Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Soritua Telah Menyelesaikan Tugasnya

Obituari Singkat dan Testimoni Keluarga

Jumat, 14 Mei 2021, 17:26 WIB
Soritua Telah Menyelesaikan Tugasnya
Keluarga SAE Nababan/Net
ATAS nama keluarga besar Alm. Pdt. Dr. Soritua Albert Ernst (SAE) Nababan, LID kami ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya atas semua doa, dukungan dan simpati yang diberikan, mulai sejak beliau wafat dengan tenang pada Sabtu, 8 Mei 2021 di RS Medistra hingga dimakamkan, Selasa siang, 11 Mei - sesuai amanahnya - di Siborongborong.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Banyak yang bertanya, siapakah beliau ini? Perkenankanlah kami menjelaskan dengan singkat.

Bapak lahir 24 Mei 1933 di Tarutung. Dibesarkan dari keluarga guru sederhana yang mengutamakan pendidikan. Ia mendapat kesempatan studi sarjana teologia di Jakarta dan pendidikan doktoral di Jerman.

Ia mengalami langsung zaman sulit di masa kolonial Belanda, penindasan Jepang, hingga kemerdekaan. Kemudian tumbuh besar di tengah era gelora nasionalisme Bung Karno. Saat belajar teologia di tahun 1950-an, ia memutuskan untuk tidak menjadi pendeta biasa. Ia ingin memimpin umat Kristen Indonesia agar bangkit dari rasa minder dan keterbelakangan.

Bapak melihat gereja Kristen di Indonesia masih belum lepas dari dominasi Barat. Beliau meyakini cara agar orang Barat hormat adalah dengan prestasi akademik dan aktivitas organisasi.

Ia bekerja keras agar menjadi doktor lulusan terbaik di Universitas Heidelberg, universitas tertua di Jerman, di usia yang terbilang muda, 28 tahun. Bapak menguasai lima bahasa, termasuk bahasa Ibrani dan Yunani, agar bisa masuk ke dalam jantung teologia Kristen. Ia juga berlatih gigih berpidato seperti orang Jerman asli.

Semua prestasi itu memudahkannya terpilih memimpin berbagai organisasi gereja. Mulai dari PGI dan HKBP di Indonesia, hingga tingkat dunia seperti CCA, WCC, UEM dan LWF. Dia percaya Tuhan memberinya talenta dan energi untuk menjelajah berbagai tempat di dunia dan berbagai penjuru Indonesia untuk sebuah misi: menyatukan gereja-gereja yang terpecah. Hal ini disebut sebagai gerakan ekumenis.

Beliau jarang di rumah. Ibu kami, Ny. Alida Lientje Tobing, M.Sc selalu menyokong semua tugas Bapak. Minggu ini dia bisa di Nairobi, tapi minggu depan sudah di Basel, atau besok di Nias, minggu depannya di Poso. Semua ia lakukan untuk misi mendekatkan perbedaan gereja yang ada di Indonesia dan dunia.

Mengapa dia gandrung untuk kesatuan gereja? Pertama, itu perintah Tuhan Yesus yang menginginkan kesatuan. Setelah Reformasi Luther 500 tahun lalu, gereja Protestan begitu mudah pecah karena alasan mazhab atau tradisi. Perpecahan ini membawa konflik kemanusiaan.

Kedua, jika gereja di Indonesia bersatu, maka ini akan menguatkan NKRI. Diskursus perbedaan ritual harus selesai. Lebih baik umat bekerja sama fokus melawan kemiskinan dan diskriminasi. Umat yang mampu harus membantu yang tertinggal, apapun perbedaan gerejanya.

Upaya dia tidak berhenti hanya untuk gereja, tapi juga menjembatani lintas iman. Di tahun 1980-an dia aktif di berbagai pertemuan antar pemimpin agama untuk mencari persamaan dalam melawan kemiskinan dan diskriminasi.

Di saat inilah, ia dekat dengan para pejuang demokrasi, termasuk Gus Dur yang memimpin Nahdlatul Ulama (NU) saat itu. Mereka menemukan banyak kesamaan, menguasai ilmu agama secara mendasar juga memahami perubahan zaman yang menuntut adaptasi umat.

Sekarang dia telah beristirahat di tanah kelahirannya. Kami percaya, momen ini bisa makin memperkuat upaya kita meninggalkan konflik karena perbedaan dan menatap persamaan perjuangan kemanusiaan.

Di kesempatan ini, kami juga menyampaikan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 H kepada saudara-saudari Muslim di manapun berada. Selamat atas kemenangan yang dicapai setelah berpuasa satu bulan penuh. rmol news logo article

Salam Kasih,
Hotasi, Sindar, Rosida
Putra-putri Alm. Pdt. Dr. SAE Nababan, LID.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA