Berita

Serikat Petani: Pemerintah Terpaku pada Liberilasasi Pertanian

RABU, 12 JANUARI 2011 | 14:29 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

RMOL. Dewan Pengurus Pusat Serikat Petani Indonesia merekomendasikan langkah kebijakan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah dalam upaya membangun sektor pertanian dan menjamin kedaulatan pangan nasional mulai tahun ini.

Menurut SPI, saat ini pemerintah tidak lagi mendukung keluarga-keluarga petani yang telah menyediakan kebutuhan pangan bagi jutaan penduduk negeri ini selama ratusan tahun. Pemerintah justru menyerahkan kepada perusahaan-perusahaan pertanian untuk mengelola sumberdaya agraria dan memproduksi pangan. Cara seperti inilah, yang menurutnya, justru akan semakin memperlemah kedaulatan pangan bangsa.

“Untuk itu, masih ada waktu empat tahun lagi bagi pemerintah sekarang ini untuk mengambil langkah-langkah, yang berpihak kepada kaum tani. Tentu dengan kembali kepada Undang-Undang Pokok Agraria 1960 sebagai penjabaran dari UUD 1945 pasal 33,” ujar Ketua Umum DPP SPI, Henry Saragih, dalam pernyataan yang diterima Rakyat Merdeka Online hari ini (Rabu, 12/1).


Pada salah satu rekomendasinya di aspek distribusi hasil pertanian, SPI meminta agar pengaturan tata niaga bahan pangan harus diatur oleh badan pemerintah, jangan diserahkan kepada mekanisme pasar yang oligopoli, yang dikuasai beberapa pihak swasta atau korporasi.

Menurut Henry, harga bahan pangan tidak boleh tergantung kepada harga internasional, karena tidak berkorelasi langsung dengan ongkos produksi dan keuntungan dan harga harus sesuai dengan ongkos produksi dan keuntungan petani serta kemampuan konsumen.

"Pemerintah harus berani bersikap melindungi pertanian nasional, jangan terpaku dengan berbagai perjanjian liberalisasi pertanian, yang diusung oleh WTO ataupun berbagai FTA, baik regional maupun bilateral," pinta Henry.

Praktek-praktek liberalisasi, deregulasi dan privatisasi seperti anjuran IMF, Bank Dunia dan WTO telah merusak pasar nasional, sebagai contoh bea masuk impor beras yang nol persen, dan melemahkan Bulog.

"Harusnya Bulog bisa lebih aktif menjalankan fungsi Public Service Obligation, bukan menjadi lembaga pencari laba. Artinya, Bulog harus menjadi lembaga penyangga pangan yang memiliki kewenangan dan fungsi pelayanan publik," tegas Henry.[ald]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya