Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kata Walhi, Reklamasi di Serang Melanggar 4 Pola Umum

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Minggu, 21 November 2021, 10:57 WIB
Kata Walhi, Reklamasi di Serang Melanggar 4 Pola Umum
Reklamasi di Serang/RMOL Banten
rmol news logo Pengerjaan proyek reklamasi di kawasan Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten dikeluhkan warga. Ini lantaran pengerjaan reklamasi merusak habitat kembang biak karang, rumpon udang, dan ikan.

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Parid Ridwanuddin menilai bahwa dari sisi hukum, kegiatan reklamasi yang terkesan menghancurkan lingkungan itu dilarang. Begitupun dari sisi sosial, di mana wilayah pesisir laut dijadikan tempat mencari nafkah bagi para nelayan pencari ikan.

"Wilayah pesisir itu ruang bersama. Artinya semua masyarakat yang selama ini hidup di kawasan itu, terutama nelayan yang menangkap (ikan), itu tidak boleh haknya direnggut. Karena selama ini mereka menggantungkan kehidupannya di sektor kelautan," ujar Parid seperti diberitakan Kantor Berita RMOL Banten, Sabtu (20/11).

Berbicara dari sisi hukum, menurut Parid, putusan Mahkamah Konstitusi 3/2010, yang secara mandat menegaskan pengelolaan di kawasan pesisir dan pulau kecil harus dialokasikan sebesar-besarnya kepentingan rakyat.

"Dari sisi yang lain, saya ingin sebut begini, misal perusahaan mengklaim telah mendapatkan izin. Diizinkan oleh pemerintah saja menurut saya reklamasi itu suatu bentuk pelanggaran," tegasnya.

"Lalu di wilayah pesisir itu ada yang dinamakan masyarakat sebagai rights holder, pemegang hak untuk mengakses sumber daya pesisir dan laut, mereka yang harus diutamakan sebenarnya," dia menambahkan.

Sementara dari sisi lingkungan, Parid menyebut penggarapan proyek reklamasi akan selalu memiliki dampak merusak lingkungan. Tidak hanya di lokasi proyek yang terjadi pengurugan saja, tapi juga di kawasan pesisir lain yang kekayaan pasirnya dicomot untuk pengerjaan tanah reklamasi.

"Lalu, di wilayah lain terutama di daerah-daerah yang diambil pasirnya itu mengandung kerusakan. Jadi dia merusak dua tempat sekaligus, di lokasi reklamasi dan di tempat pengambilan material pasir," ungkapnya.

Kemudian dari sisi sosial, nelayan dan masyarakat sekitar pun akan sangat dirugikan karena hak mereka sebagai rights holder wilayah pesisir dirampas. Padahal, mereka secara turun-temurun telah menggantungkan hidupnya di tempat tersebut.

Parid lantas menggarisbawahi, proyek reklamasi itu melanggar 4 pola umum. Yakni, menentang ketentuan hukum yang ditetapkan MK melalui Putusan Nomor 3/2010, merampas hak sosial masyarakat sekitar, merusak lingkungan, dan mengabaikan hak partisipatif warga untuk memanfaatkan wilayah.

"Kalau reklamasi di banyak tempat biasanya mendapat penolakan dari masyarakat. Karena itu bukan kebutuhan mereka, hanya untuk kepentingan sepihak," seru Parid.

Menurut dia, masyarakat dan pemangku kepentingan berhak mengajukan penegakan hukum atas pengerjaan proyek reklamasi yang terjadi di Serang. Karena dari ketentuan yang sudah diamanatkan, kegiatan reklamasi jelas mengabaikan hak hidup masyarakat luas, utamanya nelayan.

"Lalu yang lain yang tak kalah penting, UU 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. Itu ada mandat dari UU yang harus dilakukan oleh pemerintah, yaitu mandat perlindungan dan mandat pemberdayaan," pungkas Parid. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA