Masing-masing pertanyaan memiliki bobot makna kesulitan tersendiri untuk dijawab secara seragam. Bahkan bentuk kesulitan rawan berubah dari insan ke insan, waktu ke waktu, lokasi ke lokasi, mau pun dimensi ke dimensi.
Risiko
Ada pula jenis pertanyaan yang sebaiknya jangan ditanyakan akibat mengandung risiko membahayakan sang penanya, seperti misalnya bertanya kepada seorang penguasa mengenai
kenapa menyalahgunakan kekuasaan. Sementara Raja Salomon sempat dihadapkan dengan pertanyaan mengenai
siapa ibu kandung seorang bayi yang sedang diperebutkan dua orang perempuan yang keduanya mengaku bayi tersebut adalah anak kandungnya. Jawaban sangat berisiko keliru akibat pada masa itu belum ada tes DNA.
Dalam Ilmu Jajak Pendapat hasil
polling potensial terpengaruh oleh bentuk pertanyaan yang diajukan ke para responden. Lokasi juga berpengaruh terhadap hasil jajak pendapat, misalnya yang diselenggarakan di dalam lingkungan biara lazimnya menolak prostitusi dan judi.
BerapaPertanyaan
berapa terkesan mudah dijawab dengan angka. Namun jawaban terhadap pertanyaan mengenai
berapa sebenarnya jumlah kematian warga Indonesia akibat Covid-19 relatif rumit akibat sepenuhnya tergantung kepada kehendak penguasa untuk menjawabnya.
Jika kebutuhan adalah membuktikan keberhasilan menekan mortalitas, maka angka perlu ditekan serendah mungkin. Jika kebutuhannya adalah menakut-nakuti masyarakat, maka jawaban angka ditingkatkan setinggi mungkin. Juga belum ada yang bisa atau berani menjawab pertanyaan mengenai
berapa sebenarnya angka paling tertinggi, yang tidak ada yang lebih tinggi pada deret angka prima.
Angka terbesar pada deret angka biasa pun mustahil bisa dibakukan, sebab begitu ditambah satu, maka langsung terbukti angka yang dianggap terbesar itu bukan angka terbesar.
KenapaSemua orang yang pernah sekolah sistem pendidikan Barat bisa menjawab pertanyaan tentang
berapa 2+2 yaitu 4. Namun
kenapa 2+2=4 terbukti masih diperdebatkan sejak dahulu kala sampai masa kini akibat belum ada yang benar-benar tahu mengenai
kenapa 2+2=4. Kecuali dipaksakan dengan kekuasaan. Di masa duduk di bangku sekolah dasar saya sempat dihukum guru atas tuduhan melawan guru akibat sempat nekat bertanya tentang
kenapa 2+2=4. Mirip nasib pertanyaan
kenapa RUU HIP perlu dibahas untuk dijadikan Undang-Undang.
KapanPertanyaan
kapan juga tidak mudah dijawab, semisal “
Kapan Keadilan Sosial Untuk Seluruh Indonesia terwujud menjadi kenyataan di persada Indonesia tercinta ini?â€. Setara sulit menjawab pertanyaan “
Kapan pageblug Corona benar-benar berakhir?“.
Namun bagi mereka yang sudah merasa bosan membaca naskah simpang-siur morat-marit tak keruan juntrungan ini, maka bertanya “
Kapan naskah ini berakhir?â€. Jawabannya mudah, yaitu “Sekarang!†sebab naga-naganya saya juga sudah kehabisan bahan untuk menulis lebih lanjut.
PertanyaanologiPada hakikatnya, seluruh naskah ini hanya secara pertanyaanologis berupaya meyakinkan bahwa memang tidak semua pertanyaan perlu dipertanyakan, sebab belum tentu bisa (atau boleh) dijawab. Di suasana otoriter sekaligus represif memang lebih bijak karena lebih aman jangan mengajukan pertanyaan yang sebenarnya bisa namun tidak boleh diajukan.
Memang nilai pertanyaan mirip pisau yang nilainya tergantung
untuk apa, bagaimana dan
oleh siapa pisau didayagunakan. Menurut saya, yang rawan terpapar virus keliru ini, tanda tanya merupakan penemuan terindah dalam apa yang disebut sebagai bahasa.
Menarik bahwa bentuk tanda tanya dalam bahasa Spanyol terbalik dibanding bahasa lain, termasuk Indonesia. Namun saya tidak berani mempertanyakan
kenapa bisa begitu, khawatir dituduh mengada-ada alias membelah titian serambut menjadi
tujuhpuluhtujuhribukomatujuh.
Penulis adalah pembelajar pertanyaanologi
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: