Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ruh

Senin, 15 Februari 2021, 09:23 WIB
Ruh
Ilustrasi/Net
JASAD nantinya jadi bangkai. Orang mati itu tidak ada. Yang ada kembali ke Allah. Demikian disampaikan seorang ulama dalam sebuah kajian. Innalillahi wainnailaihi rajiun.

Manusia sejak Nabi Adam punya ruh. Ruh itu abadi. Ketika ruh diletakkan di jasad, ruh kemudian mengikuti jasad. Akhirnya dia tersiksa.

Jika suatu saat jasad rusak atau bahasa manusia mati, ruh akan kembali ke habitatnya. Dia akan abadi. Kembali ke Tuhan-nya.

Ruh akan bebas dari ketersiksaannya. Sebab dia sudah lama mengalami keterpisahan dari Tuhannya akibat mengikuti fisik.

Selama di alam jasad, ruh mengalami ketersiksaan luar biasa. Ruh menjadi budak fisik.

Padahal ruh tidak butuh makan, tidak butuh minum, tidak butuh tidur, tidak butuh cinta, tidak butuh cerai, tidak butuh duit, tidak butuh urusan duniawi. Tapi gara-gara ikut jasad, ruh jadi tersiksa. Andai ruh bisa bicara, ruh akan bilang: pusing.

Dalam cerita Jalaluddin Rumi di kitab-kitabnya disebutkan, saat beliau mau meninggal dan ditangisi murid-muridnya, Jalaluddin Rumi berkata kalian jangan menangisi saya. Saya ini mau pesta perkawinan. Kalian tidak merasakan penyesalan saya karena harus hidup bersama jasad. Saya tersiksa karena mengalami alam yang rusak dan panas. Harusnya alam saya di alam abadi. Bukan di dunia. Jangan tangisi kematian saya. Kematian saya kembalinya ruh ke habitatnya.

Semenjak itu kematian dianggap pesta perkawinan karena ruh ‘kembali’.

Sama dengan Bilal saat mau mati ditangisi murid-muridnya. Bilal bilang kematian membuatnya senang karena akan ketemu dengan kekasihnya.

Saat ruh ditiupkan Tuhan ke manusia, kemudian ruh ikut alam fisik atau alam jasad, ruh mengalami apa yang sekarang ini kita alami. Dia tersiksa. Ketika ruh sudah terpisah dari jasad yang memenjara, dia senang kembali ke Tuhan.

Jadi, apakah hidup penting. Sehingga banyak yang bela-belain berobat ketika sakit hingga menghabiskan uang berjuta-juta. Padahal untuk berobat juga tidak ada jaminan hidup. Atau jangan-jangan penting mati ketimbang hidup.

Inti dari ilmu hakekat adalah tunduk pada kehendak Tuhan. Kalau kehendak Tuhan ruh kita harus tunduk pada jasad, maka ruh tidak boleh mengingkari jasad. Karena ruh dan jasad sama-sama kehendak Tuhan.

Manusia punya ruh, manusia punya jasad karena kehendak Allah. Apapun kekurangannya, apapun ironisnya, harus diterima. Keadaan ini harus diterima sebagai keadaan manusia.

Contoh paling gampang pohon pisang. Orang makan pisang kulitnya tetap dibuang. Tapi andaikan dari awal tanpa kulit tetap tidak bisa menjadi pisang. Meskipun kalau dimakan pasti dibuang. Tapi tidak bisa membayangkan pisang dari awal tanpa kulit. Entah jadinya kekeringan atau busuk. Pokoknya tidak jadi pisang.

Memang betapa tidak ada artinya fisik ini. Nah, kalau fisik tidak ada artinya kemudian yang ada adalah perjalanan ruh. Yang diartikan itu tadi: Innalillahi wainnailaihi rajiun.

Hidup penuh kedustaan. Kematian itu pasti. Dan kematian tidak pernah menjadi problem bagi mereka yang paham ilmu hakekat.

Saat manusia mengamati secara hakekat, teori hidup itu benar, dan teori mati tetap benar. Semakin manusia paham hakekat hidup, semakin tidak artinya hidup. Sebab bukti jasad tidak penting ketika ruh melakukan perjalanan kembali.

Lalu ruh kemana? Ruh akan kembali ke alamnya untuk bersaksi atas eksistensi Tuhan.

Dari sini kita bisa berandai-andai, jika penguasa negeri ini paham hakekat ruh, bahwa dunia yang mereka kuasai tidak abadi, apakah mungkin masih ada kerakusan jasad?

Ruh tidak butuh materi, ruh tidak butuh kekuasaan, ruh tidak butuh tipu daya, ruh tidak butuh fitnah, ruh tidak butuh semua kerakusan jasad. Wallahua’lam.rmol news logo article

Novianto Aji

Wartawan Kantor Berita RMOLJatim

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA