Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Membangun Indonesia Dengan "AKHLAK"

Rabu, 09 September 2020, 16:36 WIB
Membangun Indonesia Dengan "AKHLAK"
M. Ainul Yakin Simatupang/Net
KITA mafhum bahwa Indonesia bisa merdeka karena para founding fathers bangsa kita adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam dan memiliki akhlak yang agung.

Tidak bisa dibayangkan untuk menyatukan seluruh elemen bangsa yang berbeda-beda itu jika para pendiri bangsa bukanlah orang yang memiliki kemampuan intelektual mumpuni dan kerelaan hati yang tulus untuk melebur menjadi satu dalam bingkai Indonesia.

Jika Soekarno, Moh. Hatta, M. Yamin, H. Agus Salim, KH. Wahid Hasyim, dan para tokoh lainnya bukanlah orang yang memiliki pengetahuan mendalam  dengan keagungan akhlak mereka, tentu mereka tidak akan mau dipimpin satu dengan yang lain.

Toh secara kemampuan dan intelektual, mereka adalah tokoh-tokoh yang memiliki kemampuan sebanding dan setara. Bisa saja dengan sikap egois dan merasa diri lebih tinggi, mereka akan berebut untuk menjadi yang paling utama dan merasa paling mulia dari yang lain.

Namun faktanya tidak demikian, para founding fathers tersebut justru berpikir untuk sebuah persatuan dan kemajuan bangsa dengan mengesampingkan kepentingan pribadi masing-masing.

Misalnya, mereka dengan rela memilih Soekarno-Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama Indonesia sebagai simbol persatuan dan kebesaran bangsa pada 18 Agustus 1945 oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Tidak hanya itu, para raja-raja, kepala adat, dan tokoh agama juga dengan ikhlas membaur dan melepaskan kekuasaan primordial mereka dalam bingkai Indonesia.

Misalnya, bagaimana Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono IX dengan kesadaran dan kerelaan hatinya menyatakan bergabung dengan Indonesia ketika proklamasi kemerdekaan dinyatakan.

Pun dengan polemik tujuh kata dalam piagam Jakarta, para ulama dan tokoh Islam menerima itu untuk dihapuskan demi kemaslahatan bangsa Indonesia.

Sikap keteladanan, rendah hati, dan mengedepankan tujuan bangsa yang dicontohkan para founding fathers kita itu kini diimplementasikan kembali oleh Presiden Joko Widodo dengan sikapnya yang santun dan merakyat.

Ini bisa kita lihat dari respon dan sikapnya yang cepat merespon persoalan bangsa dengan mengedepankan kerja-kerja untuk rakyat dan selalu "blusukan" ke tengah-tengah rakyat untuk mengetahui persoalan secara langsung.

Visi Presiden Joko Widodo yang membumi itu kemudian diterjemahkan oleh bawahan-bawahannya, dalam hal ini para menterinya. Salah satunya adalah Menteri BUMN Erick Thohir.

Baru-baru ini, Erick menggalakkan gerakan "AKHLAK" di kementeriannya sebagai respon cepat atas berbagai kasus yang mencoreng nama baik lembaganya dan bertentangan dengan apa yang dicita-citakan Presiden.

Misalnya, Erick tidak segan-segan melakukan reformasi total di Garuda Indonesia atas skandal Harley Davidson dan sepeda Brompton. Konsekuensi dari reformasi total tersebut, direktur utama dan beberapa direksi yang terlibat dihentikan olehnya.

Erick menekankan pentingnya AKHLAK sebagai "core value" (nilai utama) yang menjadi pedoman dasar aktivitas di lingkungan kementeriannya. AKHLAK di sini secara harfiah dijelaskan oleh Erick sebagai singkatan dari Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif.

Sikap ini merupakan bentuk komitmen Erick Thohir yang ingin menjadikan Kementerian BUMN sebagai sebuah lembaga negara yang bersih dan perusahaan publik yang sehat serta memberikan keuntungan untuk kemaslahatan bangsa.

Salah satu contoh komitmen Erick untuk menjadikan BUMN sebagai perusahaan publik yang profesional dan menguntungkan buat bangsa adalah upayanya untuk meng-holding Bank-Bank Syariah Himbara (BRI, BNI, BTN, dan Bank Mandiri). Kebijakan ini adalah bentuk keseriusan Erick untuk memajukan usaha negara.

Selain contoh di atas, kebijakan Erick Thohir untuk mereformasi BUMN juga diikuti dengan memberikan kepercayaan dan apresiasi kepada kelompok muda milenial untuk menduduki kursi Direksi dan Komisari BUMN. Misalnya, menempatkan anak muda berusia 34 tahun, Fajrin Rasyid sebagai Direktur Telkom.

Tidak hanya itu, Erick juga menempatkan anak-anak muda untuk mengisi pos-pos komisaris di BUMN. Tentu hal ini adalah upaya Erick untuk memberikan kesempatan kepada talenta-talenta muda yang kompeten untuk terlibat dalam memajukan usaha negara.

Bagaimanapun, dunia hari ini adalah dunia anak muda yang adaptif, kolaboratif, dan kompeten. Prinsip ini sesuai dengan kata Bung Hatta, right man in the right place, atau bisa kita terjemahkan, 'Anak muda (kompeten) untuk zaman anak muda (milenial)".

Kemampuan Erick Thohir dalam menerjemahkan visi Presiden Joko Widodo, membuatnya diamanahi tugas lain oleh Presiden dalam upaya menangani pandemik Covid-19. Dia diamanahi tugas sebagai Ketua Pelaksana Satgas Penangan Covid-19 dari Sektor Ekonomi.

Dalam situasi krisis kesehatan dan di bawah bayang-bayang resesi, kemampuan Erick Thohir sangat dipercaya sekaligus diharapkan dapat membawa perekonomian Indonesia keluar dari situasi sulit.

Alhasil, membangun Indonesia dengan AKHLAK adalah sebuah spirit untuk menciptakan sebuah iklim etos kerja yang penuh dengan integritas, tanggung jawab, dan jauh dari rasa tamak dan keserakahan. Teringat apa yang pernah dikatakan oleh seorang arif Mahatma Ghandi:

"Bumi ini cukup untuk tujuh generasi. Namun, tidak akan pernah cukup untuk tujuh orang yang serakah". rmol news logo article

M. Ainul Yakin Simatupang
Direktur Studi Kebijakan Publik Indonesia/ Magister Kebijakan Publik Universitas Prof. Dr. Moestopo.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA