Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Urusan Pangan Pun Dikontrol Oligarki

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/salamuddin-daeng-5'>SALAMUDDIN DAENG</a>
OLEH: SALAMUDDIN DAENG
  • Kamis, 28 Januari 2021, 15:03 WIB
Urusan Pangan Pun Dikontrol Oligarki
Salamuddin Daeng/Net
INGAT flu burung? Pasti ingat ayam. Bagaimana unggas, ayam di Indonesia dimusnahkan karena takut flu burung menular kepada manusia. Nah sekarang flu sudah bertransformasi menjadi corona yang mematikan, namun tidak jelas, dan masih menjadi misteri, ini flu jenis apa lagi.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa
 
Namun walaupun flu burung dan flu aneh-aneh terus mewabah, menjadi pandemi, menjadi epidemi, namun praktik bisnis ayam di
Indonesia tetap menjadi bisnis yang paling menggiurkan. Terutama bagi korporasi raksasa, bagi oligarki kekuasaan politik.

Bayangkan saja, dua perusahaan besar menguasai 70 persen rantai suplai ayam, mulai dari impor induk ayam, impor anak ayam, impor vaksin ayam, impor antibiotik ayam, impor pakan. Hingga menguasai seluruh jaringan produksi, jaringan distribusi, sampai pemasaran di kampung dan pasar becek. Sebagian besar telah dikuasai segelintir korporasi multinasional raksasa.

Mereka perusahaan multinasional, oligarki Indonesia adalah penguasa sebenarnya yang mengontrol pusat kekuasan politik, parlemen, dan birokrasi negara yang berkaitan dengan ayam, perunggasan, peternakan, pertanian. Sama halnya seperti mereka menguasai rantai suplai bahan pokok, industri farmasi, sumber energi, dan kebutuhan dasar masyarakat Indonesia lainya.

Bagaimana mungkin dua perusahaan komersial asing bersama oligarki Indonesia mengontrol secara dominatif dan eksploitatif ayam sebagai sumber makanan setiap hari masyarakat, yang konsumsinya boleh jadi sudah mengejar, mendekati nilai konsumsi listrik atau bahan bakar minyak. Ini benar-benar pasar bebas yang mengerikan. Pangan dikontrol oligarki.

Mengapa semua ini bisa terjadi? Jelas sebabnya adalah regulasi pertanian, peternakan, perdagangan, yang sangat buruk. Yang  mendesain birokrasi kekuasan di Indonesia menjadi korup, dapat diletakkan berada di bawah ketiak pengusaha ternak multinasional.

Birokrasi kekuasaan didesain agar doyan uang sogokan, sehingga walaupun ada regulasi yang tampaknya baik, namun ternyata regulasi ini gampang diperjualbelikan, diabaikan, karena ketidakberdayaan pengelola negara pada pengusaha besar yang ringan tangan menjalankan tekanan politik menggunakan uang.

Ini tampak nyata dalam hal regulasi pembatasan pasokan ayam ke pasar baru-baru ini. (Akan dibahas dalam artikel berikutnya)

Hasilnya perusahaan raksasa yang pada dasarnya, di dalam batinya,  hendak mematikan seluruh usaha-usaha kecil yang dianggap mengganggu, dapat dengan mudah mewujudkan tujuan utamanya.

Yakni agar tidak ada sepeserpun uang yang tertinggal di kantong pengusaha kecil. Semuanya harus mengalir secara sistematis ke gudang penyimpanan uang perusahaan besar.

Bayangkan saja, perusahaan ayam kelas raksasa ini, dengan izin khusus yang diberikan pemerintah, mengendalikan impor induk ayam dalam rangka menghasilkan benih ayam, sehingga mereka memegang kunci utama untuk menguasai bisnis ayam.

Karena melalui penguasaan benih atau bibit ayam inilah menjadi fondasi dasar bisnis peternakan. Bibit adalah kunci bangsa ini berdaulat atas pangan atau tidak. Jika bibit ayam diserahkan dan dikuasai perusahaan swasta, maka selesailah urusan ini.

Urusan ternak ayam ini telah berada dalam kontrol korporasi secara monopolistik.

Menguasai pembibitan ayam menjadikan mereka selanjutnya secara penuh mengontrol vaksin ayam dan obat-obatan ayam. Hanya vaksin dan antibiotik yang mereka produksi yang cocok buat ayam-ayam ini.
Selain itu menguasai bibit akan menjadi alat kendali untuk menentukan makanan apa yang boleh dimakan oleh ayam-ayam ini, termasuk ayam para peternak kecil.

Maka jadilah korporasi raksasa ayam sebagai pemasok sebagian besar makanan ayam ke seluruh negeri. Para peternak kecil maupun menengah menjadi piaraan, dengan segala macam ketergantungan pada korporasi raksasa ayam.

Sampai di situ belum cukup juga. Pengusaha ternak skala kecil yang kekurangan uang, maka korporasi raksasa ayam datang untuk memberikan utang. Yakni utang bibit ayam, utang vaksin ayam, utang obat-obatan ayam, dan utang pakan ayam.

Tentu saja utang buat bikin kandang, dan lain lain, para peternak kecil harus berutang kepada bank dengan suku bunga selangit. Betapa menderitanya peternak kecil di negeri ini.

Maka habislah para peternak kecil itu. Ketika perusahaan besar mengontrol segala-galanya dalam rantai suplai ayam, maka setiap perak uang yang masuk ke kantong peternak kecil tidak lebih dari belas kasihan saja agar tidak terlalu cepat mati.

Pada bagian lain Pemerintah masih tetap berdiam diri, menikmati,  duduk manis, ketika satu per satu atau secara serempak para peternak kecil sesak nafas dan bangkrut.

Menteri, beserta seluruh aparatur pemerintahan tidak berbuat apa apa. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA