Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Merancang Sistem Penanganan Bencana Berkelanjutan

Rabu, 10 Februari 2021, 23:43 WIB
Merancang Sistem Penanganan Bencana Berkelanjutan
Peneliti HICON Law & Policy Strategies, Eko Prasetyo/RMOL
BANJIR di Kalimantan Selatan yang dinobatkan sebagai banjir terparah sepanjang sejarah dalam kurun waktu 100 tahun terakhir seketika menyadarkan seluruh pihak tentang pentingnya melakukan konservasi alam, khususnya hutan.

Melalui Siaran Pers Nomor: SP.015/HUMAS/PP/HMS.3/01/2021, Wakil Menteri LHK Alue Dohong mengatakan, paling tidak terdapat lima aspek yang perlu disiapkan dan dilakukan untuk mengevaluasi dan memitigasi bencana agar tidak terulang kembali.

Pertama, mematangkan aspek perencanaan kegiatan yang secara detail menjelaskan bentuk kegiatan, tata waktu, anggaran, dan pihak yang bertanggungjawab terhadap kegiatan.

Langkah ini dimaksudkan untuk mempersiapkkan sistem peringatan dini (early warning system) tentang banjir.

Kedua, rekayasa teknis (engineering). Rekayasa yang dimaksud mencakup pula aspek regulasi, seperti Perda Jasa Ekosistem Kalimantan Selatan, dan penataan ruang, seperti membuat bendungan, daerah tangkapan air, dan normalisasi sungai.

Ketiga, merehabilitasi daerah aliran sungai (DAS), konservasi tanah dan air, penanganan lahan kritis dan agroforestry.

Keempat, sosialisasi, komunikasi dan pelibatan masyarakat, serta membangun database agar informasi yang diperoleh menjadi lebih sinkron.

Kelima, meningkatkan aspek kelembagaan, yakni kelembagaan KLHK dan Provinsi Kalimantan Selatan, sehingga memiliki saluran komunikasi dan koordinasi yang langsung dan cepat.

Lebih lanjut, Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor mengungkapkan bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan tidak pernah lagi mengeluarkan izin tambang maupun perkebunan dan kehutanan. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga konsistensi dengan moratorium hutan primer dan lahan gambut (nasional.kontan.co.id, 2021).

Apresiasi tentunya harus diberikan atas upaya yang telah dan akan dilakukan tersebut, namun hal yang perlu dipastikan adalah apakah langkah penanganan yang diambil sudah memasukkan aspek penanganan bencana.

Meminjam istilah Teuku Faisal Fathani, selaku Guru Besar Fakultas Teknik UGM, aspek penanganan bencana yang terstruktur, terukur, dan berkelanjutan.

Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya bencana serupa yang berulang-ulang.

Inkonsistensi?

Apabila merujuk pada model penanggulangan bencana banjir sebagaimana tercantum dalam siaran pers tersebut diatas, tampak bahwasannya Pemerintah telah mengafirmasi bahwa bencana yang terjadi disebabkan oleh minimnya aspek perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Selain itu tidak bekerjanya regulasi mengenai jasa ekosistem lingkungan yang sudah ditetapkan, tingginya tingkat eksploitasi lingkungan, terputusnya komunikasi antara pemerintah dengan rakyat dan serta koordinasi antar pemerintah yang belum sinkron dan harmonis.

Dikutip dari laman Sistem Informasi Pinjam Pakai Kawasan Hutan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Untuk Operasi Produksi dan Non Tambang sampai tahun 2020 seluas 56.727 hektar. Sedangkan untuk Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Untuk Survey/Eksplorasi sampai tahun 2020 seluas 480 hektar.

Salah satu akibatnya, menurut Greenpeace Indonesia, luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito menyusut hingga 49 persen menjadi 3,5 juta hektar pada tahun 2019 dari yang sebelumnya seluas 6,2 juta hektar.

Selain itu, di wilayah DAS Barito sudah terdapat 94 konsesi perusahaan kelapa sawit, 19 konsesi Hutan Tanaman Industri, 34 konsesi Hak Pengusahaan Hutan dan 354 konsesi tambang.

Selain itu, pernyataan Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan yang mengatakan sudah tidak pernah lagi mengeluarkan izin tambang maupun perkebunan dan kehutanan bersifat kontraproduktif dengan pernyataan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin.

Melalui konferensi pers virtual yang diselenggarakan pada Rabu, 27 Januari 2020, Ridwan mengatakan bahwa lahan yang sudah dibuka hingga tahun 2020 seluas 14.000 hektar, dengan luas penggunaan lahan tambang sebanyak 10.000 hektar (industri.kontan.co.id, 2021).

Dengan begitu, luas bukaan tambang di DAS Barito, menurutnya, masih terhitung minim.

Dari hal tersebut terlihat bahwasannya ada miskoordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah terkait dengan penerbita perizinan, terutama perizinan yang berkaitan dengan eksplorasi dan eksploitasi hutan.

Model Mitigasi

Sebenarnya Kalimantan Selatan sudah memiliki regulasi yang dapat mengakomodir seluruh permasalahan tersebut. Regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan 2/2017 tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Selatan (Perda Kalsel No. 2/2017).

Intrumen primer yang dapat mengendalikan potensi bencana tersebut adalah Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH).

Pasal 1 angka 7 Perda Kalsel No. 2/2017 mendefinisikan RPPLH sebagai perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.

Dokumen RPPLH bermanfaat sebagai sarana untuk mencegah dan mengendalikan terjadinya kerusakan dan pencemaran lingungan hidup akibat pemanfaatan sumber daya alam.

Maka dari itu, penyusunan RPPLH harus berprinsip pada harmonisasi antar dokumen rencana pembangunan dan tata ruang, keserasian dan keseimbangan lingkungan, karakteristik ekoregion dan/atau DAS, kerja sama antardaerah, kepastian hukum, dan keterlibatan pemangku kepentingan.

Selain itu, RPPLH—berdasarkan Pasal 7 Perda Kalsel No. 2/2017, harus dijadikan dasar sebagai penyusunan serta dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Tujuannya untuk mewujudkan kepastian hukum dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, menjaga kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian lingkungan hidup dan mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana.

Beberapa tujuan lainnya ialah mendukung antisipasi isu global, melakukan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, dan meningkatkan kesadaran pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Tidak hanya itu. Penyusunan RPPLH juga harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan jasa ekosistem yang salah satunya (namun tidak terbatas pada) jasa ekosistem aliran air dan banjir.

Perda Kalsel No. 2/2017 juga mengatribusikan kewajiban kepada Gubernur untuk mengoordinasikan pelaksanaan RPPLH di lingkungan Pemerintah Daerah serta dapat melakukan kerja sama dengan daerah lain, pihak ketiga, dan/atau lembaga atau pemerintah daerah di luar negeri (vide Pasal 22 ayat (2) Perda Kalsel No. 2/2017).

Dalam konteks ini, Gubernur menjadi titik sentral yang melakukan pengawasan dan monitoring terhadap pelaksanaan RPPLH di Daerah. Sekaligus menjadi penghubung antara daerah dengan pusat.

Sebab, perangkat daerah, khususnya perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup, sebagai perangkat yang mendapatkan delegasi pengawasan harus melaporkan hasil monitoring capaian pelaksanaan RPPLH kepada Gubernur.

Kemudian Gubernur melaporkan hasil monitoring capaian tersebut kepada Pemerintah Pusat.

Tindak Lanjut

Mengingat tahun 2021 adalah tahun terakhir berlakunya Peraturan Daerah Kalimantan Selatan 7/2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2016-2021.

Semestinya bencana ini diposisikan sebagai pengingat bagi Pemerintah Daerah, tidak hanya bagi Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, melainkan juga kepada seluruh Pemerintah Daerah di seluruh provinsi di Indonesia.

Bagaimana Pemda sadar akan pentingnya menjaga lingkungan, salah satunya melalui sarana-sarana hukum yang telah ditentukan.

Selain itu, Pemerintah juga harus membenahi pola koordinasi untuk meminimalisir terjadinya disharmonisasi kebijakan yang berpotensi mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia dan terancamnya kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan lingkungan hidup.

Dengan begitu, harapannya Indonesia bisa memiliki sistem penanganan bencana yang berkelanjutan.rmol news logo article

Eko Prasetyo
Penulis adalah Peneliti HICON Law & Policy Strategies

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA