Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Vaksin: Kepemimpinan, Pengetahuan, Dan Batas Rasionalitas

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/yudhi-hertanto-5'>YUDHI HERTANTO</a>
OLEH: YUDHI HERTANTO
  • Selasa, 26 Januari 2021, 08:35 WIB
Vaksin: Kepemimpinan, Pengetahuan, Dan Batas Rasionalitas
Ilustrasi/Net
SEJUTA. Jumlah populasi kasus Covid-19 diperkirakan akan menembus angka 1 juta kejadian infeksi secara kumulatif. Sebuah angka yang tidak terbayangkan pada Maret 2020. Laju penambahan kasus relatif konstan puluhan ribu per hari.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Apa hal penting dalam memaknai angka sejuta kasus tersebut? Lantas bagaimana korelasi yang harus dibentuk dalam mengatasi pandemi? Seperti apa publik dan sistem kesehatan nasional kita berhadapan dengan reli panjang dan marathon berhadapan melawan Covid-19?

Pada banyak pemberitaan, sudah mulai dikabarkan ancaman tanda bahaya atas sinyal kolaps institusi pelayanan kesehatan. Tingkat kedatangan pasien Covid-19 seolah tidak terbendung.

Strategi pembatasan dengan istilah baru Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dari sebelumnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tampak bersalin rupa dengan substansi relatif tipikal.

Di sisi lain, program vaksinasi Covid-19 sudah dimulai secara terbatas berhadapan dengan kapasitas jumlah vaksin yang tersedia dan waktu pelaksanaan ke seluruh target sasaran untuk membentuk kekebalan komunitas (herd immunity). Vaksinasi juga berhadapan dengan berbagai gangguan hoax.

Hal itu terlihat dari cermatan linimasa media sosial Twitter, yang di-capture melalui academic.droneemprit.id dengan topik vaksin Covid-19, dalam rentang 18-25 Januari terdapat 30,2 ribu percakapan, dengan voice netral 55 persen, disusul sentimen negatif 38 persen dan yang positif sebanyak 7 persen sisanya.

Berkaca pada temuan tools drone emprit, kita melihat bahwa publik masih berada dalam arus dominan menunggu alias wait and see dengan respons netral. Sementara itu, suara dukungan terlihat dalam volume terbatas dan kecil.

Sebaliknya sentimen negatif secara cukup kuat membentuk opini publik, mengindikasikan bahwa harus terdapat upaya yang adekuat untuk meluruskan bias informasi bahkan hoax.

Hari Jadi Setahun

Bagaimana kesimpulan yang bisa dikonstruksi melalui data-data tersebut di atas? Pertama: indikasi kasus Covid-19 menuju sejuta harus dilihat tidak hanya sebagai angka statistik, tetapi menjadi representasi manusia dan rasa kesakitan terdapat aspek kemanusiaan di dalamnya.

Kedua: dengan laju penularan yang konsisten masih relatif tinggi, maka perlu upaya dua arah untuk meredam kasus. PKKM atau dalam konteks sederhana karantina harus menjadi komitmen bersama. Peran serta publik mengerjakan 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) dalam langkah pencegahan, perlu dibarengi dengan upaya serius kekuasaan melaksanakan 3T (testing, tracing, treatment) sebagai penanganan.

Ketiga: pandemi yang menyita tenaga bukan adu lari cepat sprint, lintasan yang dilewati adalah lari jarak panjang marathon bahkan bisa estafet bila tidak juga mampu secara bersama dituntaskan, karena itu butuh stamina. Ketahanan sektor dan sistem kesehatan menjadi tumpuan yang perlu dibenahi secara menyeluruh secara paralel.

Keempat: vaksin dan vaksinasi sebagai sebuah metode ilmiah yang merupakan hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan modern perlu didorong untuk mendukung secara paripurna penuntasan pandemi, disertai dengan perubahan perilaku secara disiplin atas 3M dan 3T. Dengan begitu strategi komunikasi dan persuasi perlu dikembangkan sekaligus digencarkan.

Jelang genap setahun pandemi melanda negeri ini, kita perlu kembali menguatkan memori sosial tentang kemerdekaan dan kebebasan. Hanya dengan perjuangan bersama, dalam tekad serta tujuan yang sama pula kita akan mampu membebaskan diri dari belenggu persoalan penularan wabah. Hasil akhir sangat ditentukan oleh kemampuan membangun soliditas gerak dan solidaritas.

Hakikat Kepemimpinan

Pernyataan terkait sanggahan atas validitas data yang dilontarkan Menkes perihal konsolidasi pendataan bagi target sasaran vaksinasi menjadi menarik untuk dicermati. Dalam upaya berskala nasional, keberadaan data tunggal dan terpadu menjadi hal mutlak agar program tepat sasaran.

Rumitnya pembentukan data tunggal, bukan hanya disebabkan karena persoalan teknologi semata tetapi juga kesiapan manusianya sebagai user. Di samping itu, jika mengacu pada Haryatmoko, 2020, 'Jalan Baru Kepemimpinan & Pendidikan', maka disrupsi pandemi dan era digitalisasi membutuhkan kompetensi profesional.

Kombinasinya terletak pada paduan (i) kompetensi teknis -keahlian, (ii) kompetensi etik -nilai dan moralitas, serta (iii) kompetensi komunikasi -persuasi.

Melalui hal tersebut, kita akan mampu beradaptasi dalam tantangan disrupsi akan secara dinamis. Peran kepemimpinan menjadi signifikan membungkus seluruh kompetensi menjadi motor perubahan.

Perlu dipahami bahwa dalam konsep kepemimpinan terdapat ruang rasional terbatas (bounded rationality), di mana terjadi keterbatasan dalam melakukan pengelolaan informasi karena dimensi batas persoalan yang luas, serta ragam instrumen jawaban yang mampu kita miliki sedemikian sedikit. Karena itu, aspek kolaboratif kepemimpinan tidak menjadi aspek tunggal melainkan kolektif, himpunan dari berbagai ilmu dan pengetahuan.

Pemimpin memiliki sense akal budi kepemimpinan, dalam melihat horison dan berdiskusi atas tahapan-tahapan menuju visi yang digagas tersebut. Sehingga teknologi menjadi alat bantu, ilmu pengetahuan dalam kaidah ilmiah adalah sarana merumuskan langkah mencapai tujuan. Pemimpin berjalan seiring dengan alur pikir secara rasional.

Secara filosofis, Saras Dewi, 2020 dalam 'Mesin dan Magi' mensyaratkan pengenalan hakikat manusia secara internal sebelum akhirnya berkolaborasi dengan berbagai teknologi sebagai perangkat pendukung dalam menjejak harapan, karena mesin dan manusia sama dalam ketidaksempurnaan.

Tetapi manusia memiliki keunggulan dalam mengenali dirinya. Pemimpin harus sampai pada kemampuan atas kesadaran diri tersebut untuk dapat mengarahkan ke titik tujuan.

Tantangan Sistem Kesehatan

Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi salus populi suprema lex esto sering terdengar di musim pandemi, padahal setiap hari semestinya jargon tersebut menjadi dasar bagi pengambil kebijakan serta pemangku kekuasaan menjalankan roda pemerintahan.

Dalam situasi normal, sektor kesehatan kerap kali tertutup dan menjadi prioritas kedua dibandingkan berbagai infrastruktur fisik pembangunan lain. Pandemi benar-benar menjadi sarana ujian bagi ketahanan sistem kesehatan, memperlihatkan faktor-faktor ringkih kerentanannya.

Melalui kajian CISDI, 2020, 'Health Outlook 2021 Covid-19: Disrupsi pada Layanan Kesehatan Esensial', terlihat bagaimana limpasan pandemi menghantam berbagai sisi kehidupan bersama termasuk politik, ekonomi, sosial, dan kultural. Namun secara bersamaan juga menumbuhkan nilai atas keberpihakan serta fokus prioritas kebijakan yang seharusnya didahulukan.

Formulasi solusi yang ditawarkan melibatkan seluruh stakeholder, kesiapan dan kesediaan pemangku kebijakan untuk memperkuat sistem layanan kesehatan dan partisipasi publik berperan dalam upaya lepas dari cengkraman pandemi. Dibutuhkan pula penguatan kapasitas sistem serta institusi layanan kesehatan dasar ditingkat primer dengan berpusat pada komunitas dan lingkungan.

Pandemi dan kondisi yang menyertainya sulit dihindari, tetapi bisa disikapi dan dibutuhkan peran kuat kepemimpinan mengedepankan nilai rasionalitas meski berbatas, dengan optimisme yang berbekal pada kompetensi teknis, etik serta kemampuan komunikasi secara kolaboratif, untuk bisa bersama-sama selamat keluar dari badai pandemi. rmol news logo article

Yudhi Hertanto

Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA