Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Indonesia Di Bawah Kendali Menkeu Terbaik

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-5'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
OLEH: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Rabu, 21 Oktober 2020, 10:52 WIB
Indonesia Di Bawah Kendali Menkeu Terbaik
Menteri Keuangan Sri Mulyani/Net
rmol news logo Sebuah kabar mengejutkan datang dari Majalah Global Markets di saat masyarakat Indonesia sedang berjuang menghadapi krisis kembar akibat pandemi Covid-19. Kabar itu adalah terpilihnya Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai Finance Minister of the Year for East Asia Pacific Tahun 2020 atau Menteri Keuangan Terbaik se-Asia Pasifik.

Kabar ini mengejutkan lantaran di tengah krisis ekonomi dan kesehatan, ternyata masyarakat Indonesia sedang berada di bawah kendali Menteri Keuangan berpredikat terbaik di kawasan. Tentu melegakan, karena dipastikan kebijakan yang diambil lebih baik ketimbang negara-negara tetangga.

Walaupun kenyataannya, Indonesia kini sedang dihadapkan ancaman resesi di kuartal III 2020. Di mana pada kuartal sebelumnya Indonesia mengalami kontraksi atau tertekan atau pelemahan laju ekonomi hingga minus (-) 5, 32 persen. Sementara pada kuartal III diprediksi akan berada di kisaran kisaran minus (-) 1 persen hingga minus (-) 2,9 persen.

Secara keseluruhan di tahun 2020, Sri Mulyani memprediksi ekonomi Indonesia akan berada di angka minus (-) 0,6 persen hingga minus (-) 1,7 persen.

Tapi tenang. Menteri Keuangan terbaik memastikan Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara-negara lain. Bukan hanya lebih baik dari negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura. Tapi Indonesia, masih kata Sri Mulyani, lebih baik ketimbang negara-negara maju di Eropa sekalipun, seperti Spanyol dan Inggris.

Rakyat Indonesia, oleh mantan direktur pelaksana World Bank itu juga diminta untuk tidak khawatir dengan rasio utang Indonesia. Dia memastikan bahwa defisit fiskal RI yang pada tahun ini dipatok sebesar Rp 1.039,2 triliun atau 6,32 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) masih terjaga.

Walaupun rasio utang sebesar 38,5 persen PDB di tahun 2020, Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan berpredikat terbaik lagi-lagi memastikan bahwa Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan sejumlah negara lain.

Tidak tanggung-tanggung, negara yang dibandingkan Sri Mulyani dalam kasus ini adalah Amerika Serikat, Perancis, Inggris, dan Jepang. Jadi seharusnya tidak ada alasan bagi rakyat Indonesia khawatir dengan utang besar saat ini, karena posisi kita masih lebih baik dari negara-negara maju.

Namun sejumlah ekonom senior mengkritik pelabelan dari Majalah Global Markets untuk Sri Mulyani. Ini lantaran kehidupan real masyarakat di tanah air dan keuangan negara tidak layak untuk dijadikan indikator predikat tersebut.

Secara gamblang, mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier menilai penghargaan itu tidak masuk akal. Sebab kondisi ekonomi Indonesia sedang babak belur. Alih alih menjelaskan hal teknis tentang babak belur, Fuad Bawazier justru meragukan kredibilitas penghargaan yang diraih.

Pasalnya, tidak sedikit dari penghargaan tersebut yang sebenarnya berbayar. Artinya, penghargaan dapat diraih jika si penerima mau membayar. 

“Orang Indonesia ini paling gampang diporotin. Jadi terus terang saja, yang bisa digituin (nyogok) biasanya mungkin dari Indonesia paling gampang, itu bayar itu (penghargaan),” katanya dalam Obrolan Bareng Bang Ruslan bertajuk 'Setahun Jokowi-Maruf Rintangan Ekonomi Semakin Berat' yang digelar Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (20/10).

Tidak hanya Fuad Bawazier, ekonom senior DR. Rizal Ramli juga berkali-kali heran dengan predikat tersebut. Dia menyoroti jurus monoton Sri Mulyani dalam mengelola keuangan negara, yaitu berutang.

Dampak buruk dari kebiasaan pemerintah berutang akan membuat daya beli masyarakat menurun dan ekonomi gagal melaju mulus. Kata Rizal Ramli, utang pemerintah sudah sangat besar, sehingga untuk membayar bunganya saja harus meminjam lagi.

Setiap pemerintah menerbitkan SUN (surat utang negara), dana publik tersedot atau sepertiga likuiditas tersedot. Dampaknya, pertumbuhan kredit menjadi memble di angka 6 persen seperti saat ini. Padahal kalau dibutuhkan pertumbuhan kredit 15 persen jika ingin kondisi kembali normal. Hal tersebut yang akhirnya memukul daya beli masyarakat menjadi sangat lemah dan ekonomi Indonesia sulit meroket.

Kritik juga disampaikan peneliti senior Indef, Dradjad Wibowo, atas kepemimpinan tata kelola keuangan Sri Mulyani. Bahkan katanya, masalah ekonomi menjadi catatan paling buruk dalam setahun kepemimpinan Jokowi-Maruf.

Ini lantaran utang yang menggunung dan kegagalan dalam menggenjot penerimaan pajak.

Baik Fuad Bawazier, Rizal Ramli, dan Dradjad Wibowo juga kompak menilai bahwa masalah ekonomi Indonesia bukan terjadi karena dampak corona. Tapi jauh sebelum pandemi melanda, fundamental ekonomi Indonesia juga sudah rapuh.

Pernyataan mantan Wakil Ketua DPR Fadli Zon tepat sebagai penutup tulisan ini. Katanya, mungkin saja benar Sri Mulyani adalah Menteri Keuangan terbaik di mata asing, tapi bukan di mata rakyat Indonesia. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA