Berita

X-Files

Sembilan Bulan, Deposito Elnusa Dibobol Lima Kali

Menelusuri Alur Pembobolan Rp 111 Miliar di Bank Mega
SABTU, 30 APRIL 2011 | 07:46 WIB

RMOL. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus indikasi pencucian uang atau (money laundring) dalam kasus pencairan Deposito On Call (DoC) milik PT Elnusa (ELSA)sebesar Rp 111 miliar di Bank Mega. Dari identifikasi kepolisian diduga, sedikitnya terdapat lima aliran dana yang mengucur lewat rekening milik tersangka, Direktur Keuangan Elnusa, Santun Nainggolan (SN).

Dari penelusuran pihak ber­wajib terungkap, dana Rp 111 mi­liar diduga dimanfaatkan SN de­ngan cara menginvestasikan di be­berapa perusahaan yang ber­gerak dalam bidang pengelolaan investasi. Kemudian hasilnya dipergunakan untuk kepentingan pribadi. “Pada hemat saya untuk kasus ini ada indikasi yang mengarah ke money laundering,” kata Di­rek­tur Pengawasan dan Ke­patu­han PPATK Subintoro, ke­tika di­hubu­ngi Rakyat Mer­deka, Rabu, (27/4).

Alasannya, dia menduga kalau pelaku berupaya optimal untuk me­nyamarkan atau menyem­bu­nyi­kan hasil kejahatannya.. Sebe­lumnya, Kepala PPATK Yunus Husein menyatakan pihaknya te­lah berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya dalam pengungkapan du­gaan pembobolan dana milik Eln­usa. “PPATK sudah ber­koor­dinasi dengan Polda Metro Jaya,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka melalui pesan singkat.


Menurut Yunus, Polda Metro Jaya sudah mengirim surat pada PPATK untuk melakukan pela­ca­kan. “Sudah ada beberapa data yang masuk dari dua bank,” ka­ta­nya. Namun, Yunus belum me­rinci bank mana saja yang di­mak­sud. Disamping itu, Yunus belum mau mengungkapkan kemana saja uang Elnusa di Bank Mega dialirkan tersangka. “Bank lain pasti ada aliran,” prediksinya.

Sebelumnya, tim penyidik Sa­tuan Fiskal, Moneter dan Devisa (Fismondev) Ditreskrimsus Pol­da Metro Jaya menetapkan enam tersangka. Mereka adalah SAN, 53, yang tercatat sebagai Direktur Keuangan Elnusa, MAN, 41, Kepala Bank Mega cabang Ja­ba­beka, IHB, 35 dan GUN, 29, yang tercatat sebagai direksi PT Dis­co­very. Selebihnya RIC, 54, se­ba­gai broker dan ZUL, 45, ber­asal dari PT Har yang menjabat se­bagai staf koleksi.

Kasat Fismondev Polda Metro Jaya AKBP Aris Munandar me­nyebutkan, pencairan duit Elnusa di Bank Mega dilakukan seba­nyak lima kali. Pencairan dila­k­sa­nakan oleh tersangka SN ma­sing-masing pada September 2009 sebesar Rp 50 miliar, Ok­tober 2009 sebesar Rp 50 miliar, November 2009 sebesar Rp 40 miliar, April 2010 Rp 10 mgŽþar, Juli 2010 sebesar Rp 11 miliar. Namun sebelumnya pada Mei 2010 ada uang yang ditransfer ba­lik sebesar Rp 50 miliar ke re­kening PT Elnusa.

Di luar itu, dari penelusuran pi­hak kepolisian, uang yang di­bo­bol tersangka SN dan kroninya, se­lain dialihkan untuk kepen­ti­ngan in­vestiasi, juga dipakai un­tuk mem­beli sejumlah mobil. Aries pun tak menepis kalau ada uang yang dipakai tersangka untuk keperluan membeli lahan alias lading di wilayah Sulawesi. “Semuanya tengah diinven­ta­risir,” tuturnya.

Sementara pihak Bank Mega me­negaskan, tidak mau meng­gan­ti kerugian simpanan PT El­nusa yang raib di banknya. Me­reka menilai, dana itu raib bukan karena kesalahan Bank Mega. Bahkan, Bank Mega menyatakan siap membawa masalah ini ke jalur hukum. Direktur Kepatuhan Bank Mega Suwardhini yang di­konfirmasi pun memastikan, pe­nyebab dana hilang merupakan masalah internal Elnusa dengan pihak pengelola investasi, Dis­covery Indonesia dan Har­ves­tin­do Asset Management.

“Kami telah menjalankan tugas perbankan sesuai dengan pro­se­dur dan aturan yang berlaku, jadi tidak akan menggantinya,” kata­nya. Disampaikannya, Bank Mega juga mengaku siap me­me­nuhi panggilan kepolisian untuk menyelesaikan masalah ini.

Sementara Partahi Sihombing, pe­ngacara tersangka Kepala Ca­bang Bank Mega Jababeka Itman Harry Basuki (IHB) mengatakan, kliennya sudah sesuai prosedur dalam mencairkan dana deposito Elnusa. “Dia melakukan pekerja­an­nya sesuai prosedur yang ada. Dengan begitu saudara Itman ti­dak bisa dipersalahkan dan tidak ada tindak pencucian uang yang dilakukannya di sini,” kelitnya.

Partahi menambahkan, pen­cai­ran dana deposito milik PT El­nusa pada Bank Mega Cabang Pembantu Jababeka sesuai stan­dar operasional alias prosedur yang ada. Hal ini ilatari adanya dua tanda tangan dua pejabat El­nusa yang kompeten mencairkan dana. Partahi menjelaskan dua pejabat PT Elnusa yang me­nan­da­­tangi pencairan dana pada Bank Mega, yakni Direktur Utama berinisial E dan Direktur Keuangan berinisial SN menjadi alasan bagi kliennya untuk mencairkan dana Elnusa.

Ia menyoal kalau kliennya sama sekali tidak menerima in­formasi baik lisan maupun tulisan terkait pergantian Direktur Utama Elnusa yang berinisial E. “Se­hingga pencairan yang dilakukan saudara Itman atas persetujuan direksi lama sesuai prosedur ka­re­na tidak mengetahui adanya per­gantian direksi Elnusa,” ujarnya.  

Pihak PT Elnusa melalui Juru Bicara Divisi Hukumnya Hanny Soemarno mengatakan, sebagai nasabah, perusahaan meyakini jika dana deposito sebesar Rp 111 miliar itu masih berada di Bank Mega. Keyakinan itu mengacu pada dokumen perusahaan yang belum pernah mencairkan de­po­sito dari bank.

Pengawasan Bank Sangat Lemah
Yenti Garnasih, Pengamat Hukum

Pengamat hukum Uni­ver­sitas Trisakti Yenti Garnasih mem­prediksi kepercayaan ma­syarakat pada lembaga perb­an­kan di Indonesia bakal menu­run. Pasalnya, tindakan pen­ce­ga­han pembobolan dana nasa­bah di suatu Bank masih minim.

“Langkah pencegahan sangat penting dilakukan. Makanya, Bank Indonesia (BI) harus me­lakukan penguatan sistem pe­ngawasan internal maupun eksternal. Kemudian, pro­fe­sio­na­litas dan integritas pegawai bank juga perlu dijaga guna menghormati lembaga perban­kan di Indonesia,” katanya.

Sebetulnya, kata Yenti, apa­bila pengawasan internal ber­jalan baik dan tidak ada keter­libatan pihak bank, tidak mu­dah untuk membobol bank. “Tapi, justru di sinilah kun­ci­nya bah­wa je­bolnya sistem per­bankan kare­na ada konspirasi di antara oknum perbankan sen­diri. Nah, kalau be­gini si­tua­sinya maka tidak mus­tahil akan ada yang namanya ma­fia perbankan,” ucapnya.

Menurut Yenti, seharusnya pi­hak bank segera melaporkan jati diri para nasabah yang mem­punyai jumlah rekening hingga dua miliar rupiah pada Pusat Pelaporan Analisa dan Tran­saksi Keuangan (PPATK). “Mengingat kejahatan itu sudah berlangsung lama dan tidak terendus pihak otoritas bank. Pada kasus Malinda contohnya, tidak mungkin Malinda hanya bekerja dengan seorang teller. Peluang atasannya juga sangat terbuka, begitu pun pada kasus Bank Mega ini,” tandasnya.

Terkait kasus pembobolan Bank Mega yang menyebabkan hilangnya dana deposito El­nusa, doktor bidang pencucian uang ini berharap kasus ini menjadi tantangan bagi tim penyidik untuk mengusut tuntas perkara tersebut.

“Penyidik masih bisa terus mengembangkan kasus ini. Mi­salnya, bagaimana modus yang dilakukan sehingga ter­jadi ke­jahatan perbankan oleh sejum­lah orang yang diduga meli­bat­kan kepala cabang, di­rektur ke­uangan, broker dan pihak lain,” ujarnya.

Menurut Yenti, meski men­je­rat pejabat Elnusa, kasus pem­bobolan Bank Mega tetap bisa dikategorikan sebagai tindak kejahatan perbankan. “Soalnya, kasus itu melibatkan orang da­lam Bank Mega de­ngan modus pencairan depo­sito yang juga disinyalir meng­guna­kan tanda tangan palsu,” tandasnya.

Bank Indonesia Harus Lebih Tegas
Surahman Hidayat, Wakil Ketua Komisi XI DPR

Wakil Ketua Komisi XI DPR Surahman Hidayat, ber­pen­da­pat lembaga perbankan Indo­ne­sia yang melakukan pelang­ga­ran harus diberi sanksi tegas.

Soalnya, jika pelanggaran ter­­jadi maka ada sistem dari bank tersebut yang perlu di­per­ta­­nya­kan. Apalagi jika keja­hatan per­­bankan dilakukan oleh orang da­lam bank seperti yang terjadi da­lam kasus pe­m­bo­bo­lan dana na­sa­bah Citi­bank maupun Bank Mega.

“Ya harus itu. Bagaimana membuat lembaga perbankan kita saat ini baik jika ada oknum perbankan yang masih mela­ku­kan pelanggaran. Perlu diingat, pelanggaran yang dibuat itu sudah sangat fatal yaitu mem­bobol dana nasabah. Ini nggak bisa dibiarkan,” katanya.     

Menurut Surahman, pihak­nya di Komisi XI sudah ber­ulang kali meminta Bank Indo­ne­sia (BI) untuk menindak te­gas lembaga perbankan yang me­lakukan pelanggaran. Terle­bih, jika lembaga perbankan itu berasal dari luar negeri. “Itu su­dah sering kami sampaikan da­lam rapat dengan pihak BI su­pa­ya diperketat pengawasan dan kalau ada yang melanggar segera beri sanksi,” ucapnya.

Maraknya praktik pem­bo­bo­lan bank dewasa ini, me­nu­rut­nya terjadi karena dua faktor. “Per­tama, ialah faktor men­da­sar. faktor ini lebih kepada soal karakter manusianya. Jadi di da­lam diri manusia itu sudah ada niat jelek untuk mem­bu­suk­kan lembaga perbankan di Indo­nesia,” tandasnya.

Sementara yang kedua, kata politisi PKS ini berkutat se­putar faktor sistem standar bank. “Fak­tor standar ini bisa muncul karena lemahnya pe­ngawasan internal yang dilaku­kan oleh suatu lembaga per­bankan. Ber­bicara pe­ngaw­a­san, maka tentu­nya nggak bisa lepas dari sis­tem. Nah, sistem inilah yang harus diperbaiki,” katanya.

Sistem yang dimaksud ialah lem­baga perbankan harus mela­kukan proses recruitmen yang profesional terhadap calon pe­ga­wainya. “Misalnya, bukan hanya kemauan untuk beker­ja­nya saja, tapi karakter pekerja ha­rus dipantau,” tuturnya. Ke­tika ditanyakan mengenai si­kap­nya dalam menghadapi ter­jadinya pembobolan di Citibak dan Bank Mega, Surahman ber­janji akan membawa kasus ter­sebut untuk diagendakan dalam rapat Komisi XI. “Pasti saya dan kawan-ka­wan di Komisi XI akan men­cantumkan masalah itu,” katanya.   [RM]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kepuasan Publik Terhadap Prabowo Bisa Turun Jika Masalah Diabaikan

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46

Ini Alasan KPK Hentikan Kasus IUP Nikel di Konawe Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17

PLN Terus Berjuang Terangi Desa-desa Aceh yang Masih Gelap

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13

Gempa 7,0 Magnitudo Guncang Taiwan, Kerusakan Dilaporkan Minim

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45

Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27

Agenda Demokrasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02

Komisioner KPU Cukup 7 Orang dan Tidak Perlu Ditambah

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45

Pemilu Myanmar Dimulai, Partai Pro-Junta Diprediksi Menang

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39

WN China Rusuh di Indonesia Gara-gara Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33

IACN Ungkap Dugaan Korupsi Pinjaman Rp75 Miliar Bupati Nias Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05

Selengkapnya