Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Malumologi Dumehisme

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/jaya-suprana-5'>JAYA SUPRANA</a>
OLEH: JAYA SUPRANA
  • Minggu, 25 April 2021, 10:18 WIB
Malumologi Dumehisme
Jaya Suprana/Net
MENARIK, mempelajari paham dumehisme yang menjunjung tinggi keterkeburan dengan menggunakan lensa malumologi sebagai telaah fenomena yang disebut sebagai malu terutama terhadap diri saya sendiri.

Secara malu-malu saya terpaksa terus-terang mengakui bahwa saya kerap dumeh merasa banyak tahu tentang kehidupan di planet bumi ini. Sementara sebenarnya saya tidak tahu apa-apa.

Hemiscyllium Ocellatum

Dumeh sertamerta berubah menjadi malu ketika saya sadar bahwa ternyata saya tidak tahu bahwa pada saat pasang surut di Great Barrier Reef, Australia Timur Laut kerap berkeliaran satwa amfibi berjalan di pantai atau di atas karang yang menonjol di luar permukaan laut yang ternyata bukan amfibi, namun ikan hiu jenis hemiscyllium
ocellatum yang kerap disebut sebagai hiu epaulette sebab kulitnya berbercak-bercak mirip seragam militer.

Seekor hiu epaulette bisa meningkatkan tekanan darahnya demi memompa lebih banyak darah mengalir ke otak sehingga memiliki cukup oksigen untuk mampu bertahan hidup di luar air sambil mengubah fungsi kedua sirip menjadi dua kaki demi berlenggang jalan-jalan berkeliaran di daratan di luar air sampai lebih dari sekitar sejam.

Thomas Cook

Dumeh berubah menjadi malu ketika saya sadar bahwa ternyata saya tidak tahu bahwa “penemu” benua Australia bukan Thomas Cook tetapi para nelayan Bugis yang jauh sebelum Thomas Cook “menemukan” benua Australia, sudah rutin berlayar dari Sulawesi Selatan ke pantai timur-laut benua yang jauh sebelumnya sudah dihuni oleh kaum yang kini disebut sebagai aborijin.

Sampai kini saya juga masih belum tahu bagaimana cara kaum aborijin pribumi Australia pada masa pra-sejarah mampu melukis fresko di langit-langit gua-gua Lembah Kangguru, Australia Timur Laut dengan ketinggian setara langit-langit Kapela Sikstina di Vatikan yang dilukis oleh Michelangelo dan kawan-kawan pada akhir abad XV.

Evil


Dumeh berubah menjadi malu ketika saya sadar bahwa saya tidak tahu alih-bahasa tepat dan benar kata evil dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.

Secara leksikal formal, bahasa Indonesia untuk evil adalah jahat. KBBI memaknakan kata jahat sebagai sangat jelek, buruk; sangat tidak baik (tentang kelakuan, tabiat, perbuatan).

Sementara evil menurut Oxford Dictionary tergolong kata benda sekaligus kata sifat bermakna kompleks mulai dari “profound immorality and wickedness, especially when regarded as a supernatural force” atau “manifestation of profound immorality and wickedness, especially in people’s actions” sampai ke “something which is harmful or undesirable”.

Kromosom


Dumeh saya berubah menjadi malu setelah sadar bahwa saya semula tidak tahu bahwa semula para ilmuwan genetika menduga jumlah kromosom manusia adalah duapuluhempat pasang sampai pada suatu hari seorang ilmuwan genetika asal Indonesia bernama Tjio Joe-Hin bersama seorang koleganya bernama Albert Levan
asal Swedia memaklumatkan hasil observasi ilmiah mereka berdua bahwa jumlah kromosom manusia ternyata adalah duapuluhtiga pasang.

Saya tidak berani dumeh membantah kesepakatan para ilmuwan genetika sampai masa kini bahwa jumlah kromosom manusia bukan duapuluhempat namun cukup duapuluhtiga pasang saja akibat saya tidak mampu membuktikan bahwa dugaan itu benar atau keliru.

Maka saya manut saja pada dogma keimanan ilmiah yang telah disepakati para penguasa ilmu genetika bahwa jumlah kromosom manusia adalah duapuluhempat eh maaf: duapuluhtiga pasang. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA