Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Core Values ASN: Nilai Organisasi atau Sekadar Jargon?

Senin, 02 Agustus 2021, 15:26 WIB
<i>Core Values</i> ASN: Nilai Organisasi atau Sekadar Jargon?
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN)/Net
PADA bulan April 2021 lalu, dunia sepakbola terguncang dengan pengumuman belasan klub besar Eropa bahwa mereka akan menggelar sebuah turnamen eksklusif benama European Super League (ESL).

Rencana ini memantik reaksi keras berbagai kalangan dan pemangku kepentingan. Sponsor, fans, hingga konfederasi sepakbola Eropa pun bergejolak menghadapi rencana tersebut.

Kompetisi tandingan ESL ini menjadi antagonis dalam waktu semalam karena sifat ekslusifnya hanya memberikan kesempatan bertanding pada klub-klub pendirinya, mengecilkan peluang tampilnya klub lain di ajang tersebut.

Perputaran uang yang sangat besar tentu akan membuat klub-klub di ESL akan semakin kaya, dan klub lain di luar nya semakin miskin.

Konsep inilah yang ditentang banyak pihak karena sangat bertentangan dengan values yang ada dalam dunia olahraga, yaitu sportivitas. Pertentangan values yang memantik banyak reaksi negatif ini pun yang akhirnya membuat rencana ESL hanya berumur dalam hitungan hari setelah mayoritas klub yang terlibat di dalamnya membatalkan keikut sertaan mereka.

Kisah tentang ESL di atas menjadi contoh bahwa sebuah perubahan yang besar tidak dapat terjadi ketika terjadi benturan values dengan apa yang telah dipercaya dan dipegang teguh dalam waktu yang lama.

Bagi sebagian orang mempertahankan values yang dimiliki mungkin lebih penting dari apapun. Tidak jarang kita mendengar ada kabar politisi yang berpindah partai karena adanya perbedaan prinsip.

Pertentangan prinsip atau values bisa saja terjadi karena tujuan yang hendak dicapai partai bertentangan dengan prinsip pribadi kader partainya yang dapat memicu ketidaknyamanan dalam bekerja, sehingga mundur atau berpindah partai menjadi pilihan.

Berkenaan dengan values dalam organisasi, pada hari Selasa tanggal 27 Juli 2021 lalu, Presiden Joko Widodo meluncurkan meluncurkan Core Values “BerAKHLAK” dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara (ASN) “Bangga Melayani Bangsa”.

Menurut laporan situs resmi Sekretariat Kabinet, peluncuran nilai dasar ini bertujuan untuk menyeragamkan nilai-nilai dasar ASN yang saat ini masih bervariasi di setiap instansi pemerintahan baik pusat maupun daerah.

BerAKHLAK merupakan singkatan dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Nilai-nilai ini bahkan bukan hanya ditujukan untuk ASN, tetapi juga untuk diterapkan oleh pegawai BUMN.

Values yang diluncurkan ini sangat penting untuk mendapatkan citra baik dalam pekerjaan yang dilakukan ASN. Melalui core values yang ada, ASN dapat memfokuskan diri untuk bersikap dan bekerja sesuai dengan nilai-nilai yang telah ditentukan.

Pelaksanaan core values dari tiap pegawai ASN diharapkan menjadi agregat bagi kinerja instansi pemerintah secara keseluruhan. Sebuah ide yang brilian sebenarnya untuk meningkatkan kinerja pemerintahan. Akan tetapi apakah internalisasi dari core values dan employer branding tersebut dapat berjalan dengan mudah?

Secara teori, core values berkaitan dengan budaya organisasi. Mengubah budaya organisasi bukanlah proses yang instan. Mengubah budaya membutuhkan waktu yang lama.
Dimulai dari mengubah hal-hal yang kita bicarakan, dengar, percaya, hingga akhirnya menjadi budaya bukanlah sebuah kegiatan yang akan selesai dalam waktu sehari dua hari.

Sehingga pencanangan core values dan employer branding yang baru dilakukan oleh Presiden Jokowi pun tidak perlu diharapkan dapat diinternalisasi dengan cepat oleh seluruh ASN.

Diluncurkan pada hari Selasa lalu, bukan tidak mungkin proses internalisasinya belum selesai dalam waktu setahun atau dua tahun.

Internalisasi Core Values

Terdapat beberapa hal yang dapat digunakan untuk menginternalisasikan nilai-nilai organisasi. Cara pertama adalah dengan memastikan bahwa nilai yang ditetapkan itu mudah untuk dimengerti.

Core values yang ditetapkan presiden Joko Widodo haruslah mudah untuk dipahami oleh ASN dan pegawai BUMN.

Kata-kata Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif adalah istilah yang lumrah ditemui dalam dunia professional.

Untuk itu sebenarnya cukup besar harapan birokrasi untuk memahami maksud nilai-nilai yang ditetapkan. Kendati demikian, ada kemungkinan istilah tersebut mengalami perbedaan persepsi diantara ASN.

Perbedaan persepsi pengertian nilai di kalangan ASN yang mungkin terjadi misalnya adalah pada kata “Loyal”. Pemahaman kata Loyal ini di birokrasi perlu diperjelas, apakah ASN diharuskan untuk loyal kepada pemerintah, negara, atau kepada atasan.

Terdapat perbedaan yang sangat besar antara loyalitas dikalangan apparat pemerintahan. Di militer misalnya pada sumpah prajurit dijelaskan bahwa loyallitas harus diberikan kepada atasan. Sementara pada Panca Praasetya Korpri, loyalitas PNS harus setia dan taat pada negara dan pemerintah.

Mengapa terdapat kemungkinan conflict of values pada kata “Loyal” ini?

Karena pada saat ini di birokrasi terdapat banyak pejabat-pejabat dengan latar belakang militer di instansi sipil. Perbedaan kultur inilah yang akan mengganggu proses internalisasi core values dengan baik.

Cara kedua untuk melakukan internalisasi dengan baik adalah dengan banyak melakukan kegiatan sosialisasi kepada seluruh ASN.

Langkah ini sebenarnya terdengar klise, tapi terus mengulang untuk menyampaikan nilai-nilai yang ditetapkan akan membuat internalisasi menjadi lebih cepat.

Cara internalisasi yang terakhir adalah dengan mengintegrasikan core values dalam kegiatan penerimaan CPNS. Dalam hal ini penyusunan kompetensi pegawai haruslah merujuk pada core values.

Ketika kompetensi inti sudah berdasarkan core values, maka setiap proses penerimaan CPNS dapat dijadikan alat penyaringan untuk mendapatkan CPNS yang sudah memiliki core values yang sama. Apabila hal ini terwujud maka proses internalisasi dapat berjalan dengan mudah.

Mungkin Hanya Jadi Jargon

Kunci keberhasilan penerapan kegiatan pada birokrasi sebenarnya ada pada pucuk pimpinan organisasi. Pola koordinasi yang top down, atau kecenderungan menunggu arahan dari pimpinan akan membuat penerapan core values akan lebih mudah.

Hanya saja dengan satu syarat, pimpinan organisasi haruslah menjadi teladan yang baik dalam penerapan core values ini. ASN akan lebih mudah bergerak dan mengikuti jika terdapat perintah dan contoh yang baik dari pimpinannya untuk menjalankan core values.

Tetapi, ketika tidak ada perintah dan contoh, maka ASN pun akan kesulitan untuk menjalankannya.

Ketidakberhasilan melakukan internalisasi core values akan membuat nilai yang ditetapkan hanyalah sebatas jargon saja bagi birokrasi.

Sebelumnya, di instansi pemerintahan juga banyak nilai-nilai organisasi yang telah ditetapkan. Silakan buka situs resmi kementerian atau lembaga, akan didapat informasi nilai-nilai organisasi yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri atau Peraturan Lembaga.

Akan tetapi nilai-nilai organisasi tersebut terkesan hanya menjadi jargon semata tanpa diinternalisasi dan dipegang teguh dalam menjalankan pekerjaan.

Misalnya pada nilai-nilai organisasi kerapkali terdengar kata-kata integritas. Ada pula nilai bermartabat pada nilai organisasi di Kementerian Sosial, yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri sebagai bertingkah laku jujur.

Namun, bukankah ini kita mendengar berita kasus korupsi di masa pandemi ini justru muncul dari Kementerian Sosial.

Selain itu, kata yang cukup sering terdengar dalam nilai organisasi adalah sinergi, namun pada kenyataannya juga sulit untuk terwujud ketika kita masih saja mendengar kata ego sektoral dalam pelaksanaan tugas pemerintahan.

Hal ini membuktikan bahwa nilai organisasi yang ditetapkan tidak lebih dari sekadar gimmick tanpa ada usaha untuk internalisasi apalagi untuk dipegang teguh dalam menjalankan operasional organisasi.

Core values ASN yang telah ditetapkan oleh Presiden Jokowi pun dapat berpotensi menjadi hanya sekadar gimmick ketika gagal dinternalisasikan dengan baik.

Ketika core values ASN tidak ubahnya hanya menjadi gimmick, maka pada saat itu pula tujuan perubahan budaya birokrasi juga hanya akan menjadi angan-angan.rmol news logo article
 
Suarlan
Penulis merupakan PNS, staf Biro Perencanaan, Kepegawaian dan Hukum, Agent of Change Badan Informasi Geospasial

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA