RMOL. Penyerahan laporan kekayaan pejabat segera memasuki batas akhir. Tapi, banyak pejabat di Kementerian Keuangan yang belum melaporkan kekayaannya ke KPK.
Pria muda berjalan santai mendatangi stand pelaporan harta kekayaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Auditorium GeÂdung B Kantor Pusat DiÂrekÂtorat Jenderal Bea dan Cukai di Jalan Ahmad Yani 40, Jakarta Timur, Jumat siang.
Sambil mengempit amplop putih di tangan kanannya, pria yang mengenakan batik coklat muda ini lalu menyerahkan berÂkas kepada Pujianto, anggota tim Laporan Harta Kekayaan PenyeÂlenggara Negara (LHKPN) KPK.
Setelah berkas dianggap lengÂkap, tim dari KPK menyerahkan tanÂda terima warna kuning yang dibungkus amplop kepada pria berambut cepak pegawai Bea Cukai itu.
Sejak kamis lalu, KPK jemput bola untuk menagih laporan kekayaan pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan. Diawali di kantor Kementerian Keuangan dan Ditjen Pajak. Jumat kemarin giliran Ditjen Bea Cukai.
Memasuki Auditorium Gedung B Kantor Pusat Ditjen Bea Cukai disambut dengan pengumuman yang ditulis di kertas ukuran A4 yang ditempel di pintu. “Drop Box LHKPN, Jumat 17 Juni Pk 10.00-15.00 WIB, Auditorium Gedung B, KP DJBCâ€. Demikian isi pengumumannya.
Memasuki auditorium terlihat dua meja di belakang pintu. PoÂsisinya saling berhadapan. Tak ada yang menunggui meja yang dilengkapi kursi itu. Di bagian kanan ruang pertemuan berukuÂran 10x20 meter itu ditata 30 kursi. Kursi-kursi ini disediakan untuk tempat menunggu pegawai Bea Cukai yang menyerahkan LHKPN.
Kursi-kursi itu kosong. Di dÂeÂpannya disediakan 10 kursi untuk tempat mengantre pegawai yang menunggu dipanggil tim KPK. Di sini terlihat seorang pegawai yang menunggu berkas laporanÂnya selesai diverifikasi.
Di depan pria itu diletakkan meja-meja yang digabung seÂhingga memanjang empat meter. Di atas meja dipasang papan naÂma dari mika. “Tim LHKPN KPKâ€. Demikian tulisan di papan itu.
Di ujung kanan meja dileÂtakÂkan satu kotak (
box) besar dari plastik. Di bagian depan kotak diÂtemÂpel stiker bertuliskan “KPKâ€. Di bagian kiri juga ditempeli bertuliskan “Drop Box Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)â€.
Di meja penyerahan berkas terÂlihat empat staf KPK sibuk meÂmeriksa berkas LHKPN yang diÂseÂrahkan pegawai Bea Cukai. Sebuah meja diletakkan di meja panjang. Seorang staf KPK beÂkerja di situ. Dia menyalin data di berkas yang diserahkan ke daÂlam
notebook. Pemantauan
Rakyat Merdeka, sepanjang Jumat siang hanya dua pegawai Bea Cukai yang terlihat menyerahkan LHKPN. Lantaran sepi pelapor, tim KPK meminta bantuan resepsionis menguÂmumÂkan bahwa KPK membuka stand laporan kekayaan di Auditorium B. Pegawai yang belum melaporÂkan kekayaannya diimbau untuk datang. Pengumuman ini disuaÂrakan lewat pengeras suara (speaÂker) berulang-ulang.
Pujianto mengatakan, hingga kini masih banyak pegawai Bea CuÂkai yang belum menyerahkan LHKPN. Pihaknya lalu jemput bola. Tujuannya untuk memÂperÂmudah pegawai menyerahkan laÂporan. “Saya harap dengan adaÂnya cara seperti ini, akan semakin banyak pegawai Bea dan Cukai yang melaporkan harta kekaÂyaanÂnya,†kata pria berkaca mata ini.
Untuk jemput bola, KPK meÂngerakkan enam staf dan menyeÂdiakan “drop boxâ€. “Kami hanya menerima berkas LHKPN yang sudah lengkap. Mereka sudah meÂngisinya dari rumah. Ketika sampai di sini tinggal meÂnyeÂrahÂkan saja,†kata Pujianto.
Menurut staf fungsional di DiÂrektorat LHKPN KPK ini, jumÂlah pegawai Bea Cukai yang wajib lapor kekayaan sebanyak 3.765 orang. Mulai dari pejabat eselon I atau setingkat direktur jenderal (dirjen) hingga level terendah yakni pemeriksa atau golongan tiga.
Hingga kini baru 1.074 orang yang menyerahkan laporan keÂkaÂyaan. Jumlah itu masih ditambah 31 orang yang menyerahkan saat KPK jemput bola Jumat kemarin.
Kendati begitu, menurut PuÂjianto, jumlah yang telah meÂnyeÂrahkan masih perlu dihitung. SeÂbab ada yang menyerahkan langÂsung ke kantor KPK ataupun leÂwat pos.
“Yang lewat pos dan daÂtang sendiri belum kami hitung. Tapi perkiraan kami pegawai Bea dan Cukai yang ngirim ke kita baru sekitar 50 persen atau seÂpaÂruhnya,†katanya
KPK hanya membuka stand penerimaan laporan kekayaan di Kantor Pusat Ditjen Bea Cukai selama sehari. Bagi pegawai yang melewatkan kesempatan ini, mereka harus menyerahkan langsung ke KPK. “Kami beri tenggang waktu hingga 25 Juni,†kata Pujianto.
Sehari sebelumnya, KPK memÂbuka stand yang sama di kanÂtor Kementerian Keuangan di LaÂpangan Banteng, Jakarta Pusat dan Kantor Pusat Ditjen Pajak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Menurut Pujianto, bila diÂbanÂdingkan di Ditjen Pajak, minat pegawai Bea Cukai untuk meÂnyerahkan laporan kekayaan leÂwat drop box lebih rendah.
Kalau Bersih, Ngapain Malu ...Telat Menyerahkan, Kena Sanksi Ringan
Kepatuhan pegawai jajaran Kementerian Keuangan untuk melaporkan harta kekayaannya dinilai masih rendah. Dari 24.704 yang wajib lapor, baru 8.456 orang (34,23 persen) yang telah menyerahkan lapoÂran harta kekayaan peÂnyeÂlengÂgara negara (LHKPN).
“Dari jumlah tersebut, seÂbanyak 6.907 atau sekitar 27,96 persen telah diumumkan dalam berita negara,†mata Cahya HaÂrefa, Direktur LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Untuk menagih laporan itu, menurut Cahya, pihaknya meÂlakukan jemput pula. Diawali di kantor Kementerian KeÂuangan dan kantor pusat Ditjen Pajak pada Kamis lalu. Lalu dilanjutkan di kantor pusat Bea Cukai pada hari berikutnya.
Menurut dia, pegawai yang belum sempat menyerahkan laporan kekayaan lewat drop box yang disediakan KPK, bisa menyerahkan langsung ke kantor Komisi di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan maupun lewat pos. Laporan ditunggu hingga 25 Juni 2011.
Bagaimana bila tidak menyeÂrahkan sampai batas waktu itu? Cahya mengatakan, pegawai itu bisa terkena sanksi. Mereka dianggap melanggar Pasal 3 angka (4) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tenÂtang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pasal itu menyebutkan setiap PNS wajib menaati segala peraturan perundang-undangan.
Cahya menjelaskan, sesuai ketentuan itu bila pegawai tidak menyerahkan LHKPN sesuai tenggat waktu yang telah dÂitetapkan, dia bisa terkena huÂkuman disiplin. Tapi tingkat ringan, yakni teguran lisan atau tertulis.
[rm]