RMOL. Dewan Pengurus Pusat Serikat Petani Indonesia merekomendasikan langkah kebijakan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah dalam upaya membangun sektor pertanian dan menjamin kedaulatan pangan nasional mulai tahun ini.
Menurut SPI, saat ini pemerintah tidak lagi mendukung keluarga-keluarga petani yang telah menyediakan kebutuhan pangan bagi jutaan penduduk negeri ini selama ratusan tahun. Pemerintah justru menyerahkan kepada perusahaan-perusahaan pertanian untuk mengelola sumberdaya agraria dan memproduksi pangan. Cara seperti inilah, yang menurutnya, justru akan semakin memperlemah kedaulatan pangan bangsa.
“Untuk itu, masih ada waktu empat tahun lagi bagi pemerintah sekarang ini untuk mengambil langkah-langkah, yang berpihak kepada kaum tani. Tentu dengan kembali kepada Undang-Undang Pokok Agraria 1960 sebagai penjabaran dari UUD 1945 pasal 33,†ujar Ketua Umum DPP SPI, Henry Saragih, dalam pernyataan yang diterima Rakyat Merdeka Online hari ini (Rabu, 12/1).
Pada salah satu rekomendasinya di aspek distribusi hasil pertanian, SPI meminta agar pengaturan tata niaga bahan pangan harus diatur oleh badan pemerintah, jangan diserahkan kepada mekanisme pasar yang oligopoli, yang dikuasai beberapa pihak swasta atau korporasi.
Menurut Henry, harga bahan pangan tidak boleh tergantung kepada harga internasional, karena tidak berkorelasi langsung dengan ongkos produksi dan keuntungan dan harga harus sesuai dengan ongkos produksi dan keuntungan petani serta kemampuan konsumen.
"Pemerintah harus berani bersikap melindungi pertanian nasional, jangan terpaku dengan berbagai perjanjian liberalisasi pertanian, yang diusung oleh WTO ataupun berbagai FTA, baik regional maupun bilateral," pinta Henry.
Praktek-praktek liberalisasi, deregulasi dan privatisasi seperti anjuran IMF, Bank Dunia dan WTO telah merusak pasar nasional, sebagai contoh bea masuk impor beras yang nol persen, dan melemahkan Bulog.
"Harusnya Bulog bisa lebih aktif menjalankan fungsi Public Service Obligation, bukan menjadi lembaga pencari laba. Artinya, Bulog harus menjadi lembaga penyangga pangan yang memiliki kewenangan dan fungsi pelayanan publik," tegas Henry.
[ald]