Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

PP Miras, Bukan Sekadar Ceroboh, Tetapi Cacat Bawaan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/syafril-sjofyan-5'>SYAFRIL SJOFYAN</a>
OLEH: SYAFRIL SJOFYAN
  • Rabu, 03 Maret 2021, 10:36 WIB
PP Miras, Bukan Sekadar Ceroboh, Tetapi Cacat Bawaan
Syafril Sjofyan/Net
PRESIDEN Jokowi kemaren tampil, jika diperhatikan bahasa tubuh sepertinya tidak nyaman, menyampaikan bahwa lampiran III Peraturan Presiden No. 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal dicabut, bla..bla.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa
   
Tentunya mencabut atau merubah suatu Peraturan Pemerintah (PP/Perpres) termasuk lampiran, tidak bisa hanya secara lisan, "saya cabut lampiran", selesai? Karena PP bulan ketentuan hukum setaraf edaran di tingkat kelurahan atau RT/RW? Tidak cocok langsung dicopot dari papan pengumuman.

Mengatur Republik Indonesia tidak bisa secara ugal-ugalan dan seenak udel, bagaikan titah raja. Harus ada peraturan setingkat Peraturan Presiden untuk mencabut/merubah Perpres terdahulu. Perlu diingat jangan lagi dipertunjukankan kedunguan berulang kali, dalam mengelola negara yang besar ini.

Ada berbagai kalangan meminta agar kejadian serupa tidak berulang maka sebelum menandatangani apapun entah itu kebijakan atau apapun maka Presiden diharapkan membaca lengkap semua draf yang disodorkan oleh bawahan artinya presiden dianggap seroboh.

Masalahnya bukan pada sekadar kecerobohan tanda tangan PP, tapi ada pada payung hukumnya UU Cipta Kerja, jika dirunut dari UU Cipta Kerja No. 11/020 yang antara lain mengubah beberapa ketentuan UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 12 ayat 2 mencantumkan bidang usaha yang tertutup dan minuman keras tidak termasuk sebagai bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal.

UU Cipta Kerja No. 11/2020 atau lebih dikenal sebagai UU Omnibuslaw dalam proses kelahirannya mengalami kondisi yang kontroversial, berjilid-jilid unjuk rasa masyarakat termasuk buruh dan mahasiswa menolak Omnibuslaw dan terjadi di seluruh kota besar. Ormas besar dan para akademisi diperbagai perguruan tinggi secara ilmiah menolak UU tersebut.

Terjadi banyak korban kekerasan dalam mengatasi unjuk rasa, bahkan sekarang masih ada yang meringkuk ditahanan sebagai korban UU Omnibuslaw seperti Dr. Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dkk.

Waktu itu Jokowi pasang badan bahwa Omnibuslaw dianggap menyerderhanakan perundang-undangan untuk meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian Presiden Jokowi termasuk Wakil Presiden Maruf Amin paham betul, adalah aneh jika wapres merasa terkejut dengan PP yang di dalamnya terkandung investasi miras.

Termasuk pembantu Presiden, para menteri terutama yang terkait sudah sangat paham betul dan menyadari sepenuhnya tentang PP dan UU tersebut dilahirkan dengan segala resikonya.

Memang aneh di awal periode pertama Presiden Jokowi pernah menyindir DPR terlalu banyak memuat UU, namun dengan UU Omnibuslaw akan banyak/ratusan Peraturan Presiden yang akan dibuat oleh Presiden sebagai turunan UU Cipta Kerja, bukan menyederhanakan UU yang konon hampir 1.000 halaman, malah akan ditambah ratusan PP. Ruwet dan rumit.

Peraturan Presiden No. 10/2021 yang mengatur miras "heboh" sehingga ormas MUI, NU, Muhammadiyah langsung bereaksi sehingga "terpaksa" Presiden Jokowi hanya mencabut lampiran PP Miras tersebut, menurut pengamat politik M. Rizal Fadillah mencabut lampiran hanya tipu-tipu alias ngeprank istilah milineal sekarang. Karena UU di atasnya malah membuka industri miras.

Kasus PP Miras tersebut, sebagai salah satu bola es akan ada ratusan PP sebagai turunan dari UU Cipta Kerja bermasalah karena UU payungnya cacat bawaan sejak lahir tidak partisipatif dilahirkan premature, dibedah dengan dikejar tayang di masa pandemi Covid 19.

Artinya, kasus PP Miras ini memang didesain untuk kepentingan sekelompok pengusaha dan investor, yang sepenuhnya dipahami oleh Jokowi,  bukan sekadar kecerobohan tanda tangan. rmol news logo article

Penulis adalah pengamat kebijakan publik, Sekjen FKP2B, aktivis Pergerakan 77-78.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA