Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Prinsip "Gas Rem" Dalam Penanganan Covid-19 Tidak Tepat Dipakai Negara Yang Tingkat Disiplin Rakyatnya Rendah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Selasa, 06 Juli 2021, 22:57 WIB
Prinsip "Gas Rem" Dalam Penanganan Covid-19 Tidak Tepat Dipakai Negara Yang Tingkat Disiplin Rakyatnya Rendah
Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, saat menjadi nara sumber di acara diskusi series Obrolan Bareng Bang Ruslan bertajuk "PPKM Darurat: Macet Di Penyekatan" yang diselenggarakan Kantor Berita Politik RMOL secara virtual, Selasa, 6 Juli/RMOL
rmol news logo Kebijakan penanganan Covid-19 pemerintah Indonesia, yang dilandasi pada prinsip keseimbangan "gas dan rem", dianggap tidak tepat jika dilihat dari struktur negara berkembang.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Penilaian itu datang dari analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, saat menjadi nara sumber di acara diskusi series Obrolan Bareng Bang Ruslan bertajuk "PPKM Darurat: Macet Di Penyekatan" yang diselenggarakan Kantor Berita Politik RMOL secara virtual, Selasa (6/7).

Dalam pemaparannya, Ubedilah menyebutkan satu faktor yang membuat dirinya menilai prinisp "gas dan rem" tidak tepat. Yaitu, karena tingkat disiplin masyarakat Indonesia tidak tinggi seperti di negara-negara maju.

Sehingga, kebijakan yang diambil pemerintah atas dasar keinginan memulihkan ekonomi di satu sisi, dan mengendalikan Covid-19 di sisi yang lain, justru malah membuat masalah pandemi ini berlarut

Di tambah lagi, sikap pemerintah yang kontradiksi atas kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang baru-baru ini diberlakukan. Di mana, jalur penerbangan tetap dibuka dan Warga Negara Asing (WNA) diperbolehkan masuk ke Indonesia.

Hal-hal tersebut yang menurut Ubedilah menjadi alasan masyarakat untuk tidak semakin disiplin mengikuti aturan pemerintah soal penanganan pandemi Covid-19.

"Gas rem itu kebijakan keliru sejak awal. Harusnya rem, rem totalitas. Itu kasus Jakarta waktu itu, di rem (Pemprov) Jakarta," ujar Ubedilah dalam pemaparannya.

Di samping itu, Ubedilah juga menyayangkan adanya pasien positif Covid-19 yang dirawat di Rumah Sakit meninggal dunia akibat kekurangan oksigen. Hal itu, menurutnya, tidak terlepas dari kelambatan pemerintah membuat langkah antisipatif terhadap lonjakan kasus Covid-19 yang ternyata terjadi selama hampir dua pekan ke belakang.

"Menurut saya, ini pertanggungjawabannya luar biasa loh pemimpin di saat seperti ini. Bayangkan, hanya gara-gara tidak punya antisipasi ledakan Covid, sampai kekurangan gas (oksigen) dan meninggal," ungkapnya.

Dari situ, Ubedilah memandang akibat kebijakan yang tidak tepat dalam penanganan Covid-19, akhirnya membuat rakyat terus menjadi korban.

"Kasihan rakyat. Jadi saya kira gas rem itu dalam negara yang sangat disiplin itu tepat, tetapi gas rem di tengah masyarakat yang tingkat disiplinnya rendah, itu berbahaya. Itu sejak awal kita ingatkan para akademisi," terang Ubedilah.

Lebih lanjut, Ubedilah berharap langkah yang diambil pemerintahan Presiden Joko Widodo seharusnya juga memikirkan aspek sosiologis, dan bukan hanya menganalisa logika politik dan ekonomi.

"Masyarakat kita ini sebenarnya budayanya seperti apa, tingkat disiplinnya seperti apa. Ya kalau gas rem ya pasti gak disiplin. Dan itu saya kira, itu lah pentingnya mendengarkan kaum intelektual di dalam mengambil kebijakan, agar from knowledge policy itu terjadi," pungkas Ubedilah.

Dalam acara diskusi yang dipandu oleh Ruslan Tambak selaku Pemimpin Redaksi RMOL.id ini, juga hadir satu narasumber lainnya. Yaitu, Ketua Tim Peduli Covid-19 Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Ikhsan Abdullah. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA