RMOL. Hingga awal Juli 2010, sedikitnya tiga pejabat daerah diduga melakukan korupsi. Alhasil, mereka ditangkap aparat Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Siapa saja mereka?
Adalah Ketua DPRD Tebing Tinggi, Sumatera Utara, MuÂhamÂmad Syafri Chap (62 tahun) yang ditangkap tim gabungan intelijen Kejaksaan Agung dan Kejaksaan NeÂgeri Tebing Tinggi.
Menurut situs resmi Kejagung (kejakÂsaan.go.id) penangkapan Syafri dilakukan di kamar Hotel Sentral Nomor 1309 Lantai 13 yang beraÂda di kawasan Jalan PraÂmuka JaÂkarta Pusat, pada sabtu (9/7) dinihari.
Hal itu dibenarkan Kepala Pusat Penerangan Hukum KejaÂgung Noor Rochmad. MenuÂrutÂnya, Syafri ditangkap setelah tiba dari Bandara Soekarno-Hatta. Syafri, katanya, baru tiba dari Tebing Tinggi. “Sekarang yang bersangkutan sudah diterbangkan lagi ke Tebing Tinggi,†katanya.
Dalam situs Kejagung itu diseÂbutkan, penangkapan Syafri dilaÂkuÂkan berdasarkan putusan MahÂkamah Agung Nomor 1213K/Pid.Sus/2009 tanggal 18 Agustus 2010. Syafri disangka melang gar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang 31 tahun 1999 juncto PaÂsal 55 ayat 1 ke-1, dengan anÂcaÂman hukuman satu tahun penjara, dan denda Rp 50 Juta.
Kini, setelah menyandang preÂdikat tersangka, Syafri menÂdaÂpatÂkan tiket menginap di hotel proÂdeo Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Tebing Tinggi, Sumatera Utara.
Selanjutnya, ada Bupati KÂoÂlaka Sulawesi Tenggara, Buhari Matta yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung pada Senin (11/7). Kapuspenkum KeÂjaÂgung mengatakan, Buhari diÂduga menyalahgunakan jabaÂtanÂnya dengan mengeluarkan Izin Kuasa Pertambangan (KP) dalam areal kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Lemo tanpa ada izin dari Menteri Kehutanan.
“Sejak Jumat kemarin, Bupati Kolaka berinisial BM ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi penjualan nikel,†katanya.
Untuk mempersempit ruang geÂrak Buhari, Kejagung akan menÂcegahnya ke luar negeri. MeÂnurut Kapuspenkum, pencegahan Buhari merupakan salah satu langkah lanjutan guna memÂperÂlanÂcar penyidikan yang kini dilaÂkuÂkan penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JamÂpidÂsus). “Semua instrumen yang ada dalam penyidikan akan dipakai, termasuk pencekalan,†katanya.
Selain Bupati, ada tersangka lain, yakni Manager Direktur PT Kolaka Mining Internasional, Atto Sakmiwata Sampetoding. “Jadi ada dua tersangka yang telah diteÂtapkan oleh Kejagung, tapi peÂmeÂriksaan tersangka BM menunggu jadwal selanjutnya,†katanya.
Sementara itu, KPK menetapÂkan Bupati Seluma, Bengkulu, Murman Effendi sebagai tersangÂka korupsi pada Senin (11/7). KeÂpaÂla Humas KPK, Johan Budi SapÂto Prabowo menyatakan, MurÂÂman ditetapkan sebagai terÂsangka lantaran diduga menyuap sejumÂlah anggota DPRD Seluma guna meloloskan rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang penÂgÂguÂnaÂan dana anggaran infrastruktur. “Kami menetapkannya sebagai terÂsangka dan ada dua alat bukti yang cukup kuat, tapi tak bisa diÂbeÂritahu kepada masyarakat,†katanya.
Menurut Johan, KPK masih meÂngembangkan perkara terÂseÂbut guna menelisik keterlibatan pihak lain dalam perkara tersebut. Selain itu, katanya, KPK telah meÂÂmeriksa 19 anggota DPRD SeÂluma Bengkulu untuk memÂperÂjelas posisi kasus tersebut. KPK menduga ada sejumlah anggota DPRD Seluma yang menerima suap masing-masing Rp 100 juta daÂÂlam bentuk dua lembar cek. NiÂlai setiap lembar cek Rp 50 juta. “Sampai hari ini baru satu terÂsangÂkanya. Kami terus telusuri untuk dikembangkan,†katanya, kemarin.
Oleh KPK, Murman dijerat deÂngan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan atau Pasal (13) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tenÂtang Pemberantasan Tindak PiÂdana Korupsi. Artinya, Murman telah memberi atau menjanjikan sesuatu ke pihak lain untuk berÂbuat atau tidak berbuat terhadap suatu hal.
Ada Lima Faktor Korupsi di DaerahTB Soemandjaja, Anggota Komisi II DPR Anggota Komisi II DPR TB Soemandjaja meminta lembaga penegak hukum tidak merasa lelah memberantas praktik koÂrupsi yang melibatkan pejabat daerah. Soalnya, korupsi yang dilakukan di daerah, bisa jadi jumÂlahnya lebih besar ketimÂbang praktik korupsi yang diÂlakukan di kota besar.
“Sebenarnya jika mau diÂhitung secara matematis, angka korupsi di daerah lebih besar ketimbang di pusat. Di daerah sangat jarang terpantau secara langsung oleh lembaga peÂneÂgak hukum. Kalaupun ada, paÂling sedikit,†katanya, kemarin.
Menurutnya, praktik korupsi yang menjerat pejabat daerah terjadi karena lima hal. PerÂtama, katanya, pejabat daerah kurang mengerti aturan hukum. Kedua, lanjutnya, pejabat daeÂrah baÂnyak yang berasal dari kalangan non birokratif. “SeÂhingga, peÂngeÂtahuan tentang mekanisme administrasi angÂgaran daerah saÂngat jauh keÂtinggalan dari anak buahnya atau para stafnya,†tandasnya.
Ketiga, menurut politisi PKS ini, tidak adanya lagi MuÂsyaÂwarah Pimpinan Daerah (MuÂsÂpida) pasca disahkannya UnÂdang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Padahal, katanya, deÂngan Muspida para pemimpin daerah dapat melakukan koÂmuÂnikasi dengan pihak lembaga peÂnegak hukum.
Keempat, kata Soemandjaja, para pejabat daerah kurang memahami pengertian korupsi daÂlam arti luas. Maksudnya, para pejabat daerah hanya meÂmahami korupsi sebagai tinÂdaÂkan mengambil uang rakyat.
Kelima, menurut dia, boleh jadi pejabat daerah memahami semua aturan hukum dan perÂundang-undangan, tetapi meÂreka khilaf alias lupa diri. SeÂhingga, katanya, mereka meÂlakukan korupsi atas dasar hawa nafsunya.
Gara-gara Mau Balikin Modal
Suyanto Londrang, Pengamat HukumPengamat hukum dari UniÂversitas Krisnadwipayana, SuÂyanto Londrang menilai, maÂrakÂnya praktik korupsi yang menÂjerat para pejabat daerah lebih dikarenakan faktor pilÂkada yang menghabiskan miÂliaran rupiah. Sehingga, pejabat daerah yang terpilih lebih meÂmilih usaha baÂlik modal ketimÂbang meÂmiÂkirÂkan masa depan daerahnya.
“Tidak ada pilkada yang murah. Pasti biayanya miliaran. Sesudah mereka terpilih, meÂreÂka melupakan aspirasi yang teÂlah disampaikan ketika kamÂpaÂnye. Itu sudah hal yang lumrah saat ini,†katanya.
Meski begitu, Suyanto tak meÂnyalahkan terselenggaranya pilkada. Dia hanya melihat bahÂwa orang-orang yang mengkuti pilkada tidak mempunyai meÂnÂtalitas tinggi untuk memajukan daerahnya.
“Calon pejabatnya ini yang haÂrus berbenah diri, buÂkan pilÂkadanya. Kalau pelaÂkÂsaÂnaan pilÂkada sudah menÂceÂrÂminÂkan siÂkap demokratis,†tuturnya.
[rm]