Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

KPK Diminta Ikut Turun Tangan Berantas Mafia Tanah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-1'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Kamis, 24 Desember 2020, 15:38 WIB
KPK Diminta Ikut Turun Tangan Berantas Mafia Tanah
Gedung KPK/Net
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus ikut memberantas mafia tanah yang diduga bekerjasama dengan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN). Apalagi, saat ini KPK sedang fokus pada pencegahan.

Begitu harapan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia ( MAKI) Boyamin Saiman kepada wartawan, Kamias (24/12)

“Saya kira sangat perlu KPK terjun, Pak Firli kan selalu bicara pencegahan. Buktikan dong,” ujarnya.

Salah satu yang menjadi sorotannya adalah sertifikat ganda yang sangat banyak terjadi. Tidak hanya di Jakarta, tapi juga di daerah lain di Indonesia yang kadang menjadi sumber konflik.

Dalam kasus ini, masyarakat tidak cukup mengandalkan BPN untuk melakukan pembenahan. Boyamin berharap, jika KPK menemukan atau mendapat laporan dugaan mafia tanah, hingga pungli, apalagi suap ke BPN, maka harus ditindaklanjuti.

Sasaran kasus jangan hanya bertumpu pada oknum juru ukur dan petugas administrasi saja. Tapi juga harus menyasar ke tingkat pejabat.

Senada itu, pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai persoalan tanah yang melibatkan birokrasi oknum pegawai atau pejabat BPN adalah korupsi.

“Korupsi dalam kasus pertanahan tidak hanya menyalahgunakan wewenang oleh birokrasi penyelenggara negara, tetapi sudah merugikan negara dan juga merugikan masyarakat, dengan demikian sudah cukup alasan dan dasar bagi KPK untuk mengusut kasus kasus korupsi di BPN dan nembersihkannya dari mafia pertanahan,” tuturnya.

Kasus teranyar adalah dugaan pemalsuan sertifikat tanah di Cakung yang menyeret tiga orang tersangka, yakni mantan juru ukur BPN Jakarta Timur Paryoto, Benny Tabalujan, dan Achmad Djufri.

Benny Tabalujan yang berada di Australia sudah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO). Sementara Achmad Djufri tengah menjalani persidangan di PN Jakarta Timur.

Sedangkan Paryoto sudah menjalani persidangan dan mendapat vonis bebas. Kini jaksa sedang melayangkan kasasi ke MA untuk Paryoto.

Kasus ini sendiri bermula ketika pelapor Abdul Halim hendak melakukan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di BPN Jakarta Timur. Saat itu, Abdul Halim terkejut karena pihak BPN mengatakan ada 38 sertifikat diatas tanah milik, Abdul Halim dengan nama PT. Salve Veritate yang diketahui milik Benny Simon Tabalujan dan rekannya, Achmad Djufri.

Polda Metro Jaya telah menetapkan Benny Simon Tabalujan sebagai tersangka. Benny juga sudah menjadi DPO karena dianggap selalu mangkir dari panggilan penyidik.

Namun demikian, kuasa hukum Benny, Haris Azhar menjelaskan kliennya bukan tidak mau memenuhi panggilan, melainkan terganjal aturan di Australia yang belum mengizinkan bepergian ke luar negeri. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA