Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Merenungkan Negara Yang Tidak Dirindukan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/yudhi-hertanto-5'>YUDHI HERTANTO</a>
OLEH: YUDHI HERTANTO
  • Sabtu, 05 Desember 2020, 23:59 WIB
Merenungkan Negara Yang Tidak Dirindukan
Ilustrasi/Repro
SEKOLAH itu hampir rubuh! Akses menuju pusat ilmu itu sama terjalnya dengan medan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Selintas kemudian lamunan tentang peran negara dalam mencerdaskan kehidupan bersama buyar.

Linimasa media online kembali memberitakan penangkapan pejabat negeri terkait bantuan sosial di tengah periode pandemi. Lagi dan lagi terjadi, setelah sang menteri hingga bupati, seolah pejabat negeri tidak pernah berbenah diri.

Merunut ihwal kisah pembentukan negara, seolah mengurai kembali akar kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang mengorganisir dirinya ke dalam kelompok, dengan kesepahaman atas tujuan bersama yang hendak dicapai.

Situasi tersebut melibatkan transaksi kebebasan dengan keteraturan. Politik menjadi wadah sekaligus arena pertarungan kepentingan dalam wujud tatanan kehidupan bernegara. Secara sukarela publik menyerahkan pengakuan dan amanat.

Konsep aturan dasar menjadi tulang pokok konstitusi, yaitu merangkum kehendak atas hak serta tanggung jawab negara bagi seluruh warga negara. Para pengelola negeri, diserahi kekuasaan guna memastikan kehidupan bersama yang lebih baik.

Jika kemudian dikorelasikan dengan denah tata letak negara, merujuk kota polis di zaman Yunani, maka keberadaan Istana palazzo selalu berdampingan dengan alun-alun piazzo. Secara harfiah kekuasaan itu sejalan dengan kepentingan publik.

Kehidupan bersama dalam keteraturan, yang dibentuk melalui berbagai peraturan adalah ruang legitimasi, pemberian wewenang secara absah untuk mengambil berbagai tindakan yang perlu dalam mengimplementasikan gagasan bersama.

Nilai-nilai penting dalam rumusan tujuan bersama mengakomodir persoalan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran, tidak terkecuali bagi seluruh penduduk.

Jika sekolah itu nyaris ambruk, bahkan tidak layak lagi menjadi sentra pembelajaran, kita sesungguhnya tengah melihat proses kerusakan perlahan dari sendi dasar kehidupan berbangsa.

Peran serta publik secara partisipatif dan mandiri tentu menjadi bagian pendukung, memang tidak bisa berpangku tangan atau sekadar menunggu uluran tangan kekuasaan, tetapi kondisi ini sekaligus menjadi ruang tanya atas keberadaan imajinasi negara itu sendiri.

Negara adalah akumulasi ideal dari impian kehidupan bersama. Bila publik harus secara swadaya menghidupi kebutuhannya sendiri, sementara para petinggi negeri justru sibuk berpesta pora dan berfoya-foya dengan segala kemewahan, bisa jadi negara sudah tidak lagi dirindukan.

Kegagalan dalam mencapai angan-angan tujuan bersama, merupakan hasil buruk dari proses busuk politik yang memperturutkan nafsu berkuasa untuk hanya menguasai. Negara tidak hanya melemah, tetapi juga berpecah dalam kegagalan tujuan.

Bila syahwat segelintir jauh melampaui kehendak publik, kerinduan lambat laun berubah menjadi ketidakpercayaan. Langkah dan upaya merekat kembali kerangka kebersamaan yang telah retak akan terkait erat pada basis etika dan moralitas.

Saat kedua sendi tersebut terlepas dari praktik politik, maka sulit membayangkan terbentuknya negara yang akan sungguh-sungguh mengurusi persoalan publik res publica, meski sejatinya kekuasaan pemerintahan itu terletak di tangan rakyat demos kratos, tetapi kerap kali aktor kuasa negara justru berpaling dari publik.

Sejenak bayang-bayang negara berkelebat dalam awan gelap yang tak bertepi. rmol news logo article

Yudhi Hertanto

Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA