

Pemantauan Rakyat Merdeka, jangankan ditilang penyeberang jalan “nakal” itu tak sedikitpun di­tegur. Padahal, di situ ada be­berapa polisi dan anggota Satpol Pamong Praja yang berjaga.

Kenapa warga malas meng­gu­nakan jembatan penyeberangan? Rakyat Merdeka mencoba mena­paki jembatan penyeberangan di Jalan Asia Afrika. Letaknya tak jauh dari pusat perbelanjaan elite, Senayan City dan Plasa Senayan.

Di kejauhan tampak jembatan penyeberangan ini sangat nya­man karena memiliki kanopi. Pe­jalan kaki bisa terhindar dari pa­nas dan hujan. Juga bisa dijadikan tempat berteduh bila hujan.

Menaiki jembatan penye­be­rangan langsung tercium bau pe­sing yang menyengat. Sepertinya ada orang yang kencing di sini. Kondisi jembatan penyeberangan yang sepi dimanfaatkan oleh orang yang kebelet buang hajat. Selain bau, kondisi jembatan penyeberangan juga kotor. Kar­dus dan sampah plastik berserakan.  

Beberapa pejalan kaki yang ditemui enggan menggunakan jembatan penyeberangan karena kotor dan bau. “Pernah pakai jem­batan tapi dulu. Sekarang-sekarang udah nggak pernah lagi, nggak tahan ama baunya. Ba­wa­annya mau muntah kalau lewat atas. Belum lagi banyak sam­pah­nya,” tutur Dedi (22) penjaga counter HP di Senayan City.  

Reni (24), karyawan stand kos­metika di Plasa Senayan me­ngungkapkan hal sama. Ia merasa jijik dengan bau pesing di jem­ba­tan itu. “Saya nggak nyaman lewat atas. Udah kotor, bau pula. Terus kalau malam kurang pe­nerangan, jadi saya takut lewat situ. Biar dikata berbahaya, men­ding lewat bawah aja.”

Sebagian besar jembatan pe­nye­berangan tak dilengkapi lam­pu pe­nerangan. Lantaran gelap, tempat ini rawan tindak kejaha­tan. Salah satu jembatan penye­be­rangan yang rawan kejahatan terletak di Jalan Bekasi Timur Raya, Jakarta Timur. Lokasi per­sisnya di samping perlintasan rel kereta Pisangan.

Penerangan jembatan pe­nye­berangan ini hanya mengan­dal­kan lampu PJU. Lampu itu di­pa­sang setelah warga mengeluhkan banyaknya aksi penodongan di tempat itu.

Ramai Kaki Lima dan Uang Jago

Beberapa jembatan pe­nye­berangan dijadikan tempat ber­jualan oleh pedagang kaki lima. Ini bisa kita lihat di jembatan penyeberangan yang dekat pusat perdagangan. Misalnya, Pasar Mester, Jatinegara, Jakarta Timur dan Blok M, Jakarta Selatan.

Di jembatan penyeberangan yang menghubungkan Blok M Plasa dengan terminal bus, ter­lihat 20 pedagang yang meng­gelar lapak mulai dari anak tang­ga hingga ke badan jembatan.

Berbagai jenis barang dita­war­kan kepada orang yang melintas. Mu­lai kacamata, jam tangan, kaos, sandal hingga aksesoris handphone.

Makin sore, pedagang yang ber­jualan di sini makin ramai. Sehingga nyaris memakan semua badan jembatan. Hanya tersisa se­dikit ruang untuk orang melintas.

Beberapa pejalan kaki yang tertarik dengan barang yang di­jajakan terlihat berhenti. Langkah pejalan kaki di belakang jadi ter­hambat karena ada yang berhenti. Untuk melintas, perlu berbagi ruang dengan pejalan kaki yang datang dari arah depan.

Walaupun menggelar dag­a­ngan di fasilitas umum tak berarti gratis. Se­tiap hari para pedagang wajib menyetor “uang jago” agar boleh ber­­dagang di situ. Minimal Rp 5 ribu.

“Sekarang mana ada yang gratis? Ke WC umum aja harus bayar seceng (Rp 1.000),” kata seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya. Kalau tidak mau membayar akan diusir. Mau tidak mau pe­dagang itu me­nyi­sih­kan se­bagian hasil berdagangnya un­tuk uang jago.

Razia Digelar hanya Pagi Hari

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Royke Lu­mowa menegaskan pejalan kaki harus menyeberang di titik-titik yang telah disediakan. Yakni, jembatan penyeberangan orang (JPO), zebra cross, persim­pa­ngan jalan yang ada lampu me­rahnya serta underpass.

“Kalau dia menyeberang bukan pada tempat pe­nye­be­ra­ngan, bisa disalahkan,” kata dia. Pejalan kaki yang tidak tertib akan ditilang. Sanksinya mem­bayar denda Rp 250 juta. KTP-nya disita sebagai jaminan.

Tilang diperlakukan di kawa­san yang sudah terdapat fasilitas penyeberangan. Tapi, bila tidak ada, pejalan kaki boleh me­nyeberang di jalan umum.

“Sepanjang (jalannya) me­nu­rut kepatutan dan kela­yakan aman untuk diseberangi, itu boleh. Tapi, ketika dia me­nye­berang dan di tempat itu ada tem­pat penyeberangan atau zebra cross, itu bisa ditilang ka­rena melanggar,” kata Royke.

Ia mengatakan razia bagi penyeberang jalan dilakukan pagi hari. “Tidak kami tong­krongi 24 jam.” Sejauh ini pe­jalan kaki yang melanggar hanya diberi teguran.

Royke menjelaskan JPO atau zebra cross penting bagi ke­s­e­la­matan penyeberang jalan mau­pun pengendara. Bila pe­jalan kaki tertib bisa mengu­ra­ngi angka kematian akibat tertabrak saat menyeberang ja­lan. “Oleh karenanya, gunakan fasilitas JPO dan zebra cross yang ada,” imbaunya.

Royke bisa memahami ke­eng­ganan pejalan kaki meng­gu­nakan fasilitas penyeberangan lantaran tak memadai. Sebab itu, dia meminta pemerintah daerah memperbaiki.

Royke juga menemukan di sejumlah ruas jalan yang ba­nyak pejalan kakinya justru tak tersedia jembatan penye­be­ra­ngan. Akibat pejalan kaki me­nyeberang di jalan umum yang menyebabkan kemacetan.

“Tentunya pemerintah bisa menambah sarana tersebut, mi­salnya di situ banyak keru­mu­nan orang yang mau nyeberang tapi di situ tidak ada tempat pe­nyeberangan jalan,” tuturnya.

Sementara, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono mengerahkan anak buahnya untuk merazia penye­be­rang jalan nakal dalam Ope­rasi Patuh Jaya 2011.

“Kami ter­libat di dalam ope­rasi Ini. Kami mengerahkan ang­gota Dis­hub dari enam suku dinas wilayah kotamadya untuk mem­bantu operasi ini.”

Menurut Pristono, kebera­daan JPO di DKI sudah cukup. Namun pemerintah daerah te­rus membangun. Setiap tahun mi­nimal lima jembatan diba­ngun. “Tapi, JPO tidak optimal digunakan karena banyak pe­dagang kaki lima atau jauh. Itu bukan berarti alasan untuk tidak dilewati, sebab keselamatan le­bih penting,” katanya.

Pristono berharap dengan ope­­rasi ini para pejalan kaki me­miliki kesadaran untuk me­nye­berang pada tempat yang telah ditentukan. “Karena kalau me­nye­berang sembarangan dan ter­jadi kecelakaan yang terkena mu­sibah bukan saja pejalan kaki, tetapi juga pengemudi ken­daraan. Padahal dia sudah sesuai dengan jalurnya,” ujarnya.   [rm]

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

UPDATE

Aceh Selatan Terendam Banjir hingga Satu Meter

Jumat, 11 Oktober 2024 | 23:58

Prabowo Bertemu Elite PKS, Gerindra: Dukungan Moral Jelang Pelantikan

Jumat, 11 Oktober 2024 | 23:39

Saham Indomie Kian Harum, IHSG Bangkit 0,54 Persen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 23:26

Ini Alasan Relawan Jokowi dan Prabowo Pilih Dukung Rido

Jumat, 11 Oktober 2024 | 23:19

Transisi Pemerintahan Jokowi ke Prabowo Ukir Sejarah

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:54

Pensiun Jadi Presiden, Jokowi Bakal Tetap Rutin Kunjungi IKN

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:42

Sosialisasi Golden Visa Bidik Top Investor di Bekasi

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:31

Soal Kasus Alex Marwata, Kapolda Metro: Masalah Perilaku Kode Etik yang Jadi Pidana

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:26

Kontroversi Gunung Padang: Perdebatan Panjang di Dunia Arkeolog

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:20

ASDP Ajukan Praperadilan Buntut Penyitaan Barbuk, KPK Absen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:17

Selengkapnya