Berita

Lembaga Bantuan Hukum (LBH)

On The Spot

KRISIS LBH

Gaji Staf Belum Dibayar, Langganan Koran Dihentikan

JUMAT, 01 JULI 2011 | 04:58 WIB

RMOL.Sorot mata Ratna Ariyanti tertuju ke foto-foto hitam putih yang dipajang di ruang tamu kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Pandangannya terhenti pada sebuah foto pria berpenampilan flamboyan dikerumuni orang. Wajah pria yang mengenakan kaca mata hitam besar dan berdasi itu tampak familiar.

“Ini foto-foto Bang Buyung se­waktu masih aktif di LBH Ja­karta,” kata Ratna sambil mem­benarkan letak kacamatanya.

Adnan Buyung Nasution adalah advokat senior. Dialah pen­diri LBH Jakarta setelah ke­luar dari Ke­jaksaan. Buyung juga pendiri Ya­yasan Lembaga Ban­tuan Hu­kum Indonesia (YLBHI) yang me­naungi LBH di beberapa daerah.

Setelah melihat foto kenangan itu, Ratna yang didapuk jadi Ketua Panitia Malam Solidaritas LBH Jakarta menulis sesuatu di buku catatannya. Perempuan yang aktif di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) terpanggil menggelar malam penggalangan dana bagi LBH Jakarta yang kini kesulitan dana.

Al Ghifari Aqsa, pengacara pub­lik mengatakan, LBH Jakarta tengah dilanda krisis keuangan. Krisis yang sama pernah dialami pada 1990 dan 2003. Tapi, me­nu­rut dia, krisis kali ini yang ter­pa­rah. Kas yang dimiliki LBH pada Mei tinggal Rp 26 juta. Se­mentara biaya operasional per bulan Rp 70 juta atau Rp 840 juta setahun.

Lantaran tak memiliki dana, 11 pengacara publik dan pegawai LBH belum menerima gaji bulan Juni. “Bahkan kami sudah ber­henti langganan koran karena tidak punya uang,” katanya.

LBH Jakarta berkantor di lantai dua gedung YLBHI di Jalan Di­ponegoro 74, Menteng, Jakarta Pu­sat. Selama ini, kata Ghifari, biaya listrik dan telepon ditang­gung YLBHI. Di luar itu jadi tang­gungan LBH.

Menurut Ghifari, krisis ke­uangan ini terjadi karena bantuan dari lembaga donor, AusAid, Ya­yasan Tifa, Hifos terhenti. Ban­tuan dari Pemerintah DKI Jakarta lebih dulu distop. Seingatnya, Pe­me­rintah DKI pernah mem­be­rikan bantuan tahun 2005 sampai 2007. “Tapi saya lupa jumlah­nya,” kata Ghifari.

Walaupun dilanda krisis ke­uangan, LBH Jakarta tak sem­ba­rangan menerima bantuan. Ghi­fari menegaskan pihaknya me­nolak bantuan dari orang yang terlibat kasus melanggar HAM maupun kasus korupsi.

Kabar mengenai kesulitan ke­uangan ini sampai ke seorang ang­gota DPR. Menurut Ghifari, ang­gota Dewan itu menawarkan ban­tuan dana. “Tapi bantuannya kami tolak karena anggota DPR itu di­ketahui memiliki PJTKI,” katanya.

Krisis ini, menurut Ghifari, menjadi pelajaran bagi LBH Jakarta agar ke depan harus man­diri. Tak boleh mengandalkan bantuan dari lembaga donor un­tuk operasionalnya

Ghifari berharap untuk jangka pan­jang LBH didanai masya­rakat, baik melalui APBD atau­pun bantuan dari masyarakat yang ter­gabung dalam Solidaritas Ma­sya­rakat Peduli Keadilan (Simpul).

Lewat kelompok ini, ma­sya­rakat bakal memiliki “saham” di LBH Jakarta. “Kami targetkan mendapat 5.000 Simpul agar kami bisa mandiri,” kata Staf Bidang Pengembangan Sumber Daya Hukum Masyarakat LBH Jakarta ini.

Tadi malam, digelar malam penggalangan dana bagi LBH Jakarta di Auditorium Perpus­takaan Nasional di Jalan Salemba 28A, Jakarta Pusat.

Acara ini menampilkan orkestra Universitas Indonesia dan orasi budaya Profesor Frans Magnis Suseno. Acara dipandu Najwa Shihab dan Farhan.

Menurut Ratna, acara ini me­rupakan inisiatif dari masyarakat yang peduli terhadap LBH Ja­karta. Sebab, selama ini LBH memberikan bantuan hukum kepada masyarakat tak mampu. “Jangan sampai advokasi kepada masyarakat ini terganggu karena LBH Jakarta kesulitan dana.”

Diharapkan, pada malam do­nasi akan terkumpul dana mi­ni­mal Rp 210 juta. “Uang itu untuk menutup biaya operasional tiga bulan, Mei sampai Juli,” kata Ratna.

Dalam malam penggalanan dana juga akan dibentuk Soli­da­ritas Masyarakat Peduli Keadilan (Simpul). Grup ini yang me­ngoor­dinir bantuan dana untuk LBH Jakarta setiap bulan.

“Kalau ada seribu orang yang tergabung di grup ini masing-ma­sing menyumbang Rp 100 ribu, akan terkumpul Rp 100 juta se­tiap bulan. Ke depan LBH Ja­karta tak akan kekurangan uang lagi,” harap Ratna.

Sementara, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo berjanji akan memberikan bantuan dana untuk LBH Jakarta. “Saya punya komitmen tidak akan mening­galkan lembaga ini,” katanya.

Menurut Fauzi Bowo, sebe­lumnya pihaknya sudah mengu­curkan bantuan ke LBH Jakarta. Bantuan ini dipergunakan per­bai­kan gedung dan fasilitas. Padahal, bantuan itu juga untuk ke­lang­sungan organisasi itu.

“Saya sudah cek ke Biro Hu­kum tapi jawabannya tidak jelas. Ini kejadiannya hampir serupa de­ngan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin,” katanya

“Saya memang meme­rin­tahkan memperbaiki gedungnya. Gedung dibikin, yang rutin dihilangkan. Padahal ini kan dua hal yang berbeda,” kata Fauzi Bowo.

Bantuan Hukum Jalan Terus

Direktur Lembaga Bantuan (LBH) Jakarta Nurkholis me­mastikan krisis keuangan ini tak akan menghambat bantuan hu­kum kepada masyarakat. Tapi, kesulitan dana ini akan mem­per­lambat gerak para staf.

Ia mengungkapkan sejak awal 2011 LBH Jakarta menerima 457 pengaduan masyarakat. Se­muanya ditangani.

Nur Kholis mengatakan, krisis keuangan yang mendera saat ini merupakan yang terparah dalam 40 tahun terakhir.

“Mei 2011, kami hanya memi­liki sisa anggaran Rp 27 juta. Itu hanya cukup untuk memberikan bantuan hukum selama satu bulan ke depan,” katanya.

Nurkholis menjelaskan lem­baga donor berjanji akan mem­berikan dana pada Januari 2011. Namun hingga kini belum me­ngu­cur. Akibatnya kas LBH tergerus.

“Kami berharap lembaga do­nor kembali pada komitmen awal,” katanya. Ia mendapat ka­bar gembira bantuan akan di­ku­curkan pada Agustus.

Tarik BayaranTapi Tak Mahal

LBH Jakarta menempati lantai dua gedung YLBHI di Jalan Di­ponegoro 74, Jakarta Pusat. Me­masuki halaman gedung ber­lantai empat itu terlihat VW parkir di depan lobby.

Anda kecewa dengan pe­layanan publik? Ayo mengadu di sini. Tulisan itu dibuat di bodi mobil panjang keluaran Eropa itu. Di bawahnya dicantumkan nomor telepon dan faks yang bisa dihubungi serta ilustrasi orang yang antre di depan loket. Mobil ini merupakan ken­daraan operasional LBH Jakarta untuk memberikan pelayanan hukum keliling di Jabodetabek.

Di depan lobby diletakkan patung perempuan berkonde de­ngan selendang melilit di le­her­nya. Ia duduk bersimbuh. Ke­dua tangannya menengadah ke atas layaknya berdoa. Di te­la­pak tangannya terdapat ne­raca. Ini simbol rakyat kecil yang mengharapkan keadilan dari atas. Patung inilah yang menjadi logo YLBHI dan LBH.

Untuk mencapai kantor LBH Jakarta bisa menggunakan lift atay tangga. Saat Rakyat Mer­de­ka datang kemarin, lift se­dang mati.  Sesampai di lantai dua tampak papan hijau ber­uku­ran besar di dinding. Isinya ber­bagai informasi. Di antaranya poster coklat muda tentang Tea­ter Ciliwung. Juga ada poster ke­cil yang bertuliskan SIMPUL. Di papan inilah ditempel kertas bertuliskan “Lembaga Bantuan Hukum Jakarta”.

Di lantai di depan papan itu digeletakkan poster bertuliskan “Mendorong Hukum Acara Pida­na Yang Berprespektif HAM” dengan gambar dewi keadilan.

Di samping kiri dinding yang ditempeli poster-poster terdapat pintu. Melongok ke dalam ter­lihat ruangan berukuran 2x5 me­ter. Di dalamnya yerdapat em­pat meja lengkap dengan kursi dari kayu model lawas. Inilah tempat pengaduan ma­syarakat. Siang kemarin, LBH Jakarta tak menerima penga­duan ma­syarakat. Para staf si­buk mem­persiapkan acara pengga­langan dana nanti malam.

Al-Ghifari  Al Aqsa, penga­cara publik LBH Jakarta me­nga­­ta­kan, layanan pengaduan ma­­sya­rakat dibuka Senin sam­pai Ka­mis, pukul 9 pagi sampai 3 sore. “Namun bila ada ma­sya­rakat yang mengadu di luar waktu yang ditentukan dan sifatnya urgen, kami tetap layani,” katanya. Setiap hari, tutur dia, LBH Ja­karta menerima 10 penga­duan dari masyarakat.

Walaupun mengemban misi sosial, LBH Jakarta tetap me­narik biaya dari masyarakat yang meminta bantuan hukum. Untuk ad­mi­nistrasi Rp 20 ribu. Biaya pe­nga­dilan Rp 15 ribu. Juga ada biaya operasional operasional yang besarnya tergantung kondisi di lapangan.

Biaya yang dikeluarkan ini jauh lebih murah bila meng­gunakan jasa pengacara umum. “Kalau kalau tidak mampu, kami gratiskan semuanya,” kata Ghifari. [rm]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

UPDATE

Aceh Selatan Terendam Banjir hingga Satu Meter

Jumat, 11 Oktober 2024 | 23:58

Prabowo Bertemu Elite PKS, Gerindra: Dukungan Moral Jelang Pelantikan

Jumat, 11 Oktober 2024 | 23:39

Saham Indomie Kian Harum, IHSG Bangkit 0,54 Persen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 23:26

Ini Alasan Relawan Jokowi dan Prabowo Pilih Dukung Rido

Jumat, 11 Oktober 2024 | 23:19

Transisi Pemerintahan Jokowi ke Prabowo Ukir Sejarah

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:54

Pensiun Jadi Presiden, Jokowi Bakal Tetap Rutin Kunjungi IKN

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:42

Sosialisasi Golden Visa Bidik Top Investor di Bekasi

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:31

Soal Kasus Alex Marwata, Kapolda Metro: Masalah Perilaku Kode Etik yang Jadi Pidana

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:26

Kontroversi Gunung Padang: Perdebatan Panjang di Dunia Arkeolog

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:20

ASDP Ajukan Praperadilan Buntut Penyitaan Barbuk, KPK Absen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:17

Selengkapnya