Berita

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

X-Files

3 Saksi Diperiksa, Terlapor Digarap Polisi Pekan Ini

Kasus Penggelapan Anggaran Operasional KPK
MINGGU, 03 APRIL 2011 | 03:00 WIB

RMOL.Citra Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terancam jeblok. Pasalnya, saat tengah gencar memberantas korupsi, justru pegawai KPK sendiri kedapatan menggelapkan anggaran lembaga yang dikomandani Busyro Muqodash. Kini, polisi pun mengorek keterangan sejumlah saksi yang diduga mengetahui polah bekas pegawai KPK itu.

Setelah menerima laporan dari pimpinan KPK terkait du­gaan penggelapan anggaran pada Deputi Pencegahan KPK, polisi mulai mengendus dugaan keter­libatan pihak lain.

“Kita tengah menindaklanjuti laporan KPK itu,” ujar Kadiv­hu­mas Mabes Pol­ri Irjen Anton Bach­rul Alam. Dia berpendapat, hasil peme­rik­saan internal jajaran KPK atas ka­sus penggelapan dana ini menjadi masukan kepo­lisian dalam me­nin­daklanjuti perkara tersebut.

Dengan asumsinya ini, Anton me­negaskan, sanksi administrasi yang telah diambil oleh jajaran KPK tidak bisa diberlakukan atau disejajarkan dengan dugaan ada­nya unsur tindak pidana yang di­la­kukan oknum KPK berinisial E. “Apalagi kasus ini sudah resmi di­laporkan ke kepolisian,” jelasnya.

Bekas kapolda Jatim ini juga me­ngemukakan, sanksi adminis­trasi yang telah dijatuhkan oleh KPK tidak serta-merta bisa meng­hapus tindak pidana yang telah terjadi. Karenanya, kepolisian su­dah memanggil dan memeriksa se­dikitnya tiga saksi dari KPK.

Namun Anton menolak meri­n­ci secara detail saksi-saksi yang te­lah dikorek keterangannya oleh kepolisian. Hanya saja sumber di lingkungan Bareskrim Polri me­ng­informasikan, masing-masing saksi yang dimaksud telah di­mintai keterangan adalah pelapor yang menyerahkan berkas per­kara kasus ini.

Ditambahkan sumber penyidik Bareskrim yang enggan dise­but­kan namanya, pengungkapan per­kara ini tidak hanya sebatas pada oknum berinisial E. Melainkan juga diarahkan ke tahapan yang lebih luas.

Maksud dia, penye­lidi­kan atas perkara tersebut dikem­bangkan hingga tahap siapa saja oknum KPK lain di luar E yang diduga membantu ataupun menikmati hasil penggelapan tersebut.

“Kita sudah menjadwalkan un­tuk memintai keterangan E,” te­rangnya. Hanya saja, ketika di­minta menyebutkan waktu pe­mang­gilan yang bersangkutan, ia menolak mengemukakan hal ini. Ia hanya mengatakan kalau pe­me­riksaan oknum E dijadwalkan pada awal April atau pekan ini.

Yang jelas sambungnya, materi pemeriksaan saksi yang sudah dihimpun kepolisian sejauh ini me­liputi mekanisme dan prose­dural pengeluaran biaya ope­ra­sio­nal pegawai di lingkungan De­puti Pencegahan KPK.

Sementara Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo memastikan,  kasus penggelapan dana senilai Rp 389 juta yang di­la­kukan salah satu staf ad­mi­nistrasi KPK belum diketahui pe­n­angannya di kepolisian.

“Laporan itu telah disampaikan ke Mabes Polri seminggu lalu. Staf kami yang berinisial E sudah dilaporkan dan sudah dilakukan pemecatan terhadap dirinya. Jadi, untuk proses hukum selanjutnya ditangani Mabes Polri. Kami sudah berkoordinasi dengan Polri untuk perkara ini,” katanya.

Meski begitu, lembaganya hingga saat ini belum mengetahui hasil pemeriksaan yang dilaku­kan Mabes Polri. Menurutnya, kewenangan tersebut bukan lagi menjadi tanggung jawab KPK, melainkan menjadi tanggung jawab Polri.

“Kami kan sudah mela­por­kan­nya kepada Mabes. Jadi itu ke­we­nangan mereka untuk me­ngu­sutnya,” ujarnya. Ketika di­tanya kenapa saat itu KPK hanya me­la­kukan pemecatan terhadap pe­ga­wainya yang berinisial E, Jo­han mengatakan, hal tersebut ada­­lah putusan pimpinan.

