Berita

ilustrasi, hutan sawit ilegal

X-Files

Menhut Lapor KPK, Polri dan Kejaksaan

Sengketa Aset Terpidana DL Sitorus
KAMIS, 07 APRIL 2011 | 06:18 WIB

RMOL. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera menelusuri dugaan pungutan liar di hutan sawit ilegal Padang Lawas, Sumatera Utara.

Menteri Kehutanan (Menhut) Zul­kifli Hasan menyatakan sudah res­mi melaporkan DL Sitorus ke­pada KPK, mengirim surat kepa­da Kapolri dan Jaksa Agung. DL Sitorus dila­porkan karena adanya dugaan masih me­ne­rima setoran dari kebun kelapa sa­wit yang kini dikelola PT Inhutani IV.

“Kita sudah melaporkan ke KPK soal  pungutan dari kebun sawit yang dikelola PT Inhutani IV di Padang Lawas, Sumut,” ujar Menhut Zulkifli di Istana Pre­siden, Jakarta, belum lama ini.


Sebagaimana diketahui,  pe­man­faatan lahan sawit register 40 di Padang Lawas, Sumut ini mi­nimal mencapai Rp 100 miliar per bulan. Artinya, jika dalam tiga tahun (36 bulan) lahan itu telan­tar, negara berpotensi rugi mi­ni­mal Rp 3 triliun lebih.

Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara KPK Johan Budi me­nga­ta­­kan, siap menindaklanjuti lapo­ran soal potensi kerugian negara. Untuk itu, pihaknya akan me­nunggu laporan terkait macetnya setoran hasil sitaan dari Inhutani IV ke kas negara.     

Lebih jauh Menhut kembali men­jelaskan, pengelolaan lahan sa­wit akan dilakukan secara op­timal. Ini ditujukan agar negara mendapat keuntungan maksimal. “Kita tidak ingin ada lahan me­nganggur. Termasuk lahan milik DL Sitorus yang selama ini ter­bengkalai,” tegasnya.

Sebelumnya, pihak Inhutani IV menyatakan, siap mengemban tu­gas mengelola lahan sawit yang te­lantar. “Kami sebagai BUMN siap mengemban tugas untuk meng­hu­tankan kembali hutan register 40 Padang Lawas.” kata Di­rut Inhu­tani IV Mustoha Iskan­dar yang dikonfirmasi belum lama ini.     

Namun diakui, pihak Inhutani IV sebelumnya tidak mem­be­ber­kan ada pungutan illegal terhadap la­han seluas 47 ribu hektar ter­se­but. BUMN bidang kehutanan ter­sebut beralasan, macetnya se­toran dari lahan tersebut karena belum ada kesepakatan dengan Kemen­terian Keuangan (Kemenkeu).

Mustoha mengatakan, Kemen­keu saat ini masih melakukan pe­nilaian terhadap kontribusi tetap yang harus disetor Inhutani ke­pada negara dalam bentuk peng­hasilan bukan pajak.

Selain itu, Kemenkeu yang ber­laku sebagai pengelola aset ne­ga­ra juga sedang mem­per­tim­bang­kan berapa pem­bagian hasil ke­untungan. Setelah Ke­menkeu se­tuju, barulah ada ker­jasama pe­manfaatan (KSP) antara Ke­me­n­hut dengan Inhutani.

“Bagaimana kami mau me­nun­juk mitra operator, KSP-nya saja be­lum ada. Kami belum bisa ber­buat apa-apa. Untuk me­nge­lola aset negara, diperlukan KSP. Ke­menhut menunjuk Inhutani melalui KSP. Eksekusi lapangan juga be­lum dilakukan. Saat ini baru ada ek­sekusi administrasi. Kami me­mang sudah melakukan tender ter­le­bih dahulu. Hal itu se­bagai te­robosan. Sehingga setelah KSP su­dah ada, kami tidak perlu memulai dari awal lagi, tidak baru mulai men­cari-cari partner,” jelasnya ke­pada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Diketahui, Inhutani IV men­da­pat tugas mengelola aset milik be­kas terpidana DL Sitorus melalui Surat Keputusan (SK) Menhut Nomor 358 tahun 2008. Selan­jut­nya, untuk memutuskan kelan­ju­tan operasional lahan bekas milik DL Sitorus ini, Inhutani meng­ge­lar tender. Dari 12 perusahaan yang mengikuti tender, muncul tiga nama perusahaan pemenang yakni, PT Citra Usaha Sejati, PT Budi Graha Perkasa dan PT Tidar Kerinci Agung.        

Kuasa hukum DL Sitorus, Much­tar Pakpahan sendiri mene­pis anggapan kalau kliennya di­sebut masih melakukan pungutan terhadap aset Inhutani IV. “Ter­ak­hir saya ikuti kasus ini pada 2009. Waktu itu sudah jelas ko­mit­mennya, kalau lahan ini di­ambil alih negara maka klien kami akan menghormati putusan ter­sebut,” tegasnya. Tapi seba­lik­nya kalau lahan itu ditenderkan pada pihak swasta, klien kami berinisiatif untuk ikut dalam tender tersebut.     

Alasannya, ketika itu kliennya tidak sedang bermasalah dengan perkara hukum. “Dia punya andil dalam membuka lahan tersebut, maka seharusnya ia diprio­ritas­kan dalam proses kepemilikan maupun pengelolaan lahan tersebut,” imbuhnya.      

Sedangkan anak terpidana DL Si­torus, Sihar Sitorus mengung­kapkan tuduhan adanya peram­ba­han hutan Register 40 itu tidak be­nar. Karena menurutnya, ekse­kusi yang dilaksanakan Kejati Su­mut tidak sesuai dengan amar pu­tusan Mahkamah Agung (MA). Ia menilai, tim eksekutor telah mengabaikan kepemilikan lahan objek perkara.

“Kami tidak ke­nal istilah eksekusi adm­i­nis­trasi. Dalam amar putusan MA tidak ditulis tentang eksekusi ad­ministrasi. Pertanyaannya apakah eksekusi ini sesuai amar putusan MA,” katanya.

Segera Tetapkan Operator Lahan
Ahmad Muqowam, Ketua Komisi IV DPR

DPR meminta pemerintah segera mengelola lahan seluas 47 ribu hektar milik Darianus Lungguk (DL) Sitorus yang kini disita pemerintah dan diserahkan ke Inhutani IV.

Ini ditujukan agar Inhutani IV segera bisa memutuskan nasib lahan yang menjadi sengketa berkepanjangan. Akibat hal itu, selama tiga tahun lebih lahan tersebut berstatus nganggur dan tidak menghasilkan apa-apa buat negara.     

Ketua Komisi IV DPR Ah­mad Muqowam yang dikon­fir­masi mengenai hal ini menga­ku, tidak mengetahui pasti apa­kah lahan tersebut sudah dike­lola atau belum oleh pihak yang semetinya, yakni Inhutani IV. Ka­renanya, ia meminta lahan ter­sebut secepatnya dikelola de­ngan baik. “Itu kan lahan si­ta­an,” katanya saat dihubungi Rak­yat Merdeka di Jakarta.    

Menurutnya, meski Inhutani IV belum menyetorkan kas ke negara atas penyitaan tersebut, masalah ini tidak perlu dibawa ke KPK. Karena merujuk pada aturannya, sitaan itu sudah se­mesinya diserahkan ke Inhutani IV untuk dikelola.

“Memang perlu ada penga­wasan, tetapi kenapa harus dibawa ke KPK. Posisi hu­kum­nya disita negara atas nama ne­­gara dan diserahkan ke Inhutani IV,” katanya.  

Sementara anggota Komisi IV Herman Khoeron memas­ti­kan, sepanjang pengetahuannya Inhutani IV sudah melakukan ten­der pengelolaan lahan. Na­mun jika persoalan pengelolaan lahan ini dikaitkan dengan ma­salah hukum yang ada, tentu persoalan ini tidak bisa dis­e­le­sa­i­­kan dengan cepat.

Sawit Setor Rp 121,5 Triliun
Elfian Effendi, Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia

Direktur Eksekutif Greeno­mics Indonesia Elfian Effendi menjelaskan, Eropa menjadi salah satu tujuan ekspor terbe­sar minyak sawit mentah (CPO) termasuk produk turunannya.

Bahkan menurutnya, nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa belakangan meningkat lebih dari tiga kali lipat.     Atas hal ini, konflik atas pengelolaan lahan sawit yang semestinya dikuasai negara harus bisa diselesaikan dengan cepat.

Berdasarkan data yang di­ungkap Greenomics Indonesia, nilai ekspor CPO maupun pro­duk turunannya meningkat le­bih dari 3,5 kali lipat. Angka pe­ningkatan signifikan itu diper­oleh melalui data peningkatan nilai eksor sawit ke Uni Eropa pada kurun 2005 hingga 2010.

Dikemukakan, pada tahun 2005 hasil ekspor sawit ke Uni Eropa mencapai angka 3,76 miliar Dolar Amerika mening­kat menjadi 13,47 miliar Dolar Amerika atau sekitar Rp 121,5 triliun pada 2010.    

Ia menilai,  potensi penda­patan yang besar ini semestinya menjadi perhatian serius pe­me­rintah dalam menggenjot pen­da­patan negara. Pening­ka­tan angka pendapatan negara dari sektor ini dipastikan akan bisa dimaksimalkan jika dari luas total lahan perkebunan sawit di Indonesia tidak kebanyakan dikuasai pihak asing.

Sebagai contoh bebernya, pe­me­rintah Norwegia tercatat se­ba­gai pemegang saham grup-grup bisnis sawit yang ber­ope­rasi di Indonesia. Perusahaan yang sejauh ini tercatat dimiliki se­bagian asetnya ituantara lain Golden Agri (Sinar Mas Group), Wilmar International Group, IOI Group, Sime Darby Group, Astra Agro Lestari Group, PT Lon­don Sumatera Indonesia Tbk dan PT Bakrie Sumatera Plantation.

Selebihnya terkait macetnya se­toran ke kas negara dalam pe­ngelolaan lahan sawit milik be­kas terpidana DL Sitorus, Elfian menyarankan agar persoalan ini segera diselesaikan. Lagi-lagi ia mengingatkan potensi penda­pa­tan negara dari sektor sawit yang begitu besar hendaknya di­kelola pemerintah secara op­tim­al. “Apalagi saat ini sedikit­nya masih ada 12 juta hektar lahan sawit terlantar yang bisa dimanfaatkan.”   [RM]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kepuasan Publik Terhadap Prabowo Bisa Turun Jika Masalah Diabaikan

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46

Ini Alasan KPK Hentikan Kasus IUP Nikel di Konawe Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17

PLN Terus Berjuang Terangi Desa-desa Aceh yang Masih Gelap

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13

Gempa 7,0 Magnitudo Guncang Taiwan, Kerusakan Dilaporkan Minim

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45

Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27

Agenda Demokrasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02

Komisioner KPU Cukup 7 Orang dan Tidak Perlu Ditambah

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45

Pemilu Myanmar Dimulai, Partai Pro-Junta Diprediksi Menang

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39

WN China Rusuh di Indonesia Gara-gara Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33

IACN Ungkap Dugaan Korupsi Pinjaman Rp75 Miliar Bupati Nias Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05

Selengkapnya