RMOL. Negara dianggap telah gagal mengawasi peredaran senjata bekas konflik di berbagai daerah yang telah usai sekitar 10 tahun lalu.
Hal itulah yang menjadi salah satu sumber masalah maraknya perampokan dengan menggunakan senjata api laras panjang di berbagai daerah akhir-akhir ini.
"Senjata rampasan banyak belum kembali. Senjata bekas GAM belum terambil semua. Sumbernya penyelundupan juga. Semua tak terdekteksi oleh aparat di republik ini," ujar Wakil Ketua Komisi I, Tubagus Hasanuddin, saat dihubungi Rakyat Merdeka Online, Jumat (20/8).
Dalam peraturan peredaran senjata api yang berlaku saat ini, tuturnya, ada pengetatan soal peredaran senjata api, baik laras pendek maupun laras panjang. Memang, ada beberapa kategori warga negara sipil yang diizinkan memiliki senjata api dengan syarat khusus, di antaranya para bankir, hakim atau jaksa.
"Tapi itu pun kaliber senjatanya kaliber pendek dan di negara maju pun izin itu biasa," terang purnawirawan berpangkat Mayjen ini.
Nah, dalam persoalan penggunaan senjata api laras panjang seperti M-16 dan AK-47 oleh komplotan perampok, seperti yang terjadi di Medan, Sumatera Utara, dua hari lalu, ia mengakui ada yang salah dalam pengawasan peredaran senjata yang dilakukan negara.
"Hampir sepuluh tahun tidak terdeteksi. Itu lemahnya pengawasan senjata yang berkeliaran. Negara harus awasi. Siapa negara itu ya sesuai wilayah kerja masing-masing misalnya imigrasi, TNI, Polisi dan pihak pelabuhan," tandasnya.
[ald]