Johan menjelaskan, pengge­la­pan uang tersebut terjadi 2009 lalu dan dilakukan oleh oknum berinisial E, yang merupakan salah satu pega­wai di Deputi Pen­cegahan. Me­nu­rutnya, kasus tersebut terungkap ketika Badan Pengawasan Internal KPK me­ngaudit laporan keuangan KPK per tiga bulan.

“Saat itu ditemukan ada per­hi­tungan yang salah. Setelah dite­lusuri kemudian ditemukan ada­nya uang yang digelapkan oknum tersebut,” terangnya. Oknum ber­inisial E itu kemudian diperiksa oleh Dewan Pertimbangan Pe­gawai (DPP).

Hasil pemeriksaan itu mem­buat Dewan Pertimbangan Pega­wai memutuskan untuk memecat oknum tersebut. Dalam sanksi­nya, yang bersangkutan juga diwajibkan mengembalikan uang yang diduga digelapkan dengan cara dicicil.

Pelaku Bukan Penyelenggara Negara

Pegawai Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK) bagian De­puti Pencegahan berinisial E di­pe­cat karena menggelapkan uang. Penggelapan dilakukan oleh E pada 2009 itu terbongkar setelah lembaga pengawas in­ternal KPK melakukan audit rutin yang dilaksanakan tiga bu­lan sekali.

Ketika itu, lembaga pengawas internal KPK me­ne­mu­kan ada­nya  perbedaan perhitungan da­lam kas yang dipegang oknum de­ngan inisial E.

Setelah diusut, oknum tersebut mengakui perbuatannya. Karena perbuatannya itu, oknum E di­gan­jar hukuman pemecatan dan wajib mengembalikan uang yang ia gelapkan. Kemudian pada tang­gal 21 Maret 2011, KPK me­mas­tikan kasus penggelapan dana yang dilakukan salah satu staf administrasi KPK telah dilapor­kan ke pihak kepolisian.

“Itu sudah kita laporkan ke Ba­res­krim.  Kan itu penggelapan bu­kan korupsi karena dia bukan bendahara,” kata Ketua KPK Busyro Muqoddas.

Menurutnya, bekas pegawai KPK berinisial E tersebut diduga melakukan penggelapan sebesar Rp 389 juta. Uang itu telah di­kem­balikan oleh yang ber­sang­kutan. Busryo melanjutkan, KPK tidak menangani tindak pidana mantan pegawainya itu.

Karena, ia adalah seorang staf biasa dan bukan bendahara. “Jadi karena dia bukan bendahara, dia tidak bisa disebut sebagai penye­lenggara negara, KPK hanya menangani kasus korupsi yang me­libatkan penyelenggara ne­gara,” ujarnya.

Busryo membantah jika ins­tansinya menutup-nutupi kasus tersebut. Karena, kasus itu terjadi pada 2009 lalu sebelum diketahui oleh media massa pekan lalu. “Ya saya tidak tahu, saya kan baru masuk KPK akhir 2010 lalu,” ujar Busryo.

Menurutnya, sebagai pimpinan KPK, ia berkewajiban mem­be­na­hi pegawainya. Ia akan menguat­kan fungsi Tim Pengawasan Internal (TPI) KPK untuk men­cegah terulangnya tindakan-tin­dakan melanggar hukum yang dilakukan pegawai KPK.

Sarankan Perketat Pengawasan Internal

Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR

Diseretnya bekas pegawai KPK ke Mabes Polri oleh Ko­misi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan bukti bahwa lembaga superbodi itu tidak pan­dang bulu dalam menindak berbagai macam bentuk pelang­garan. Demikian yang diucap­kan anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar.

“Ini merupakan bukti bahwa KPK bersikap tegas kepada siapapun tak terkecuali ter­ha­dap bekas pegawainya sendiri. Bisa dikatakan, perkara ini men­jadi bukti bahwa KPK ti­dak tinggal diam dalam me­nun­taskan suatu perkara,” katanya.

Meski begitu, Dasrul tetap mem­pertanyakan mengapa lembaga yang dipimpin oleh Busyro Muqoddas itu baru mem­beritahukan ada pegawai­nya yang terseret kasus kepada masyarakat. Seharusnya, KPK tidak perlu menyembunyikan perkara tersebut.

“Ya sebaiknya terbuka lah. Jangan ditutup-tutupi seperti ini. Namun, saya pikir mungkin ini bisa dijadikan pelajaran bagi KPK,” imbuhnya. Politisi Par­tai Demokrat ini pun berharap KPK selalu berkoordinasi de­ngan Mabes Polri untuk me­nge­tahui sejauh mana bekas pega­wainya tersebut diproses secara hukum.

“Karena meskipun sudah me­ngembalikan uang yang telah di­ambilnya itu, proses pidana­nya tetap berjalan dan tidak bisa dihapus. Karena itu, koordinasi perlu untuk dilakukan lebih in­tensif lagi,” ujarnya.

Dasrul menilai, perbuatan yang dilakukan oknum ber­ini­sial E itu sudah mencoreng kredibi­litas KPK sebagai lem­baga pem­berantas korupsi. Oleh karena itu, Dasrul ber­ha­rap pihak ke­polisian menin­dak tegas oknum berinisial E ter­se­but.

“Karena KPK sudah mela­porkannya ke Polri, makanya wajib hukumnya bagi Polri un­tuk menindak tegas oknum ber­inisial E itu,” terangnya. Agar perkara tersebut tidak terulang kembali, Dasrul meminta KPK untuk meningkatkan sistem pengawasan internalnya.

“Sebab jika terulang kembali maka ini akan menambah aib bagi KPK. Ke depan untuk me­ngatasi hal demikian KPK bisa juga melakukan seleksi pene­ri­ma­an calon pegawai yang lebih ketat atau bisa juga diadakan inspeksi mendadak bagi para pegawainya,” tandasnya.

Bukan Semata-mata Kesalahan Administrasi

Febridiansyah, Peneliti ICW

Koordinator Bidang Hu­kum dan Monitoring Indonesia Coruption Watch (ICW) Febri­dian­syah mendesak Penga­wa­san Internal dalam tubuh Komi­si Pemberantasan Korupsi (KPK) ditingkatkan. Ia juga men­desak agar pengungkapan kasus ini disampaikan secara transparan kepaa public.

“Kasus penggelapan uang Rp 390 juta oleh oknum pegawai KPK ini harus disampaikan se­cara transparan kepada publik,” katanya. Menurut dia, hal ini di­lakukan agar transparansi atau keterbukaan yang selama ini didengungkan KPK diketahui public secara luas.

“Pengawasan Internal KPK dan kepolisian harus menje­las­kan ke publik. Bagaimana pro­sesnya, bukan hanya dikenai sanksi pemecatan tanpa ada tindaklanjut yang kongkrit,” ujarnya.

Lebih jauh ia sepakat kalau fungsi pengawasan internal harus makin diperkuat. Lagi-lagi ini ditujukan agar KPK tidak kecolongan alias mence­gah terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh pega­wai­nya sendiri.

Terlebih saat ini lan­jutnya, KPK menjadi hara­pan masyara­kat Indonesia da­lam hal pem­berantasan korupsi. “Yang pa­ling penting dilakukan sekarang adalah penguatan pengawasan internalnya,” ucapnya.

Menurutnya, memang sulit un­tuk mengharapkan sebuah lembaga negara bisa 100 persen bersih. Namun setidaknya, kata Febri, ada mekanisme internal KPK untuk mengontrol para pe­­gawainya.  “Nah itu ada di Pe­ngawasan Internal KPK. Perlu revitalisasi pengawasan internal,” ucapnya.

Febri justru meragukan jika ka­sus itu hanya terkait seputar ma­salah administrasi saja. Se­bab jika hanya kesalahan admi­nistrasi, sanksinya bukan dipe­cat. Karenanya dia meminta KPK berterus terang ke publik.

“Strategi menyembunyikan fakta ini bakal memukul balik KPK. Makanya sebelum ter­lambat sebaiknya terbuka saja ke­pada masyarakat dan jelas­kan semuanya,” imbuhnya.

Jika ini terus dibiarkan tanpa ada penuntasan yang jelas, Febri menganggap kasus peng­ge­lapan uang di KPK itu akan membuat publik menyim­pul­kan bahwa lembaga yang di­pim­pin Busyro Muqoddas itu tak berbeda dengan lembaga pe­negak hukum lainnya. “Orang akan menyimpulkan bahwa KPK sama saja dengan yang lainnya,” katanya. [RM]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kepuasan Publik Terhadap Prabowo Bisa Turun Jika Masalah Diabaikan

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46

Ini Alasan KPK Hentikan Kasus IUP Nikel di Konawe Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17

PLN Terus Berjuang Terangi Desa-desa Aceh yang Masih Gelap

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13

Gempa 7,0 Magnitudo Guncang Taiwan, Kerusakan Dilaporkan Minim

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45

Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27

Agenda Demokrasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02

Komisioner KPU Cukup 7 Orang dan Tidak Perlu Ditambah

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45

Pemilu Myanmar Dimulai, Partai Pro-Junta Diprediksi Menang

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39

WN China Rusuh di Indonesia Gara-gara Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33

IACN Ungkap Dugaan Korupsi Pinjaman Rp75 Miliar Bupati Nias Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05

Selengkapnya