Berita

boediono/ist

Boediono Memercik Muka Sendiri

SABTU, 27 NOVEMBER 2010 | 12:34 WIB | LAPORAN: TEGUH SANTOSA

RMOL. Beberapa waktu lalu, menjelang akhir Maret 2010, Wakil Presiden Boediono mengeluarkan komentar panas mengenai demokrasi yang menurutnya noisy alias berisik.

Pernyataan Boediono di hadapan kelompok pengusaha kala itu dapat dipahami sebagai, meminjam istilah psikoanalisis Freudian, wujud dari ego dirinya yang memperlihatkan dua hal sekaligus; arogansi dan dendam terhadap proses demokrasi di parlemen yang telah membongkar keterlibatannya di balik megaskandal dana talangan untuk Bank Century senilai Rp 6,7 triliun. Pansus Centurygate yang dibentuk DPR, dan DPR sendiri pada akhirnya menyatakan, bahwa megaskandal yang melibatkan Boediono kala ia menjabat sebagai Gubernur BI telah merugikan keuangan negara. DPR juga meminta agar kasus ini dibawa ke ranah hukum, dan tentu saja agar semua pihak yang terlibat diberi sanksi sesuai aturan hukum yang berlaku.

Selain Boediono, pejabat tinggi negara lain yang terlibat dalam megaskandal tersebut adalah Menteri Keuangan ketika itu, Sri Mulyani Indrawati. Keduanya, Boediono dan Sri Mulyani hingga kini masih belum terjamah tangan hukum. Boediono diselamatkan SBY dan kini menjadi Wakil Presiden, sementara Sri Mulyani meninggalkan Indonesia dan kembali ke habitat lamanya, lembaga keuangan internasional. Kini ia bekerja sebagai Managing Director Bank Dunia.

“Suara yang Anda dengar akhir-akhir ini tidak menyentuh problem mendasar yang harus kami atasi,” ujar Boediono ketika itu.

Pernyataan ini dianggap banyak kalangan sebagai upaya untuk melemahkan keputusan DPR, dan di sisi lain memperlihatkan betapa ia terganggu dengan proses demokrasi.

Kemarin (Jumat, 26/11), di arena Kongres Almuni Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI), Boediono kembali mengomentari proses demokrasi Indonesia. Kali ini, “Demokrasi tidak boleh gagal lagi,” ujar Boediono ketika membuka Kongres Alumni GMNI di Grand City, Surabaya.

Bila ditelisik lebih jauh, pernyataan Boediono kali ini memperlihatkan betapa ia tengah menelanjangi diri sendiri. Bukankah Boediono merupakan bagian dari mesin politik yang ikut memperlemah demokrasi Indonesia, sampai-sampai demokrasi Indonesia dinilai oleh sementara kalangan sebagai demokrasi kriminal, dimana kekuasaan diraih dengan cara-cara kriminal dan digunakan untuk tujuan yang kriminal pula?

Bukankah Boediono dan kelompoknya yang patut diduga berada di balik, kalau pun mau disebut, kegagalan demokrasi Indonesia?

Demokrasi Indonesia memang memperlihatkan tanda-tanda ke arah kegagalan. Tetapi ia masih bisa diselamatkan asalkan kita mengetahui dengan pasti ciri-ciri kegagalan demokrasi itu, dan yang juga tak kalah penting, berani mengambil tindakan penyelamatan.

Demokrasi Indonesia akan mencapai level gagal akut bilamana pisau hukum tetap dibiarkan tumpul terhadap elit penguasa yang terlibat dalam satu kejahatan, termasuk yang dibungkus kebijakan, yang merugikan negara.

Sulit bagi kita membayangkan demokrasi bisa diselamatkan, manakala pejabat pelaku kejahatan kerah putih yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah, baik dalam kasus BLBI, megaskandal Bank Century, penjualan aset negara, masih bisa berceramah tentang etika dan demokrasi.

Ketika menyinggung soal bahaya kegagalan demokrasi, Boediono ibarat menepuk air di dulang. Dan biasanya, yang akan terpercik adalah muka sendiri. [guh]

Catatan: Tulisan di atas adalah sikap pribadi penulis.


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya