RMOL. Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Sidiq, mengatakan, kebocoran dokumen rahasia satu negara adalah kasus besar. Ia juga heran, mengapa dokumen rahasia militer dan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat bisa diungkap situs WikiLeaks ke warga dunia.
Menurutnya, fenomena itu menjadi peringatan bagi pemerintahan Indonesia dan khususnya Badan Intelijen Negara. Persoalan pengamanan rahasia negara bukan saja harus didukung oleh sistem dan infrastruktur yang canggih, tapi juga sesuatu yang terus dinamis. Komisi I pun akan mengundang BIN beberapa hari ke depan untuk berkonsultasi sebagai langkah antisipasi.
Pengamat intelijen Dynno Cressbon, kemarin mengungkapkan, situs kontroversial itu akan mencicil ribuan dokumen rahasia terkait kerjasama operasi intelijen AS dan militer Indonesia di beberapa daerah konflik seperti Aceh, Papua, dan Maluku.
"Kita harus segera konsolidasi," ujar Dynno kepada
Rakyat Merdeka Online.
Diduganya, dokumen yang dipublikasikan WikiLeaks memang mendekati kebenaran, terbukti dari respons pejabat kementerian luar negeri AS.
"Selama ini kan yang membantah isi dari dokumen tersebut dari pemimpin negara Timur Tengah saja. Dokumen itu, saya kira, bisa dipercaya karena data-data itu menentang operasi-operasi AS bukan data yang mendukung operasi," jelasnya.
"Langkah konsolidasi harus segera dilakukan kalangan intelijen, DPR dan pemerintah agar tidak ada kerusakan citra pemerintah," tegasnya lagi.
Meskipun diakuinya akan sulit mencegah kebocoran dokumen intelijen selama aparat intelijen menggunakan saluran teknologi informasi yang bisa ditembus
hacker (peretas).
"Kemampuan kontra intelijen kita belum setara, untuk situs porno saja tidak mampu menangkal, apalagi yang begini-begini," ungkapnya.
Dynno mengatakan, intelijen pada zaman Orde Baru menyimpan dokumen-dokumen rahasia yang dicatat menggunakan mesin ketik.
"Lalu seiring perkembangan teknologi dengan pendekatan IT kita kesulitan untuk menangkal ini. Untuk alutsista TNI saja tak mampu meng-
upgrade apalagi teknologi kontra intelijen," pungkasnya.
[ald]