ilustrasi, Proyek Flyover
RMOL. Target proyek pembangunan flyover atau jalan layang non tol Pangeran Antasari-Blok M rampung pada pertengahan 2012 agaknya tidak akan tercapai alias molor.
Hal ini diungkap Kepala Bidang Jembatan Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, Novrizal. Padahal diperkirakan, pemÂbangunan flyover ini akan meÂngurangi kemacetan sekitar 30 persen di kawasan itu.
Menanggapi hal ini, peneliti lembaga pengembangan hukum lingkungan Indonesia Irvan Pulungan menilainya wajar. PaÂsalÂnya, dari awal pemÂbaÂngunan jalan layang non-tol Pangeran Antasari-Blok M dinilai telah menyalahi aturan yang berlaku. Bahkan tidak melalui kajian lingkungan yang tepat.
Selain itu, kata Irvan, Kajian Lingkungan Hidup StraÂtegis (KLHS) untuk pemÂbaÂnguÂnan jalan layang non-tol (JLNT) ini tidak ada.
“Harusnya kajian itu diÂsusun dalam mengembangkan proÂyek yang memiliki dampak penting terhadap suatu kawasan. SebagaiÂmana amanat dalam UU No32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,†kata Irvan kepada
Rakyat MerÂdeka di Jakarta, kemarin.
Irvan juga menyayangkan pemÂbangunan dua
flyover ini tidak dirancang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2010, sebagaimana ketenÂtuan Perda No.6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
Dengan tidak dilakukannya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dalam kedua proyek itu, yang disertai dokumen penduÂkung berupa Rencana PengeÂloÂlaan LingkuÂngan (RKL) dan RenÂcana Pemantauan Lingkungan (RPL), Irvan meragukan kualitas jalan layang yang akan dibangun terseÂbut layak pakai atau tidak. Sebab, tidak ada proses itu dan langÂsung masuk tahap pemÂbaÂngunan. Banyak peraturan yang diabaikan. Harusnya, ikuti tahap sesuai peraturan yang ada.
Hal senada dikatakan pengÂamat kebijakan publik, Agus PamÂbagio. Dari pengamatannya, banyak kecacatan kajian Amdal pada proses pembangunan proÂyek jalan layang non tol AntaÂsari-Blok M.
Agus melihat, Dinas PekerÂjaan Umum DKI Jakarta hanya meÂlakukan Amdal konstruksi, tanpa mempertimbangkan damÂÂpak sosial yang disebabÂkannya. Ia bahÂkan mempreÂdiksi, setelah pemÂbangunan JLNT Antasari seÂleÂsai, kemaÂcetan akan kemÂbaÂli terjadi enam bulan ke depan.
“Saya melalui jalan itu tiap haÂri. Dari segi Amdal, pemerintah seharusnya mempertimbangkan, kawasan itu adalah wilayah huÂnian yang bisa banyak mengubah pola hidup di sana,†ungkapnya.
Agus menyangsikan pembaÂnguÂnan JLNT Antasari bisa meÂngurai kemacetan karena dua conÂtoh seÂbelumnya, yakni di JaÂlan Iskandar Muda dan Kalibata di Jakarta Selatan, tidak memÂberikan solusi yang signifikan.
“Di jalan itu buktinya, sudah dibangun jalan layang. Setelah itu, kembali macet. Hanya sebeÂntar lancar. Saya perkirakan enam bulan lagi setelah jadi, Antasari akan macet lagi,†tuturnya.
[RM]