Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kompromi Terbatas Antara Saudi Arabia Dengan Qatar

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-muhammad-najib-5'>DR. MUHAMMAD NAJIB</a>
OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB
  • Rabu, 06 Januari 2021, 15:27 WIB
Kompromi Terbatas Antara Saudi Arabia Dengan Qatar
Gulf Cooperation Council/Net
PADA hari Selasa (5/1/2021) di Kota Al Ula, Saudi Arabia telah ditandatangani kesepakatan untuk mengakhiri ketegangan antara Saudi Arabia dan tetangganya Qatar yang sama-sama menjadi anggota GCC (Gulf Cooperation Council). Harus dikatakan bahwa kesepakatan ini terjadi berkat jasa Kuwait yang bolak-balik menghubungi enam negara anggota GCC.

Kesepakatan ini dibuat bersamaan dengan diselenggarakannya KTT GCC ke-41 yang beranggotakan Saudi Arabia, Qatar, Uni Emirat Arab, Bahrain, Kuwait, dan Oman. Disamping dihadiri oleh wakil-wakil dari anggota, juga hadir Jared Kushners menantu Donald Trump dan Menlu Mesir Sameh Shoukry.

Dilihat dari delegasi yang hadir, maka hanya Saudi Arabia, Qatar, dan Kuwait yang mengirimkan orang nomor satunya, sementara yang lain hanya mengirim orang kedua atau bahkan orang ketiganya. Saudi Arabia diwakili oleh Raja Salman, Qatar oleh Syekh Tamim Al Thani, dan Kuwait oleh Syekh Nawaf.

Kehadiran Jared Kushners nampak jelas untuk mengamankan investasi ekonomi dan politik keluarganya menyongsong pergantian Presiden di Amerika dimana mertuanya tidak berkuasa lagi. Sementara Mesir berkepentingan untuk memastikan Ikhwanul Muslimin (IM) yang menjadi lawan penguasa saat ini tidak mendapat tempat di negara-negara Arab di kawasan Teluk, paling tidak ruang geraknya dibatasi.

Dilihat dari lima kesepakatan yang ditandatangani antara lain: Pertama, diantara negara-negara Teluk dilarang mencampuri urusan dalam negri negara masing-masing. Kedua, bersatu dalam menghadapi tantangan bersama. Ketiga, diantara negara-negara anggota GCC merasa senasib dan seperjuangan. Keempat, bersatu dalam menghadapi Presiden Amerika yang baru Joe Biden. Kelima, bersatu dalam menghadapi Iran.

Hanya poin nomor satu, empat, dan lima yang memiliki makna signifikan terkait dengan rekonsiliasi Qatar dan sejumlah negara Arab yang telah mengalami perpecahan serius selama sekitar tiga setengah tahun, sementara yang lainnya bersifat normatif.

Poin nomor satu berkaitan dengan TV Aljazeera milik Qatar yang berbahasa Arab dan Inggris yang kini menjadi TV berita utama baik di dunia Arab maupun dunia internasional. Pemberitaan Aljazeera dinilai oleh sejumlah negara Arab anti demokrasi sangat mengganggu bahkan memprovokasi rakyatnya untuk melawan penguasa.

Poin ini juga berkaitan dengan kesediaan Qatar untuk menampung para pelarian politik dari negara-negara Arab. Tokoh-tokoh IM yang diburu oleh penguasa Mesir saat ini, banyak yang berlindung di Qatar. Begitu juga tokoh-tokoh Hammas yang merupakan cabang IM di Palestina yang sangat diburu Israel banyak yang hijrah dari Suriah ke Qatar. Dan secara umum dapat dikatakan Qatar kini menjadi tempat yang aman bagi sejumlah tokoh oposisi dari negara-negara Arab dan Muslim.

Poin nomor empat berkaitan dengan perubahan kebijakan luar negri Amerika di bawah Presiden Joe Biden yang akan memasuki Gedung Putih pada 20 Januari mendatang. Biden telah tegas menyatakan tidak akan melanjutkan kebijakan Presiden Amerika Donald Trump yang mendukung perang Yaman yang dimotori oleh Saudi Arabia dan UEA.

Sebagaimana diketahui Perang Yaman telah berlangsung bertahun-tahun dan telah benjadi salah satu bencana kemanusiaan terbesar di dunia sampai saat ini. Biden yang berasal dari Partai Demokrat yang secara tradisional sangat peduli dengan HAM, juga tidak lagi mentolerolir berbagai pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Saudi Arabia termasuk pembunuhan wartawan senior Jamal Khashoggi di Istanbul dan upaya pembunuhan mantan Kepala Intelijen Saudi Arabia Saad Al Jabri di Canada yang disinyalir melibatkan Putra Mahkota MBS.

Sedangkan poin nomor lima berkaitan dengan ancaman Iran terhadap dunia Arab secara keseluruhan. Bisa dibayangkan, ketika negara-negara Arab dibantu habis-habisan oleh Amerika selama Donald Trump berkuasa ditambah Israel, tidak mampu menekan Iran. Padahal Iran dalam keadaan diembargo dengan judul kebijakan memberikan tekanan maksimal terhadap Teheran.

Bagaimana nantinya jika Biden benar-benar merealisasikan janji politiknya, akan kembali pada kesepakatan JCPOA terkait isu nuklir Iran yang ditandatangani oleh Presiden Obama pada tahun 2015, ketika dirinya menjadi Wakil Presiden. Hal ini akan berimplikasi terhadap pencabutan sanksi yang dijatuhkan terhadap Teheran.

Iran bukan saja secara ekonomi akan semakin kuat karena leluasa menjual minyaknya, juga secara militer karena Teheran akan leluasa membeli peralatan militer canggih dari berbagai negara, disamping akan leluasa menjalin kerjasama militer untuk memperkuat industri militernya di dalam negri.

Bila dikaitkan dengan 13 tuntutan yang dibuat Saudi Arabia dan kawan-kawan ketika memblokade Qatar, maka lima kesepakatan yang dibuat sangat jauh dari tuntutan itu. Dengan demikian bisa dikatakan selama sekitar tiga setengah tahun upaya untuk melumpuhkan Qatar agar mau tunduk terhadap keinginan Saudi Arabia dan sejumlah negara teluk telah mengalami kegagalan.

Kesepakatan yang ditandatangani di Kota Al Ula kemarin, secara kongkrit baru ditindaklanjuti dalam bentuk pembukaan blokade darat, laut, dan udara Qatar dari Saudi Arabia. Sementara yang lainnya perlu negosiasi lebih lanjut ketika akan diimplementasikannya.

Bisa saja mereka sepakat pada isu tertentu, tetapi tidak sepakat pada isu yang lainnya. Karena itu, rekonsiliasi antara negara-negara GCC belum tentu langgeng, karena bukan mustahil akan pecah kembali karena perbedaan sikap politik Qatar dengan sejumlah negara Arab yang memusuhinya sangat besar. rmol news logo article

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA