Selamat Idul Fitri
Selamat Idul Fitri Mobile
Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bahas RKUHP bersama Dewan Pers, Mahfud MD: Kalau Ada Pasal Membahayakan, Ya Dihapus

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Kamis, 28 Juli 2022, 23:34 WIB
Bahas RKUHP bersama Dewan Pers, Mahfud MD: Kalau Ada Pasal Membahayakan, Ya Dihapus
Menko Polhukan bertemu Dewan Pers untuk membahas sejumlah pasal RKUHP yang bisa mengancam kebebasan pers, Kamis (28/7)/Ist
rmol news logo Draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ini ternyata sudah lama dibahas. Rencananya, RKUHP ini akan diberlakukan sebagai hadiah kemerdekaan Republik Indonesia.

Hal ini diketahui saat Dewan Pers mengadakan pertemuan dengan Menko Polhukam, Mahfud MD, di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (28/7). Dipimpin langsung ketuanya, Prof Azyumardi Azra.

Ikut mendampingi Wakil Ketua M Agung Dharmajaya dan sejumlah anggota Dewan Pers seperti Arif Zulkifli, Ninik Rahayu, Yadi Hendriana, dan A Sapto Anggoro, juga Sasmito Madrim sebagai anggota konstituen Dewan Pers.

“Masih ada waktu pembahasan. Mungkin jika ada masalah, bukan ditunda tapi dilakukan perbaikan. Kalau jelas ada pasal yang membahayakan, ya dihapus atau direformulasi,” terang Mahfud, Kamis (28/7).

Menurut Mahfud, RKUHP tersebut dulu sudah akan diketok. Namun lantaran ada demo besar, presiden pada 2019 minta pengesahannya ditunda.

Kepada Dewan Pers, Mahfud minta catatan reformulasi terhadap pasal-pasal yang dinilai bermasalah.

“Sampaikan reformulasi secara konkret sekaligus simulasinya. Besok akan saya sampaikan ke Kemenkumham. Wamenkumham akan kita panggil minggu depan,” ungkapnya.

Ia menambahkan, KUHP adalah politik hukum penting. Pemerintah berharap secepatnya berlaku saat peringatan kemerdekaan nanti, karena KUHP yang berlaku saat ini merupakan produk kolonial.

Namun, Dewan Pers bersama masyarakat sipil lainnya melihat ada 14 pasal dan 9 klaster yang potensial melemahkan kebebasan pers. Maka perlu dihapus atau direformulasi.

Dituturkan Mahfud, yang didampingi Deputi Hukum dan HAM Sugeng Purnomo, ada sekitar 700-an pasal dalam RKUHP.

“Jika ada usulan 14 pasal, maka jumlah itu tidaklah banyak,” kata Mahfud.

Pihaknya tidak mau menjamin penundaan berlakunya KUHP tersebut. Ia hanya menegaskan, sebelum RKUHP maju ke persidangan harus dibahas secara jelas. Menko Polhukam berjanji akan memanggil Kemenkumham untuk membicarakannya dan akan melibatkan Dewan Pers.

Sementara itu Prof Azra memaparkan, pada 2018 Dewan Pers sudah mengajukan usulan delapan klaster pasal yang dinilai bermasalah. Namun, masukan dari Dewan Pers dan konstituen tidak dimasukan sama sekali.

Dalam draf sekarang ini, urainya, malah ada 9 klaster dari 22 pasal umum yang mengganggu hak berekspresi, yang 14 di antaranya berkaiatan dengan kemerdekaan pers.

Dewan Pers juga sudah ketemu dengan konstituen Dewan Pers dan para pemangku kepentingan. Pertemuan dengan Kemkumham yang dipimpin Wamenkumham Prof Edward (Edi) Omar Sharif Hiariej dan tim perumus sudah dilakukan Dewan Pers pekan lalu.

Rumusan reformulasi RKUHP diminta segera oleh Mahfud MD. Dewan Pers oun bekerja cepat. Pada Kamis ini juga langsung melakukan penyusunan reformulasi dengan melibatkan Wakil Ketua Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro, ahli hukum Bivitri Susanti, mantan Ketua YLBHI Asfinawati, dan Tim LBH Pers dipimpin Ade Wahyudin, juga lain-lain.

Samsan Ngandro berpendapat, pasal terkait dengan pers yang mengandung delik harus diperbaiki. Dewan Pers juga minta supaya pasal-pasal bermasalah didrop atau direformulasi.

Sementara Arif Zulkifli menyatakan pemberitaan soal terorisme pun bisa diperkarakan karena harus lengkap.

“Pemberitaan pers pasti yang terdepan dan belum lengkap. Demikian juga soal penghinaan pada presiden hingga lurah/kepala desa, bisa menjadi perkara,” paparnya.

Ia khawatir kelak ada self censorship yang tinggi di media, ini adalah berbahaya bagi kelangsungan kehidupan pers dan masyarakat.

Sedangkan Ninik menuturkan, masih ada waktu untuk mengawal RKUHP. Dia berharap, pasal yang tak seharusnya ada bisa dikeluarkan.

“Intinya adalah reformulasi,” kata dia.

Adapun Sasmito mengutarakan, secara prinsip AJI tidak menolak RKUHP itu. Tapi, RKUHP masih perlu masukan dari masyarakat luas dan penyempurnaan sehingga tidak buru-buru diberlakukan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA