Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pertemuan Virtual Perdana PSAPI Tahun 2021, Dari Kecelakaan Sriwijaya Air Sampai Komite Kedirgantaraan Nasional

Kamis, 11 Februari 2021, 09:23 WIB
Pertemuan Virtual Perdana PSAPI Tahun 2021, Dari Kecelakaan Sriwijaya Air Sampai Komite Kedirgantaraan Nasional
Peserta rapat daring Pusat Studi Air Power Indonesia, 10 Februari 2021 /Repro
PERTEMUAN Perdana Tahun 2021 Pusat Studi Air Power Indonesia (PSAPI) dilaksanakan pada Rabu, 10 Februari 2021. Ketua PSAPI Marsekal (Purn) Chappy Hakim membuka pertemuan dengan menyatakan, PSAPI berusaha mencari bentuk yang paling pas setelah adanya pandemi Covid-19. Pertemuan tatap muka menjadi sulit. Walaupun begitu tetap dapat diadakan secara daring.

Dan dari pertemuan-pertemuan itu diharapkan ada risalah, yang nantinya akan menjadi bahan tulisan atau dalam bentuk jurnal yang ditulis setiap bulan.

Beruntunglah PSAPI memiliki Ketua yang sangat memahami benar mengenai kedirgantaraan, juga piawai menulis dengan bahasa yang mudah lugas dan dapat dimengerti. Dengan begitu jurnal bulanan ini kiranya akan dapat dipenuhi dengan berdasarkan analisa dan tulisan-tulisan beliau.

Ketua PSAPI juga mengapresiasi atas kesediaan KSAU Marsekal Fajar Prasetyo, yang berkenan meluangkan waktu untuk membuka rapat PSAPI.

Pada sambutannya KSAU Marsekal Fajar Prasetyo mengatakan, menghargai inisiatif dari PSAPI. Sebab sangat dirasakan masih sedikit institusi yang dapat menjadi think tank, yang dapat membantu pemerintah di bidang kedirgantaraan, mengenai hal-hal yang perlu dibahas untuk bahan pengambilan keputusan.

Melalui pertemuan bulanan PSAPI, diharapkan ada hot issues dari dalam dan luar negeri yang kiranya bisa menjadi bahan masukan bagi pengambilan keputusan. Keberadaan PSAPI sungguh dirasakan penting dalam hal ini.

Selanjutnya Ketua PSAPI mengatakan, PSAPI bukan institusi yang bersikap seperti watchdog, yang beroposisi atau berlawanan dengan pemerintah. Sebaliknya PSAPI bermaksud men-support pemerintah, dengan cara mengkritisi dan memberi masukan yang dirasakan penting bagi perbaikan dan peningkatan dunia penerbangan dan kedirgantaraan.

Pada beberapa kasus, dirasakan kadangkala ada informasi yang hilang. Masyarakat menangkap dan mengapresiasinga dengan cara yang tidak seragam, sehingga dibutuhkan analisis dan sumbangan pemikiran; untuk dapat menjernihkan masalahnya.

Dari situlah akan diperoleh klarifikasi atas sesuatu yang terjadi di dunia penerbangan kita. Analisis dan opini tersebut, selanjutnya akan ditulis menjadi jurnal atau buletin yang akan diterbitkan, paling tidak satu dalam satu bulan, dalam bentuk pdf.

Acara pun dilanjutkan dengan diskusi. Captain Sadrach Nababan mengatakan, pada 21 Januari 2021 Presiden Joko Widodo sudah meminta kepada Menteri Perhubungan untuk mengadakan pemeriksaan dan pengawasan terhadap operasi Airline. Diharapkan tidak terjadi lagi kecelakaan seperti yang dialami SJ-182, yang jatuh ke laut di Kepulauan Seribu pada 9 Januari yang lalu.

Pada audit Universal Safety Oversight Audit Programme (USOAP) yang lalu, telah ditemukan 121 findings dan pada Agustus 2007 di Aviation Summit di Bali. Yang sudah di-follow up dan membuat Indonesia dianggap sudah memperbaiki sistem keselamatan penerbangannya.

Mengenai UU Penerbangan dikatakan bahwa ada empat perubahan yang harus dilakukan angara lain mengenai: single provider, otoritas penerbangan sipil, kemudian pengambil alihan FIR cautas Natuna.
Pun beliau mengingatkan kembali mengenai safety culture. Seharusnya safety culture sudah pada tahap generatif. Artinya safety yang sudah blended dalam budaya dan kerja semua insan penerbangan.

Kemudian Captain Christian Bisara mengatakan, ada yang harus dilakukan mengenai UU Penerbangan yaitu bagaimana agar kita memiliki agency, yang mengatur dan mengawasi dunia aviasi penerbangan. Institusi ini seyogyanya tidak berada di bawah Kementerian Perhubungan, tetapi tersendiri dan independen, yang dapat melakukan fungsi untuk mengatur dan mengawasi dunia penerbangan Indonesia.

Poin kedua, Captain Christian mengatakan mengenai preliminary report pesawat SJ-182. Faktor maintenance ternyata menjadi salah satu yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan tersebut. Ada dugaan terjadinya malfunction pada autothrottle system. Walaupun sebelumnya sudah diperbaiki, tetapi ternyata masih rusak lagi.

Menurut analisis berdasarkan FDR dan Radar ATC diduga autothrottle system itu mundur sendiri, padahal yang lainnya berada pada posisi yang normal. Oleh karena itu perlu adanya pengawasan, terhadap maintenance airline. Dalam hal ini perlu ada ketegasan dari para inspektor kita.

Dulu sebetulnya ada yang disebut dengan Aircraft Accident Investigation Committee (AAIC), tetapi kemudian diperluas sehingga menjadi National Transportation Security Committee (NTSC) atau KNKT yang sekarang ini.

Perlu sebetulnya dievaluasi apakah AAIC lebih bagus daripada KNKT? Jika memang dirasakan bahwa AAIC lebih bagus, mengapa tidak kita lakukan seperti itu?

Penanggap berikutnya adalah Pak Heri Bakti, mantan Dirjen Perhubungan Udara. Beliau mengatakan, Pasal 64 dan Pasal 34 ayat 2 itu, sebetulnya semestinya dilakukan oleh Lembaga Pelaksana Pelayanan Umum.

Jadi sebaiknya dilakukan oleh agency semacam FAA. Hanya saja agency ini akan melakukan di bidang kelaikan udara saja.

Pasal ini sebetulnya sudah dicoret dengan diberlakukannya UU Cipta Kerja, tetapi Majelis Profesi Penerbangan tidak dicoret. Pilihannya sekarang apakah akan tetap dilakukan oleh agency atau oleh Ditjen Perhubungan Udara?

Dahulu masalahnya adalah mengenai remunerasi, karena yang mengawasi gajinya lebih kecil daripada yang diawasi. Tetapi sekarang sudah setara, sehingga mestinya tidak ada masalah lagi.

Mengenai Majelis Profesi Penerbangan dulu ex-officio ketuanya adalah Dirjen Perhubungan Udara. Supaya tidak ada konflik kepentingan, maka pada waktu itu diserahkan kepada Profesor Diran untuk melakukan fungsi tersebut. Kemudian diperluas menjadi lingkup nasional dan mengenai semua moda transportasi.

Sekarang pertanyaannya adalah ini menjadi ditindaklanjuti oleh siapa? KNKT fungsi utamanya bagaimana agar kecelakaan tidak terulang lagi. KNKT seyogyanya juga dapat merekomendasikan kepada Menteri, mengenai pemberian sanksi jika diperlukan.

Mengenai hal ini, Captain Nababan memberi saran, agar Pak Budi Suyitno yang ketika menjabat banyak terlibat dalam pembahasan masalah ini, seyogyanya diundang untuk hadir dalam diskusi pada kesempatan berikutnya.

Menanggapi diskusi yang hangat, Ketua PSAPI Chappy Hakim mengatakan bahwa kita tidak akan bicara baik atau jelek, tetapi semata-mata membuat argumentasi. Oleh sebab itu sebaiknya argumentasi itu ditulis, sehingga bisa di-follow up.

Ini penting agar pada setiap pembahasan, tidak mulai dari nol lagi. Tujuannya adalah ada peningkatan dan penyempurnaan tentang dunia penerbangan. Investigasi adalah bukan mencari yang salah, tetapi bagaimana agar itu tidak terjadi lagi.

Ada tiga hal penting untuk mengatasinya adalah self discipline, continuous close monitoring, dan law enforcement.

Pak Eris Herryanto mengatakan, mengenai accident sebenarnya tidak masalah jika KNKT melebar ke bidang lain selain transportasi udara. Yang penting diberikan tools-tools tambahan, sehingga KNKT mampu untuk memberikan pengawasan pemeriksaan yang profesional.

Dan mengenai law enforcement agar berhati-hati. Jangan sampai penegak hukum masuk. Ini menjadi dilema tersendiri, jika polisi dan kejaksaaan masuk dalam pemeriksaan kecelakaan pesawat.
Oleh sebab itu manajemen di agency mestinya diperkuat dan diberdayakan sepenuhnya, agar mampu melakukan law enforcement sesuai bidangnya.

Pak Chappy Hakim mengatakan, law enforcement bersifat lex spesialis, hanya di bidang aviasi saja. Setuju dengan Pak Eris. Jangan sampai terjadi seperti pada kasus Capt. Marwoto, yang menjadi serba salah.

Selanjutnya Pak Willem mengutarakan perlunya Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional (Depanri) diaktifkan kembali. Dengan masalah yang semakin kompleks dan melebar, mestinya lembaga semacam ini dihidupkan kembali.

Menanggapi nasalah tersebut, Pak Sulistyo Atmadi mengatakan, bahwa Depanri akan diganti dengan Komite Kedirgantaraan Nasional. Semestinya komite ini pada 28 Desember 2020 lalu sudah di-launching. Hanya saja karena dirasakan belum matang, sehingga peresmiannya tertunda.

Di dalam Komite Kedirgantaraan Nasional ini ada anggota-anggota dari kementerian-kementerian. Sehingga diharapkan paling tidak dapat berfungsi seperti Depanri yang telah dibubarkan itu.

Rapat daring PSAPI ini dihadiri sekitar 50 orang peserta berlangsung dengan lancar dan diskusinya berlangsung hangat. Sayang karena terbatasnya waktu, maka setelah foto bersama, rapat ditutup pada pukul 16.30 WIB.

Nenek moyangku orang pelaut. Anak-cucuku adalah insan dirgantara. rmol news logo article

Heru Legowo

Praktisi dunia penerbangan, anggota Pusat Studi Air Power Indonesia

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA