Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mantan Presiden Armenia, Jaringan Sosial Dan Revolusi Beludru

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Kamis, 03 September 2020, 06:15 WIB
Mantan Presiden Armenia, Jaringan Sosial Dan Revolusi Beludru
Presiden kedua Armenia, Robert Kocharyan saat wawancara dengan media 31 Agustus 2020/Net
rmol news logo . Presiden kedua Armenia, Robert Kocharyan, mengungkapkan banyak revolusi yang telah terjadi di wilayah bekas Uni Soviet. Antara lain, Revolusi Mawar yang terjadi di Georgia pada 2003, Revolusi Beludru di Armenia pada 2018 dan percobaan revolusi di Belarusia yang baru-baru ini terjadi. Menurutnya, dalam hal teknis dan teknologi, semua revolusi itu serupa.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

“Serupa, namun setiap negara memiliki parameter yang berbeda-beda,” ujarnya dalam wawancara dengan RBK TV.

Lalu ia mengambil contoh protes yang terjadi di Armenia pada dua tahun lalu itu dengan demonstrasi di Belarus yang terjadi baru-baru ini memiliki banyak kesamaan. Namun, fakta bahwa negara-negara Eropa mengambil sikap dan posisi yang berbeda dalam kasus Armenia dan Belarusia.

“Sikap Barat terhadap Belarusia sama sekali berbeda dengan sikap Barat terhadap Armenia,” tekannya dalam wawancara itu, seperti dikutip dari News Arm, Rabu (2/9).

Menurutnya, otoritas Armenia secara obyektif jauh lebih toleran terhadap pembangkangan.  Partai Republik Armenia (RPA) dan Presiden, secara aktif bekerja sama dengan negara-negara Barat, dan Armenia tidak memiliki tahanan politik, wartawan tidak dipukuli dan orang-orang tidak menghilang secara misterius.

“Apalagi RPA adalah anggota Partai Rakyat Eropa dan aktif berkolaborasi dengan lembaga-lembaga untuk kerja sama antarpartai,” kata Kocharyan, seraya menambahkan hubungan dengan Eropa berubah tajam setelah protes yang berlangsung di Armenia pada April 2018 itu.

Berbicara tentang alasan di balik 'Revolusi Velvet' atau Revolusi Beludru yang terjadi di Armenia pada 2018, Kocharyan mengungkapkan, rakyat sudah bosan dengan pemerintahan yang sedang berkuasa ketika itu, yaitu Partai Republik Armenia.

“Namun, saya yakin ada tren yang jelas dari gelombang populisme yang, ngomong-ngomong, melintasi Eropa selama beberapa tahun terakhir. Ini mungkin karena perkembangan jaringan sosial dan desentralisasi bidang informasi. Pihak berwenang tidak berhasil menyesuaikan perangkat politik mereka dengan situasi ini,” ujar Kocharyan.

Teknologi menjadi kekuatan dan keuntungan dari situasi itu. Namun, selalu ada orang-orang tidak bertanggung jawab telah mengelola kekacauan informasi.
“Jika kita mengingat peristiwa di tahun 2018, itu adalah dorongan tertentu untuk keluar dan membuat perubahan,” kata Kocharyan.

Kocharyan ditangkap pada 28 Juli 2018 atas tuduhan menggulingkan tatanan konstitusional. Tuduhan itu mengaju pada perintah yang diberikan Kocharyan pada Maret 2008 untuk membubarkan protes terhadap hasil pemilihan presiden Maret 2008. Ketika itu senjata militer digunakan di Yerevan, sehingga menewaskan 10 orang. Dua di antaranya adalah petugas polisi.

Pengacaranya berhasil membebaskannya dari tahanan praperadilan sebanyak tiga kali. Kocharyan terakhir dibebaskan dari tahanan dengan jaminan menyusul keputusan pengadilan yang dibuat pada 19 Juni 2020. 

Kocharyan menyerahkan kekuasaan kepada Serzh Sargsyan ketika dia meninggalkan politik pada tahun 2008.

Tahun lalu, mantan presiden itu menyalahkan Perdana Menteri Nikol Pashinyan atas pertumpahan darah tahun 2008 dan tuntutan pidana yang diajukan terhadapnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA