Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bersatu Kita Sembuh, Bercerai Kita Kambuh

Kamis, 24 Desember 2020, 11:58 WIB
Bersatu Kita Sembuh, Bercerai Kita Kambuh
Presiden Joko Widodo saat mengenalkan menteri baru/Net
TAK terasa Pandemic Covid-19 sudah berjalan 11 bulan lamanya. Sendi-sendi kehidupan yang tadinya kokoh mulai tertatih karena efek destruktif dari virus ini.

Hari demi hari terasa berat bagi masyarakat, kebijakan pemerintah untuk me-mitigasi virus seperti Kartu Pra-kerja dan bansos diwarnai “Pesta Makan Bersama” oleh elite lingkar istana.

Belum lagi persoalan keadilan dan demokratisasi yang tak kunjung usai, mulai dari kasus pelanggaran HAM di Papua, Penembakan 6 warga sipil, serta Dinasti politik yang sangat mencederai proses demokratisasi.

Pada level tertentu, pertarungan antar elite tampaknya sudah memasuki tahap konsolidasi penuh yang mengatasnamakan “Persatuan dan Kesatuan” demi stabilitas sosial-politik dengan masuknya beberapa nama baru dalam reshuffle kabinet Indonesia maju dipenghujung tahun 2020.

Political Trust


Proses Demokratisasi pada “Non-Western” Countries dengan heterogenitas social-budaya yang tinggi memiliki dimensi serta tantangan tersendiri, artinya pendekatan yang digunakan akan berbeda dibandingkan Negara negara Barat.

Salah satu contoh bagaimana “Political Trust” berjalan dengan baik di negara-negara barat adalah para pemimpin negara tersebut berlomba-lomba untuk mendapat suntikan vaksin covid-19.

Angela Merkel Kanselir Jerman, meminta maaf di depan hadapan parlemen untuk menunjukkan upaya dan rasa empathy atas korban dari Covid-19.

Terlihat mudah bukan? Namun untuk pemimpin Indonesia tampaknya masih diselimuti keraguan, keraguan ini datangnya bukan dari masyarakat yang memberikan mandat kepada presiden, melainkan keraguan yang mereka ciptakan sendiri akibat kebijakan Clinical Trial (Uji Klinis) untuk vaksin tidak segera dilakukan.

Jika berbicara tentang “Political trust” sepertinya sangat mudah untuk diucapkan, sebab ia melekat pada diskursus publik.

Core-Concept untuk melanjutkan proses politik harus melibatkan modal sosial, artinya masyarakat yang memberikan mandat kepada president harus terlibat dalam proses demokratisasi secara langsung.

Sampai pada batas tertentu langkah atau kebijakan yang diambil oleh pemerintah terlihat seperti sebuah bentuk “Cognitive of laziness”, adapun fakta yang terjadi adalah reshuffle kabinet yang dilakukan President Joko Widodo, menurut beberapa pengamat politik, masuknya nama nama baru di Kabinet Indonesia Maju tidak akan membawa perubahan besar, malah menimbulkan kekecewaan bagi pendukung President Joko Widodo, dan juga kekecewaan bagi pendukung Prabowo Subianto.

Dari penjelasan saya di atas, kita bisa melihat dengan seksama bagaimana “Cognitive of Laziness” terjadi sejak dilontarkannya statement “Tidak ada beban” ke publik, harapan terjadinya political trust sangat jauh panggang dari api, sebab yang terjadi malah kekecewaan yang lebih dalam bagi para pendukung kedua belah pihak. rmol news logo article

Enggal Pamukti

Peneliti dari Don Adam Sharing Academy

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA