Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pandemi Terra Incognita

Senin, 31 Agustus 2020, 14:54 WIB
Pandemi Terra Incognita
Ilustrasi/net
PERNAHKAH Anda membayangkan imajinasi manusia tentang konsep dunia dan benua pada masa klasik semisal masa sebelum atau setelah Nabi Isa AS lahir? Jika tidak, bayangkanlah bagaimana konsepsi kita hari ini tentang keberadaan berbagai planet yang tersebar di alam semesta, mulai dari bulan, matahari, mars, saturnus, uranus, dan sebagainya. Itu alat bantu sederhana walaupun tidak sangat persis untuk membangun konsepsi manusia zaman dahulu, seperti awal kerajaan Romawi.

Nasib kita hari ini sesungguhnya lebih baik, karena ada alat bantu sebangsa teleskop canggih Hubble dan berbagai alat bantu lain yang mampu melihat planet. Ada pula teknik menghitung jarak antarplanet.
Bahkan kini manusia telah menjelajahi luar angkasa, walaupun masih penuh dengan teka teki yang belum terjawabkan. Itu jauh lebih balk dari ilmuwan Romawi yang tak bisa membayangkan Australia, apalagi benua Amerika pada masa itu.

Walaupun peta bumi pertama dibuat oleh Anaximander dari Yunani, 600 tahun sebelum Masehi, namun nama yang paling sering disebut dalam geografi adalah Plotemy. Ia adalah ilmuwan Romawi yang hidup pada pertengahan abad ke-2 Masehi dan tinggal di Alexandria – Iskandariah, Mesir hari ini. Nama lengkapnya Claudius Plotemy, seorang ahli matematika, astronomi, juga geografi.

Bangsa Romawi adalah bangsa yang paling awal yang mengetahui bumi sebagai sebuah planet bulat, bukan datar seperti yang banyak diyakini manusia di bagian lain pada masa Plotemy hidup. Ada banyak peninggalan Pletomy yang berarti, tetapi yang paling sering disebut adalah peta bumi yang lebih baik dari buatan Anaximander.

Ia memperkenalkan konsep garis lintang dan bujur seperti yang terpakai dengan sangat detail dalam lokasi GPS di Android kita hari ini. Plotemy menemukan teknik untuk membuat peta dengan pandangan bumi secara datar. Ia mendapatkan informasi tentang 10.000 lokasi dan tempat tanpa harus melihat secara fisik, yang tersebar dari Inggris, Eropah, Asia, dan Afrika Utara.

Bagaimana data itu dia dapatkan? Ia mewawancarai tentara Roma yang berlalu lalang di seantero kerajaan Romawi yang begitu luas dan tempat-tempat yang berdekatan dengannya. Informasi dari luar kerajaan Romawi ia dapatkan dari pedagang dan para musafir.

Plotemy berhasil membuat peta besar bumi, tetapi dia tak mampu membuat semuanya. Ia hanya menggambar seperempat luas bumi, selebihnya kosong, belum terisi. Dia tahu wilayah itu ada, tetapi ia tidak mengerti dan tak punya informasi tentang wilayah yang belum terpetakan. Ia menamakan wilayah itu sebagai “terra incognita.”

Apa hubungan “terra incognita” dengan pandemi Covid-19, atau pascapandemi? Covid-19 hari ini, sama dengan beberapa kejadian pandemi yang berskala cukup besar dalam sejarah ummat manusia, selalu mengubah kehidupan dan peradaban manusia yang selamat dari pandemi itu.

Manusia, bangsa, dan negara yang selamat dari pandemi akan menempuh sebuah pengembaraan kehidupan baru yang berubah dengan sangat cepat, akibat dari pandemi yang begitu dahsyat.

Ibarat Plotemy, manusia yang hidup hari ini belum mempunyai peta lengkap tentang rute baru peradaban yang akan terbangun. Ada beberapa yang sudah teridentifikasi, namun masih cukup banyak yang belum diketahui dan terjelaskan, dan itu adalah “terra incognita”.

Sejarah mencatat tidak hanya pandemi, setiap goncangan besar global seperti perang dunia, krisis keuangan global, akan selalu mempunyai dampak besar yang dalam catatan sejarah sering berurusan dengan perubahan sosial skala besar dan bahkan peradaban sekalipun.

Adalah salah kalau berbagai perobahan besar yang terjadi ratusan tahun setelah pandemi, hanya dialamatkan kepada pandemi semata. Akan tetapi seringkali sebuah perobahan, semuanya mempunyai penyebab yang mempunyai rantai yang panjang, dan banyak sekali perubahan besar yang terjadi di Eropah pascapandemi black death bermuara kepada peristiwa besar, pandemi black-death.

Ketika pandemi black death terjadi di Eropah dan menjalar ke seluruh dunia, para penguasa Eropa dan gereja Roma yang sangat berkuasa tak mampu membayangkan sebuah “terra incognita” yang akan terjadi selama berabad-abad kemudian.

Black death membuka paksa sebuah “gembok” besar peradaban yang telah mengunci kehidupan manusia selama ratusan bahkan ribuan tahun.

Black death mengacaukan semuanya, menohok berbagai segi kehidupan dan memaksa manusia untuk menemukan cara yang bukan lama untuk menemukan sebuah equilibrium baru. Sebuah tatanan yang sama sekali tak pernah terbayangkan sebelumnya, dan sebelum pandemi itu terjadi adalah “terra incognita”.

Feodalisme Eropa tidak pernah dibayangkan akan terhapus dari muka bumi, dan perempuan yang keluar dari ranah domestik ke ranah publik tidak pernah terbayangkan sebelum black death. Sebelum pandemi mematikan itu, semuanya adalah “terra incognita”, tidak ada imaginasi, tidak ada abstraksi, tidak tersedia peta jalan peradaban.

Gereja Katolik tidak pernah membayangkan lahirnya pemberontakan Protestant Luther, karena gereja tak pernah mampu memberi penjelasan tuntas tentang pandemi black death, dan berbagai persoalan alam semesta lain secara memuaskan.

Peran gereja yang tak mampu memberikan berbagai penjelasan rasionalitas kehidupan dan keberagamaan pada masa itu, dalam perjalannya direbut oleh penjelasan ilmu pengetahuan dan pencerahan akal budi. Keputusan sejarah besar terjadi, gereja dan negara yang sebelumnya tidur seranjang, akibat perubahan itu diceraipaksakan secara tragis oleh peradaban baru.

Pencerahan Eropa, lahirnya kapitalisme modern, tampilnya hegemoni Pax Britanica bersama dengan kolonial Eropa lainnya selama berabad-abad, semuanya bermuara pada DNA inti, yakni pandemi Black-Death abad ke-14 Eropa.

Karya besar 'The Wealth of Nations' Adam Smith dan 'Das Kapital' Karl Marx yang kemudian menjadi pegangan agama sekuler berbagai negara bangsa dalam dua abad terakhir mungkin tak akan ada tanpa ada realitas dan praxis kapitalisme modern.

Pernahkah Anda bayangan tentang kudeta PKI di Indonesia tanpa ada Karl Marx, tanpa ada kapitalisme modern, dan tanpa ada pandemi black death?

Model operasi ekonomi dominan Eropa yang awalnya hanya sebuah mode merkantilis yang berpusat di Florence, Italia, menjadi berubah setelah black death menghajar Eropa.

Mode itu berevolusi akibat perubahan lingkungan strategis, kemudian menjalar ke Utara, ke Amsterdam di Belanda, Antwerpen di Belgia, untuk selanjutnya mencapai puncak dengan sebuah bentuk baru kapitalisme modern yang kita kenal hari ini, yang berpusat di London.

Kedua buku ini telah menjadikan jangkar dua ideologi besar kapitalis vs komunis yang menciptakan perang yang telah melahirkan sejarah panjang pergumulan umat manusia tentang nilai, kebaikan, kebenaran, dan masa depan. Pergumulan pemikiran itu belum selesai sampai hari ini, dan itu semua “berindatu” kepada pandemi Black Death abad ke-14.

Apa yang akan terjadi di dunia setelah pandemi Covid-19 berakhir? Apakah pandemi akan berhenti total, seperti hilangnya penyakit cacar-walaupun sesekali tampil pada ukuran kecil? Ataukah Covid-19 tetap akan berlanjut berdampingan dengan manusia layaknya flu hari ini?

Pandemi Covid-19 hari ini telah mengobrak-abrik berbagai tingkat kehidupan manusia. Dari yang sangat pribadi, individu, keluarga, komunitas, bangsa, negara, bahkan tatanan kehidupan global. Hampir semua sektor kehidupan telah dirasuki; ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan, lingkungan, pertanian, hukum, dan bahkan etika sekalipun.

Yang pasti, ketika pandemi ini berakhir, ataupun berhasil dijinakkan, kehidupan pascapandemi tidak akan pernah sama lagi seperti kehidupan sebelumnya. Manusia akan kembali menempuh sebuah kawasan baru “terra incognita”, sebuah kawasan perjalanan peradaban yang belum dikuasai benar petanya.

Apakah pandemi Covid-19 ini akan memberikan “terra incognita” yang sama dan serupa dengan sejumlah pandemi sebelumnya? Mungkin sedikit ya, tetapi kemungkinan besar tidak banyak. Paling kurang akan ada sejumlah kisi-kisi yang dapat ditelusuri.

Bayangkan saja perlu waktu berabad-abad bagi manusia untuk tahu makhluk pembunuh itu bernama bakteri atau virus ketika terjadi pandemi 600 tahun yang lalu. Untuk Covid-19, tidak lebih dari 20 hari sudah diketahui virusnya, berikut dengan deskripsi biologisnya. Namun kini ada tantangan baru. Ada mutasi virus yang sangat cepat yang akan memerlukan perhatian khusus lagi secara tersendiri.

Sesuatu yang bernama vaksin perlu waktu ratusan tahun untuk ditemukan penangkal pandemi berbiak dan membunuh manusia. Untuk Covid-19 hanya dibutuhkan waktu 12 bulan, bahkan mungkin kurang, seperti yang telah dilaporkan oleh ratusan perusahaan dan pusat penelitian ternama. Lagi-lagi kalau benar mutasi yang disinyalir berbiak cepat, maka akan ada lagi marathon panjang antara virus, dan vaksin buatan manusia.

Manusia saat ini relatif lebih punya banyak “reservoar” yang akan membantunya meneropongi dan bahkan memproyeksikan kecenderungan pasca pandemi. Rekaman sejarah pandemi masa lalu, kemajuan ilmu pengetahuan, kehidupan dunia yang telah saling menyatu, telah memberi bekal kepada ilmuwan dan pemerhati kemana kehidupan akan bergerak.

Lebih dari itu ketika berbagai ilmu dapat diartikulasikan ke dalam logika algoritma, maka gambaran masa depan akan sangat terbantu untuk dapat dilihat. Berbagai proyeksi itu mungkin saja benar seluruhnya, ataupun benar setengahnya. Ataupun sedikit benar. Yang pasti, arah kecenderungan akan lekas terbaca, sehingga sebuah “terra incognita” pascapandemi tidak akan sangat mutlak jadinya.

Pergumulan melawan pandemi dan menduga “terra incognita” adalah ibarat memasuki sebuah peperangan dengan dua lawan sekaligus, sebab dan akibat. Karena itu, menekuni dan mempelajari pandemi dan “terra incognita” secara sungguh-sungguh adalah kunci memenangkan perang untuk masa depan.

Terhadap musuh dan perang, jenderal perang China klasik yang ahli strategi, Sun Tzu, punya pesan tentang diri dan musuh. Tahu diri dan tahu musuh adalah kunci tidak terancam dalam perang.

Tahu diri tetapi tidak mengenal musuh mungkin menang, namun akan disertai beberapa kekalahan. Jika musuh tidak diketahui, dan diri sendiri pun tidak dikenali, maka setiap peperangan adalah ancaman, bahkan kekalahan yang dipastikan.

Dalam konteks kehidupan kita dan anak cucu kita di masa depan, maka kemampuan menekuni dan tak pernah henti mengusut “terra incognita” secara terus menerus adalah sebuah keniscayaan yang tidak boleh diremehkan. Para milenial kita harus sangat peka dan siap dengan berbagai angin perubahan, topan, badai, dan banjir besar peradaban. Mereka harus dibekali dan disemangati, bahwa masa depan mereka adalah sebuah dunia yang berbeda secara radikal dari kehidupan hari ini.

Adalah kewajiban mereka yang terdidik, dan mereka yang berkuasa untuk memastikan kita tidak menggunakan peta yang salah, apalagi peta usang yang sudah layak dimuseumkan. untuk mengarungi kehidupan baru. Andai kita pun sekali-kali tak mampu memilih prinsip Tsun Zu yang pertama, jangan sempat kita terperangkap dengan pilihan ketiga.

Dunia dan kita sedang memasuki sebuah wilayah baru yang belum sangat terpetakan. Walaupun kemampuan pendugaan dan proyeksi masa depan saat ini lebih hebat dari berbagai masa pandemi sebelumnya, bahkan dengan bantuan algoritma sekalipun, tetap saja ada wilayah yang belum terpetakan.

Semua kecanggihan itu tak lebih ibarat Plotemy memperkenalkan konsep lintang dan bujur pada petanya. Ada peta, tetapi hanya seperempat bumi yang dapat tergambarkan, selebihnya baru terjawab lebih 1.000 tahun kemudian.

Selamat datang ke dalam sebuah pengembaraan baru peradaban, “terra incognita”. rmol news logo article

Ahmad Humam Hamid
Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA