Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

DPR: Narasi Jurubicara Vaksinasi Tak Jelas, Menkesnya Juga Ngambang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Selasa, 15 Desember 2020, 02:57 WIB
DPR: Narasi Jurubicara Vaksinasi Tak Jelas, Menkesnya Juga Ngambang
Anggota Komisi 1 DPR RI dari Fraksi Nasdem, Muhammad Farhan/Ist
rmol news logo Edukasi mengenai rencana vaksinasi massal secara bertahap mulai awal tahun 2021 dinilai masih kurang dilakukan pemerintah.

Anggota Komisi 1 DPR RI dari Fraksi Nasdem, Muhammad Farhan mengatakan, saat ini publik masih berada dalam situasi ketidakpastian terutama kalangan kurang mampu dan yang berada di pelosok Indonesia untuk mendapatkan vaksin.

Bahkan, Farhan menilai upaya baru Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dengan membentuk jurubicara vaksinasi Covid-19 tidak menunjukkan dampak efektif ke tengah masyarakat.

"Saya tidak mengerti, mengapa lima jubir pemerintah yang ditunjuk untuk menjelaskan tentang vaksin ini seperti enggak terdengar di manapun," ucap Farhan diberitakan Kantor Berita RMOLJabar, Senin (14/12).

Menurutnya, lima jurubicara ini belum memberikan keyakinan kepada masyarakat soal transparansi vaksin mengenai teknis penerimaannya.

"Narasi komunikasi publik yang dibangun oleh pemerintah tidak jelas. Vaksin ini harus dipersepsikan sebagai apa? Solusi semua permasalah akibat pandemi, atau salah satu dari sekian banyak solusi?" ujarnya.

Akibatnya, publik dihadapkan pada situasi bimbang soal vaksin ini karena kerap bertolak belakang dengan wacana terkait agenda vaksinasi.

"Masyarakat berspekulasi macam-macam soal vaksin Covid-19 ini. Mulai dari risiko dan manfaatnya, sampai ke pertanyaan siapa yang dapat gratis, siapa yang wajib, siapa yang harus bayar," katanya.

Farhan mengungkapkan, ada petisi masyarakat ke DPR yang meminta vaksin digratiskan sebagai respons pernyataan Menkes 25 juta dosis gratis, 75 juta masyarakat dapat dibeli yang ditetapkan secara sepihak.

"Bahkan Menkes juga tidak clear, siapa yang wajib dan siapa yang bisa beli. Jadi, bisa disimpulkan sampai sekarang masalah vaksin ini masih sangat belum jelas untuk masyarakat," tuturnya.

Farhan menilai, optimisme Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bio Farma merancang infrastruktur untuk kemapanan distribusi harus didukung. Hal tersebut untuk menimbulkan rasa optimisme masyarakat yang sudah dihantam Covid-19 berbulan-bulan.

"Tetapi tidak menjawab distribusi dari puskesmas ke masyarakat. Apakah akan dilakukan program seperti Pekan Imunisasi Nasional secara serempak, ataukah akan diberikan secara selektif sesuai prioritas?" terangnya.

Menurutnya, yang diharapkan adalah vaksinasi harus terlaksana dengan adil, merata kepada masyarakat dari ujung Sabang sampai Merauke.

"Kita semua diberi vaksin dengan prinsip keadilan. Keadilan bisa tercapai jika ada transparansi. Maka diharapkan pemerintah bisa memberikan transparansi program vaksinasi nasional ini," imbuhnya.

Farhan menambahkan, belum adanya cara lain yang dilakukan selain penyampaian narasi 'Tak Kenal Maka Tak Kebal' yang disampaikan terkait vaksin. Dirinya merasa khawatir terjadi tumpang tindih dan tarik menarik kewenangan soal komunikasi publik.

"Sehingga lima jubir vaksin Covid-19 suaranya nyaris tak terdengar. Tampak ada kegagalan koordinasi di antara lembaga negara dengan BUMN yang menangani Covid-19," ujarnya.

"Ini tercermin dari optimisme yang tiba-tiba membludak karena kedatangan 1,2 juta dosis vaksin Sinovac. Padahal BPOM tegas tidak akan keluarkan izin pemakaian darurat dalam waktu dekat," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA