Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Milad Muhammadiyah Ke-108: Mengukir Prestasi Di Tengah Resesi Ekonomi

Rabu, 18 November 2020, 07:52 WIB
Milad Muhammadiyah Ke-108: Mengukir Prestasi Di Tengah Resesi Ekonomi
Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Mukhaer Pakkanna/Net
MILAD Muhammadiyah ke-108 digelar pada 18 November 2020, dengan tema menarik: “Meneguhkan Gerakan Keagamaan Hadapi Pandemi dan Masalah Negeri”.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menegaskan tentang gerak, sikap, dan kebijakan Muhammadiyah dalam menghadapi keragaman paham, pandangan dan orientasi keagamaan yang tumbuh dan berkembang.  Tetapi, pada saat yang sama, Muhammadiyah juga senantiasa memberi solusi terhadap masalah negeri, termasuk di era pandemi ini.

Salah satu kontribusi Muhammadiyah dalam masa pandemi Covid-19 adalah menggerakkan segala potensi dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).

Sejak 6 Maret 2020, didirikan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) yang beroperasi hingga di tingkat AUM dan ranting. Terdata ada 60.000 relawan di seluruh Indonesia dan aktif membantu  dan merawat korban terpapar Covid-19.    

Berdasarkan data MCCC, petugas medis yang bergerak 2.396 dokter, 7.225 perawat, 1.333 bidan, 1.255 penunjang medis, 1.009 petugas farmasi, 700 gizi dan 6.482 umum di Rumah Sakit. Pada sektor nonmedis, ada 30 psikolog, 62 staf psikososial, 32 staf logistik, 45 staf administrasi dan beberapa jajaran pimpinan pusat, wilayah, cabang hingga ranting di seluruh Indonesia.

Bagaimana dengan bidang ekonomi?

 Semenjak perekonomian nasional menghadapi krisis dan dilanjutkan resesi ekonomi yang ditandai pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi selama dua kuartal berturut, tentu Muhammadiyah, juga tidak pernah diam mencari solusi pemulihan, paling tidak menguatkan basis ekonomi masyarakat level bawah.

Hasil survei BPS (Oktober 2020), merekam ada 82,85 persen pengusaha mengalami penurunan pendapatan akibat pandemi Covid-19. Penurunan pendapatan paling banyak dialami usaha mikro kecil mencapai 84%, dibandingkan usaha menengah besar yang mencapai 82 persen.

Perusahaan di sektor akomodasi dan makanan minuman paling terdampak pandemi Covid-19. Sebanyak 92,47 persen perusahaan pada sektor tersebut mengalami penurunan pendapatan,

Kendati demikian, survei tersebut menemukan lebih banyak Usaha Besar (UB) yang mengambil langkah pengurangan jumlah pegawai mencapai 46,64 persen. Persentase ini lebih banyak dibandingkan Usaha Mikro Kecil (UMK) yang mencapai 33,23 persen.

Merujuk survei McKinsey, besarnya risiko pailit pada usaha mikro, membuat segmen usaha mikro mengalami dampak penurunan pendapatan terbesar. Dampak Covid-19 terkait dari sisi pasokan dan permintaan serta adanya pembatasan pergerakan.

Kontraksi yang terjadi sejatinya membersitkan harapan.

Merujuk hasil survei McKinsey (Agustus 2020),  ada 69 persen responden cenderung menggunakan produk lokal masa pandemi. Ini artinya, ada peluang peningkatkan kapasitas dan permintaan dalam negeri untuk produk lokal, sehingga bisa mengurangi ketergantugan pada impor, yang selama ini mendominasi pasar dalam negeri.

Maka, sangat tepat, jika mengonfirmasi survei Nielsen (Juni 2020), bahwa terdapat lima sektor bisnis yang dinilai tahan krisis, antara lain, bisnis makanan dan minuman atau food and beverage (F&B), usaha penjualan kebutuhan bahan pokok, sektor jasa atau produk kesehatan, usaha jasa pendidikan dan pelatihan, serta bisnis sektor digital.
Dengan peta tersebut, Muhammadiyah mengambil langkah-langkah.

Pertama, melakukan pelatihan, pendampingan, dan advokasi bagi usaha mikro dan kecil dengan menggerakkan jejaring Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Muhammadiyah dengan beberapa Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM).

Kemudian, dengan pihak pemerintah, bekerja sama Kementerian Koperasi dan UKM RI dalam program penyaluran bantuan pemerintah bagi pelaku usaha mikro untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional dan juga Kementerian BUMN berkaitan Program Pasar Digital (PaDi). Bahkan dengan BPJS Ketenagakerjaan, Muhammadiyah melakukan penginputan kepesertaan bagi usaha mikro yang dikategorikan sebagai Bukan Penerima Upah (BPU). Dengan dasar itu, usaha mikro informal bisa memperoleh program stimulasi pemerintah.

Kedua, menggerakkan Jaringan Saudagar Muhammadiyah (JSM) hingga di tingkat daerah. Program “Ruang Toko JSM” yang dilakukan rutin secara online telah menjadi wahana menggerakkan saudagar-saudagar Muhammadiyah dengan saling berbagi pengalaman, dukungan dan informasi terutama kerjasama usaha.

Dalam kaitan itu, peran Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dimiliki Muhammadiyah, dengan nama Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) ikut men- support dari sisi finansial/likuiditas. Ada sekitar 124 BTM, terdiri dari 1 Induk BTM, 4 Pusat BTM, dan sisanya BTM Primer. Demikian pula dukungan BPRS, BMT, LazisMu, dan Koperasi Syariah ikut berjamaah dalam memitigasi efek buruk pandemi Covid-19.

Meminjam indikator yang digunakan Komisioner Biro Statistik Perburuhan Amerika (1974), Julius Shiskin, dalam Boone & Kurtz (2007: 122), resesi ekonomi muncul, jika terjadi penurunan PDB riil selama dua kuartal berturut-turut, anjloknya 1,5 persen PDB rill, penurunan industri manufaktur selama enam bulan, tergerusnya daya beli non-pertanian, pengurangan pekerjaan di bidang industri lebih 75 persen, dan peningkatan angka pengangguran sebesar dua digit.
    
Dengan  proyeksi dan fakta ekonomi yang terjadi saat ini, cukup mengonfirmasi bahwa pemulihan ekonomi nasional selama pandemi Covid-19 akan terjebak pada kurva U ataukah bisa menyamai logo merek sepatu Nike.

Oleh karena itu, gerakan ekonomi seperti yang dilakukan Muhammadiyah dalam memitigasi efek buruk aktivitas ekonomi di level bawah dan dalam rangka proses percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Maka di tingkat makro, dengan mementum pandemi Covid-19, pemerintah seyogianya segera melakukan reorientasi paradigma pembangunan ekonomi yang didasarkan imperatif sila Keadilan Sosial. Dalam bahasa World Economic Forum (WEF), pemerintah perlu melakukan great reset, meliputi pembenahan tata kelola dan ekosistem ekonomi, politik, dan sosial yang adil.

Sementara, dalam tingkat strategi, dibutuhkan kebijakan serius dari pemerintah untuk melakukan inward looking strategy atau kerapkali disebut kebijakan Industri Substitusi Impor (ISI).

Namun, kebijakan ini  membutuhkan persyaratan, seperti, political will dan power full pemerintah untuk mengawalnya, juga perlu ketersediaan devisa yang besar dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Kebijakan ini penting untuk menguatkan basis produk lokal yang dimiliki masyarakat. rmol news logo article

Mukhaer Pakkanna
Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA